Bab 27 Arti Keluarga

747 109 9
                                    


Hening. Pemilik tatapan tajam itu tidak ingin berkomentar apakah kejadian yang dialami Indah ini murni karma masa lalunya, atau sekedar kesialan belaka karena ia tidak pandai membaca tabiat seseorang.

Nathan mendongakkan kepala. Malah menguap lepas karena tidak bisa lagi menahan rasa kantuknya terjaga hingga pukul 3 dini hari.

Melihat mata Nathan mulai memerah, bahu Indah pelan menubruk bahu pria itu. "Kau mengantuk, heh?"

Nathan mengangguk. Menguap lagi dengan mulut terbuka lebih lebar dari tadi.

Indah mendesis. Melepaskan rangkulan pria itu.

"Sana, kembali ke kamarmu."

Nathan menggeleng. Matanya tinggal 5 watt. Ia sudah kadung lelah tidak sanggup lagi melangkah pergi ke kamarnya. Pertandingan hari ini benar-benar menguras tenaga. Pria itu belum sempat beristirahat setiba di hotel. Para Punggawa Timnas membuat pesta kecil-kecilan merayakan kemenangan mereka, mau tak mau Nathan ikut serta merayakan kebahagiaan ini. Tersadar kado-kado dari para fans belum ada yang ia ambil sejak kemarin, Nathan bergegas pergi ke resepsionis dan tidak sengaja bertemu dengan Indah, dan terjadilah kejadian menghebohkan itu.

"Aku tidur disini saja, ya."

Belum lagi Indah mengiyakan ucapannya, tubuh pria itu sudah merosot ke permukaan kasur memunggungi Indah sambil memeluk guling.

Gadis itu mendesis, membiarkan Nathan terlelap di sampingnya. Agak berbahaya juga kalau ia hanya sendirian di kamar ini. Selama Sena masih berkeliaran bebas di luar sana, ancaman bahaya darinya masih mengintai Indah kemana pun gadis itu pergi.

***

Setiap sepuluh menit sekali Indah mengigau dalam tidurnya, saat itu pula Nathan terjaga menenangkan gadis itu.

"Nathan."

"Hmmm."

"Jangan kemana-mana."

Nathan antara sadar dan tidak, mengelus pucuk kepala Indah, menenangkan sekujur tubuh gadis itu yang mulai gemetar ketakutan.

Saat kondisi Indah mulai tenang. Napasnya mulai teratur. Pria itu kembali memunggungi Indah. Mencoba untuk melanjutkan tidur.

Sepuluh menit kemudian, Indah mulai mengigau lagi. Kali ini dengan isak tangis tertahan yang membuat ngilu hati pendengarnya.

Nathan kembali membalikkan punggung badan. Samar-samar melihat Indah tengah menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

"Ayo tidur, Indah. Sebentar lagi sudah mau pagi." Pria itu kembali mengelus pucuk kepala Indah. Berucap dengan nada yang begitu pelan.

"Tidak bisa, Nathan. Kalau aku memejamkan mata, aku pasti terbayang wajah Sena."

Nathan mengela napas. Mengumpulkan kesadaran penuh agar matanya bisa terbuka lebar. Pria itu beranjak bangkit dari posisi tiduran. Duduk bersila di samping Indah.

"Kau mau apa?" dengan mata pandanya, Indah menatap heran Nathan yang tiba-tiba saja duduk tegak.

"Ikuti aku."

Pria itu membantu Indah bangkit dari posisi rebahan, ke posisi duduk.

Posisi mereka kini saling berhadap-hadapan. Wajah letih itu sama-sama memandang satu sama lain. Indah dengan rambutnya yang mengembang seperti tokoh utama kartun Dora The Explorer, dan Nathan dengan rambut acak-acakan mirip sarang burung cowbird.

Mata Indah mengerjap melihat Nathan melepaskan kalung keperakan di lehernya.

"Ambil ini."

Telapak tangan Indah patah-patah menerima kalung keperakan milik Nathan.

C'est La VieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang