Bab 11. Petualangan Dimulai

707 91 2
                                    


"Indah, boleh tidak satu malam saja aku menginap di kamarmu?"

Indah menimpuk kepala Soni dengan botol air mineral. Jam sibuk begini, di tengah kemacetan Kota Jakarta, Soni malah bertanya hal bodoh itu dengannya.

Soni mengaduh, mengelus bekas timpukan Indah.

Gadis itu tidak peduli. Wajahnya masam. Indah kurang tidur tadi malam setelah pertemuannya dengan Nathan. Nyaris pula kesiangan bangun karena mengabaikan 20 notifikasi alarm ponselnya.

"Aku hanya ingin dekat dengan pemain Timnas, Indah. Bukan ingin tidur denganmu." Soni mencari alasan. Ia tidak ingin gadis itu berpikiran macam-macam dengannya.

"Kau sewa saja sendiri kamar hotel di dekat mereka. Jangan menginap di kamarku." Indah menjawab ketus. Tangan gadis itu bersedekap ke dada.

"Tidak bisa, Indah. Kamar di hotel Fairmont itu mah..."

Belum selesai Soni bicara, Indah menekan beruntun klakson mobil melihat pengendara motor seenak jidat mengambil lajur mobil mereka.

"Hey, kurang ajar. Kau mengambil jalan kami tahu!" Gadis itu berseru. Tangannya terangkat ke atas seperti akan meninju pengendara motor.

Soni di samping Indah terbahak. Bertepuk tangan riuh melihat kelakuan Indah.

"Bagus, Indah. Bagus sekali. Kau sekarang sudah mulai melokal seperti orang Indonesia!"

***

Bus berkapasitas 20 orang terparkir apik di pekarangan kantor Kumparan saat Soni dan Indah tiba.

Para staff kantor serta kameramen bahu-membahu memasukkan logistik ke dalam bis. Ibu Anggi juga terlihat memberikan arahan pada pegawainya yang tergabung dalam proyek ini.

Melihat Indah turun dari mobil, Bu Anggi meminta waktu sejenak untuk menemui gadis itu.

"Siang, Indah. Bagaimana kondisimu hari ini? Nyenyak tidurnya?" Bu Anggi membaca raut wajah kusut dari air muka gadis itu.

Indah tersenyum kecil. "Saya masih jetlag. Tapi semua oke. Saya bisa tidur selama perjalanan ke Garut."

Bu Anggi menepuk pundak gadis itu. "Baiklah, silakan temui timmu. Kita akan breafing sebelum kalian berangkat."

Indah mengeratkan pegangan tangan pada tali tas. Berjalan cepat menuju sekumpulan orang yang ikut dalam proyek film dokumenter ini.

"Selamat siang temannya Nathan Tjoe-A-on." Salah seorang kru menggoda Indah melihat gadis itu masuk dalam barisan.

Indah mengernyitkan alis. Menatap ke arah Soni. Pasti semua ini karena ulahnya.

"Pantas kemarin Indah bilang sering ketemu Nathan. Ternyata dia teman satu sekolah." Kru lain terpancing ikut menggoda Indah.

"Nathan waktu kecil gimana, Indah? Pasti sama baiknya seperti sekarang, kan?"

Indah menggaruk kepala. Tidak ingin menjawab pertanyaan itu.

"Bagi alamat rumah Nathan dong, Indah. Kapan-kapan kalau ke Belanda, kami mau mampir ke rumah dia." Kru yang bertugas sebagai perias wajah bersiap dengan ponsel di tangan, ingin mencatat alamat rumah Nathan.

Indah menggeleng halus. "Aku tidak akrab dengan dia. Aku juga tidak tahu rumahnya dimana."

"Yaaahhhhhh." Hampir semua kru serempak kecewa mendengar ucapan Indah itu.

Indah menyengir. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada orang-orang ini. Mengapa semua orang mendadak jadi tergila-gila pada Nathan, sih?

***

C'est La VieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang