Bab 1. Bertemu Kembali

1.1K 91 3
                                    


"Bagaimana... bagaimana bisa kau juga ada disini?" Indah sampai tergagap saking terkejutnya berada satu pesawat dengan Nathan.

Nathan menyudahi tawanya dengan satu deheman kecil. "Memang apa salahnya kalau kita satu pesawat? Ini kan bukan pesawatmu."

Indah mengerjap. Benar juga yang Nathan katakan.

"Apa kabar, Indah?" Tangan berhiaskan gelang belasan juta itu terjulur menunggu balasan Indah.

Indah terpaku. Keterkejutannya masih tertinggal di alam bawah sadar.

Melihat tak ada respon dari gadis itu, Nathan santai menarik kembali tangannya. Ia bisa memaklumi keterkejutan Indah berjumpa lagi dengan teman masa kecilnya. Apalagi, hubungan mereka memang berakhir kurang baik setelah insiden buruk itu.

"Silakan dinikmati kopinya, Tuan." Pramugari berambut pirang menyodorkan kopi pesanan Nathan. Fokus pria itu sejenak teralihkan dari Indah.

Indah buru-buru mengubah posisi duduk. Ia menggigit bibir bawah menahan rasa gugupnya berada satu pesawat dengan Nathan.

Sial. Sungguh sial jalan hidup Indah beberapa jam terakhir. Tugas dadakan dari Maxime sudah cukup membuatnya kepayahan mempersiapkan keberangkatan ke Indonesia. Berharap bisa beristirahat dengan tenang selama di perjalanan, nasib buruk malah mempertemukan Indah dengan seseorang yang amat ia benci.

"Kau yakin tidak ingin memesan sesuatu? perjalanan ini bakal panjang, loh." Nathan diam-diam memperhatikan Indah melototi layar monitor di hadapannya.

Manik mata Indah masih setia melototi layar monitor yang menampilkan ketinggian pesawat di ketinggian 36.000 kaki.

"Ceritakan kisah hidupmu, Indah. Aku ingin tahu apa yang terjadi denganmu setelah kejadian itu." Nathan tertawa ganjil melihat Indah salah tingkah karena dirinya.

Indah seketika menoleh. Menatap tajam dengan pipi merah merona seperti gadis yang ketebalan memakai blush-on.

"Oke, pertama-tama aku ingin meminta maaf padamu." Nathan melepas topi abu-abunya. Mata berkelir kecoklatan itu menunjukan sikap sungguh-sungguh ingin meminta maaf. "Aku benar-benar tidak menyangka perbuatanku itu sampai membuatmu dikeluarkan dari sekolah. Aku juga menyesali sikap ayahku yang sangat berlebihan. Dia tidak seharusnya memarahimu di depan banyak orang."

"Setelah 9 tahun lamanya."

Alis Nathan terangkat.

"9 tahun lamanya baru aku menerima permintaan maaf itu?"

"Aku... Aku bukan tidak ingin meminta maaf. Aku kehilangan jejakmu 9 tahun ini."

Pandangan Nathan meredup, masih segar di benaknya keributan kecil selepas pulang sekolah kala mereka masih duduk di bangku lanjutan pertama.

Nathan kecil berbeda 180 derajat dengan sosoknya sekarang. Remaja 13 tahun itu memang terkenal tengil oleh siswa-siswi di sekolah. Setiap hari ada saja ulah Nathan menjahili teman-temannya. Dari sekedar kenakalan remaja biasa; mengolok-olok siswa kutu-buku, menyembunyikan tas di tempat sampah, sampai yang terekstrem mengoles lem perekat wallpaper dinding di sepatu korbannya.

"Kau kan bisa melihatku di siaran TV. Aku saja tahu kau pernah bekerja untuk klub Excelsior." Indah berkilah. Tidak ada alasan jika Nathan bersungguh-sungguh ingin meminta maaf padanya.

"Tapi sekarang aku sudah pindah ke Klub Swansea City. Di Inggris."

"Lalu kau dipinjamkan mereka ke Klub Heerenveen satu musim. Artinya kau masih di Belanda, kan?"

C'est La VieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang