Di dalam kafe, Evan dan Retha sedang duduk menunggu pesanan mereka datang. Mereka berdua sibuk dengan ponsel masing-masing, sampai satu ketika Retha mengerutkan kening melihat sebuah video di reels akun instagram miliknya.
Retha yang terkejut menyita perhatian Evan.
"Kenapa lo?" tanya Evan mengerutkan kening
"Demi apa, kasus ini kembali dibuka?" jelas Retha kemudian ia berjalan memutari meja dan menunjukkan kepada Evan.
Posisi Retha saat menyodorkan ponselnya dekat dengan wajah Evan. Sangat dekat, bahkan nyaris menempel.
'Apa? Kasus ini kan... Aku harus memastikannya.' monolog Evan dalam hati.
Evan yang ingin pamit langsung menoleh dan,
Cup.
Secara tidak sengaja Evan mengecup sebelah pipi Retha. Jangan ditanya bagaimana ekspresinya saat ini. Ia tentu saja terkejut, pupil matanya membesar saat itu juga.
"Eh sori, sori," Evan segera menjauhkan wajah dari Retha.
Dan kejadian itu disaksikan langsung oleh Vian yang hendak masuk kafe itu.
Ia langsung membalikkan tubuh nya dan merasa sesak di jantung.Entah kenapa ia merasa sakit, seperti ada ribuan jarum menusuk hatinya. 'Aku kenapa? Jangan bilang- tidak mungkin,'.
Tanpa Vian sadari ia sudah memasuki area rumah sakit dan berjalan masuk menuju pintu utama. Ia berjalan tanpa memperhatikan sekelilingnya, secara tidak sadar ia melewati Dahlia yang hendak menyapa dirinya.
Dahlia mengerutkan dahinya ketika Vian berlalu begitu saja saat ia sapa. Karena merasa aneh dengan sikapnya, Dahlia memutuskan untuk mengikuti dokter itu secara diam-diam.
Vian berhenti di meja pendaftaran dan Dahlia yang berada dibelakangnya terkejut ketika Vian membuat janji temu dengan dokter Galih.
"Apa dokter sakit?"tanya sebuah suara
Vian memegangi jantungnya yang berdebar kencang karena terkejut, "Ah perawat Dahllia rupanya anda."
Dahlia pun mengulang pertanyaannya, kali ini tersirat nada cemas dalam kalimatnya.
"Oh ini, saya hanya ingin chek. Lebih baik mecegahkan dari pada mengobati?" senyum Vian diakhir kalimatnya.
"Iya. Kalau begitu silahkan di lanjut dok,"
"Ah, iya."
Vian kembali menuliskan namanya di kertas pendaftaran. Setelah ia selesai mendaftar, ia terkejut saat melihat Dahlia masih berdiri tepat di sebelahnya.
"Loh, kenapa masih di sini, ada yang ingin dibicarakan?"
Dahlia menganggukan kepalanya, "Dokter ada waktu tidak, saya ingin mentraktir anda minum kopi di cafe dekat sini yang baru buka."
Vian agak ragu untuk pergi ke kafe, ia takut bertemu dengan Retha dan juga Evan.
"Kalau kita ke kantin rumah sakit bagaimana?"
Dahlia tersenyum seraya mengangguk mengiyakan.
Setelah Vian selesai dengan urusan administrasinya, ia dan Dahlia berjalan berdampingan menuju ke kantin rumah sakit.
Vian hanya meminum secangkir kopi sedangkan Dahlia memesan secangkir teh panas dan salad. Sebenarnya, Dahlia sudah memaksa Vian untuk memesan makanan juga, tapi Vian menolak dengan alasan ia masih kenyang.
Alasan sebenarnya adalah ia kehilangan nafsu makannya akibat kejadian tadi saat di kafe. Entah mengapa moodnya jadi aneh. Tapi jika dipikir lagi tidak seharusnya ia marah, memangnya ia punya hubungan dengan Retha?
"Dok, dokter gak apa-apa? Ada masalah ya?" tanya Dahlia dengan tatapan khawatir
Vian seketika sadar dan tersenyum, "Tidak. Maaf saya melamun tadi."
"Anda memikirkan siapa? Apa pacar anda?"
Sontak Vian tertawa mendengar pertanyaan dari Dahlia, "Belum. Saya dan dia belum mempunyai hubungan itu."
Mendengar omongan Vian, Dahlia tidak tahu harus bahagia atau sedih. Karena secara tidak langsung Vian menolak Dahlia.
"Dokter yang sabar ya." hanya kata itu yang mampu Dahlia ucapkan.
***
JANGAN LUPA FOLLOW AND COMMENT
FOLLOW JUGA INSTAGRAM AKU, @jwriter00
Koala Kecil 🐨🐨🐨
KAMU SEDANG MEMBACA
B.I.L (Because I Love)
JugendliteraturSejak insiden itu, Retha dipaksa menikah dengan Evan. Sementara itu ia memiliki perasaan romantis dengan orang lain yang juga satu profesi dengannya. Ketika Retha sudah membuat keputusannya, orang yang telah membuat hidupnya menderita kembali masuk...