Bab 43. Friendzone

620 89 7
                                    


Wales memasuki waktu musim dingin di penghujung tahun. Setelah menyelesaikan separuh pertandingan Round 3 Kualifikasi Piala Dunia, Nathan kembali ke kota ini untuk merumput bersama skuad Swansea City, sambil menunggu lanjutkan pertandingan itu bergulir di bulan Maret tahun depan.

"Kita sampai!" Nathan membukakan pintu apartemennya. Mempersilakan gadis bermata sipit itu masuk.

Indah mengedarkan pandangan ke ruangan apartemen. Terperengah melihat besarnya tempat tinggal Nathan untuk ukuran bujangan sepertinya.

"Sini aku bantu."

Badan Indah yang masih dibalut jaket tebal, perlahan dilepaskan oleh Nathan agar gadis itu nyaman duduk di sofa.

"Terima kasih, Nath."

Pria itu mengelus pucuk kepala Indah. Lantas duduk manis di sampingnya.

"Kau tinggal sendirian di apartemen ini?"

Nathan menganggukkan kepala.

"Ini apartemen untuk satu keluarga, Nath. Bukan untuk bujangan sepertimu."

Pria itu tertawa. Isi otaknya tiba-tiba membayangkan, jika suatu hari nanti ia menikah dengan Indah, membesarkan anak-anak mereka disini, hidup bersama menjadi keluarga yang utuh, pasti semua itu akan sangat menyenangkan sekali jika terjadi sungguhan.

"Kamar tidurnya hanya satu, ya?"

Khayalan Nathan terputus. Tatapannya terarah ke wajah bingung Indah.

"Nanti aku tidur dimana?"

Gadis itu bertanya, karena saat di restoran ibunya, Nathan tidak cerita kalau apartemennya hanya memiliki satu kamar. Yang ia bicarakan selalu keunggulan-keunggulan jika Indah tinggal di apartemen ini. Karena letaknya berada di pusat kota, akses kemana saja mudah, dan keamanan privasi terjamin.

"Di kamar, berdua denganku."

Sontak, ucapan Nathan itu langsung dibayar lunas Indah dengan pukulan kencang di lengannya.

"Aduuuh. Sakit, Indah! " Pria itu meringis kesakitan memegangi lengan.

Mata Indah menyorot tajam. Pukulan kencang itu menandakan kekuatan Indah sudah kembali seperti sedia kala. Siap untuk come back ke dunia jurnalistik sesuai keahliannya.

***

"Cepat tanda tangan disini, Nath."

Indah menunjuk surat perjanjian terbuka yang mereka buat bersama untuk mematuhi privasi masing-masing.

Nathan mendesah, kenapa jadi ribet begini sih tinggal bersama Indah? Kenapa ia harus mematuhi aturan, saling bergantian memakai kamar tidur setiap seminggu sekali, padahal tidur bersama jauh lebih menyenangkan.

"Ayo, tunggu apa lagi, cepat tanda tangan, Nathan!" Kening Indah meruncing melihat Nathan malas-malasan mengambil kertas di atas meja.

Pria itu berdehem, lekas menggoreskan tanda tangan di samping tanda tangan Indah.

Gadis itu tersenyum lebar setelah Nathan membubuhkan tanda tangan di surat perjanjian.

"Nah, kalau begini kan lebih enak. Kita tidak bakal dicurigai orang tua kita berbuat aneh-aneh di Wales."

Indah santai membawa kertas itu ke depan kulkas. Menempelkan erat surat perjanjian dirinya dan Nathan di benda itu.

***

Mengikuti saran kakaknya, Nathan harus berada selangkah di depan Indah, jika ingin bersungguh-sungguh mendapatkan hati gadis itu.

"Tolong ambilkan Thyme, Indah."

C'est La VieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang