Bab 21. Zonk

557 77 4
                                    

Videotron di alun-alun taman menampilkan wajah para Punggawa Timnas yang akan bertanding melawan tim asal Philipina.

"Kau kenal dengan dia?" dagu Sena menunjuk salah seorang Punggawa Timnas yang berpose seperti Atlet Panahan.

Indah mengangguk. Matanya ikut menatap slide vidio pada videotron. "Ya, Nathan, kan? Dia teman sekolahku saat masih di Rotterdam."

Melipir dari hiruk-pikuk keramaian Kota Jakarta, Sena mengajak Indah menikmati suasana malam minggu di Batavia, Pantai Indah Kapuk (PIK).

Pria itu pernah tak sengaja menguping pembicaraan Indah dan Alifa soal keberadaan keluarga Indah yang bertempat tinggal di PIK. Ia jadi mempunyai ide mengajak gadis itu bermalam mingguan disini.

"Dia sangat terkenal disini. Melebihi ketenaran artis Indonesia." Sena melanjutkan ucapannya. Berjalan bersisian dengan Indah menuju area foodcourt Chinatown.

Indah tersenyum. Sedang tidak tertarik membahas Nathan. Matanya tengah menikmati keindahan suasana Chinatown Batavia PIK yang mirip sekali dengan suasana asli di Beijing sana.

"Kau happy?" Sena bertanya melihat raut wajah datar Indah.

Indah menoleh. Mengangguk tegas. "Ya, happy sekali. Terima kasih sudah mengajakku jalan-jalan kesini."

Senyum berhiaskan lesung pipi itu terkembang. Sena perlahan melingkarkan jemarinya disela jari Indah.

"Genggam tanganku. Banyak orang disini. Aku takut kita terpisah."

Kupu-kupu di perut Indah beterbangan mendengar ucapan pria itu. Indah menggenggam erat tangan Sena dengan senyum yang tak pudar dari bibirnya.

***

Terpisah 22 kilometer dari kemesraan Indah dan Sena di kawasan Chinatown Batavia PIK.

Tubuh Nathan banjir keringat setelah melakukan pushup sebanyak 100 kali di tempat gym hotel Fairmont.

Malam itu tidak banyak punggawa Timnas melakukan olahraga di tempat gym. Olahraga malam hari bukanlah suatu keharusan bagi atlet bola seperti Nathan, namun karena ia merasa fisiknya perlu diasah lebih, Nathan meluangkan waktu 1 jam berada di tempat gym mencoba beberapa alat untuk menambah kekuatan masa ototnya.

"Kerja bagus, bro!" Marcelino mengacungkan jempol melihat pria itu kepayahan menyelesaikan pushupnya.

Nathan mengangguk. Napasnya masih tersengal. Ia hanya membalas ucapan Marcelino dengan wink khasnya.

"Aku duluan balik ke kamar, bro." Jempol Marcelino menunjuk ke arah pintu keluar. Ia, Rafael dan Ivar menyudahi latihan lebih dulu karena Nathan datang terlambat ke tempat gym.

Nathan yang selonjoran di lantai gym menatap kepergian ketiga sekawan itu dengan tatapan datar.

Kini hanya tersisa Nathan seorang diri di ruang gym.

Pria itu bangkit. Melangkah menuju alat treadmill. Nathan mengatur kecepatan alat treadmill di kecepatan ringan. Melangkah santai sambil memandang gemerlapnya gedung pencakar langit Kota Jakarta.

"Indah, kau sekarang ada dimana?" Nathan membatin. Tidak pernah sebelumnya hati pria itu segelisah ini memikirkan seseorang.

Nathan tiba-tiba menyudahi latihannya. Mengambil ponsel di dalam handbag.

Pria itu perlu bantuan seseorang untuk menemukan keberadaan Indah. Dan, hanya satu orang yang bisa membantunya.

Siapa lagi kalau bukan Soni. Sahabat barunya sejak Nathan resmi dipinang oleh PSSI.

C'est La VieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang