Bab 19. Trauma

710 102 2
                                    


Lutut Indah seketika lemas saat bersitatap dengan pria plontos itu.

"Hey, nak. Kau kenapa?" Romeo memegangi lengan Indah melihat tubuh gadis itu terhuyung ke belakang.

Indah mengerjap. Memegangi erat bahu lawan bicara. "Apa aku sedang bermimpi?"

Romeo mengerutkan alis. Tidak mengerti dengan ucapan gadis itu.

"Aku pasti sedang bermimpi bertemu Ayah Nathan. Iya, ini pasti mimpi. Ini bukan kenyataan." Indah melepas cengkeramannya. Menepuk-nepuk pipi. Ia berusaha menyangkal kalau orang yang berdiri di hadapannya ini bukanlah Ayah Nathan. Melainkan hanya pria plontos biasa yang kebetulan mirip dengan orang itu.

Romeo tertawa karier, ikut melepaskan cengkeraman dari lengan Indah. "Aku memang Romeo. Romeo Tjoe-A-On. Ayah Nathan Tjoe-A-On."

Indah tercengang. Sebutir keringat dingin mengalir deras di kening gadis itu.

Romeo bisa memaklumi keterkejutan gadis ini bertemu kembali dengan dirinya. Ia pasti masih trauma berat saat teringat dengan kejadian 9 tahun lalu. Romeo ingat jelas, ia pernah memarahi Indah habis-habisan di ruang kantor sekolah karena sudah membuat anak bungsunya gagal mengikuti seleksi Piala Dunia Belanda U-17.

"Tenang, nak. Tenang. Aku tidak akan memarahimu lagi." Tangan Romeo perlahan mengelus pucuk kepala Indah.

Pria itu cukup miris melihat penampilan gadis ini. Wajahnya nampak sayu, kantung matanya menghitam, Indah seperti wanita berumur 30 an yang malang-melintang mencicipi asam-garam kehidupan dunia.

"Jadi kau sungguhan Ayah Nathan?" Indah bertanya. Memastikan sungguh-sungguh kalau orang di hadapannya memang Romeo Tjoe-A-On.

"Ya, aku ayah Noel. Aku datang kesini untuk mendukungnya. Mama dan Kakaknya juga akan menyusul kemari menonton pertandingan Noel."

Wajah Indah tambah banjir keringat. Ingin rasanya ia angkat koper dari hotel Fairmont ke kontrakan Soni dari pada harus bertemu dengan keluarga ini.

Romeo memandangi diri Indah dari ujung kaki sampai kepala. "Kau sekarang banyak berubah, nak. Badanmu lebih tinggi dari sembilan tahun lalu. Dulu kau hanya segini ku." Tangan pria itu menunjukkan batasan tinggi badan Indah yang hanya se pinggangnya, kini tinggi mereka nampak setara.

Indah menyengir kuda. Sungguh ia tidak disangka hidupnya akan penuh dengan kejutan tak terduga selama dirinya berada Indonesia.

***

Ting!

Pintu lift terbuka. Lantai 25. Lantai yang dituju Romeo Tjoe-A-On.

"Mari kita minum sebentar, Indah." Ayah Nathan ramah menawarkan Indah minum di salah satu restoran yang berada di lantai itu.

"Ss..."

Belum ada sepatah kata terucap dari mulut Indah, lengan Romeo setengah memaksa mendorong tubuh Indah keluar dari lift.

"Namamu Indah, kan? Aku dan Mama Noel sering bertanya-tanya dimana sekarang kau tinggal. Keluarga kami sudah membuat kesalahan fatal dengan keluargamu. Karena kami, kau jadi dikeluarkan dari sekolah. Sungguh jahat sekali sikap kami, Indah."

Masih dalam rangkulannya, tubuh Indah di arahkan masuk ke salah satu resto bernuansa club dengan hiasan rak-rak berisi botol anggur yang memenuhi dinding ruang.

Indah di dudukan di sebuah kursi yang mengarah ke jendela kaca. Sejauh mata memandang, mereka bisa melihat jelas pemandangan gedung pencakar langit Kota Jakarta dengan gemerlapan lampu-lampu terang layaknya kota metropolitan di New York sana.

C'est La VieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang