Narendra memasuki ruangan kantornya dengan langkah cepat. Nafasnya menggebu-gebu khas orang yang sedang marah, tidak lama kemudian pria itu berteriak sembari meninju dinding ruangannya. Ingatannya kembali pada kejadian beberapa jam yang lalu, ketika ia mendengar sebuah fakta kalau putrinya akan menikah dengan putra orang yang pernah dianggapnya sebagai musuh, siapa lagi kalau bukan Evan putra dari Darwin.
Beruntung hari telah menunjukkqn jam 21.00 jadi tidak ada yang mendengar teriakannya. Meskipun mereka bersahabat semasa kuliah, Narendra tidak akan pernah merestui putrinya menjalin hubungan spesial apalagi sampai menikah. Alasannya adalah Darwin orang yang semena-mena dan sangat ringan tangan. Ia takut jika putrinya akan bernasib sama dengan ibu Evan.
Ketika Narendra hendak mendudukkan tubuhnya di kursi kerjanya, ponselnya berdering dan terlihat nama Vian disana.Ah, ia lupa memberi tahukan kabar ini pada laki-laki itu. Tanpa berlama-lama lagi ia pun segera menggeser ikon hijau itu.
"Baiklah, sekalian ada yang ingin aku bicarakan dengan kalian."
Narendra pun segera mengakhiri panggilan tersebut dan berjalan meninggalkn ruangan itu.
***
Seorang wanita sedang menyesap teh yang terlihat masih mengepulkan asap yang menandakan minuman itu masih panas. Tiba-tiba pandangannya teralih ketika seseorang mengetuk pintu yang ada di dekatnya. Baru saja ia hendak berdiri untuk membuka pintu, tapi seorang laki-laki yang datang dari arah dalam lebih dulu mencapai pintu dan membukanya.
Sosok Narendra pun terlihat memasuki ruang tamu tersebut dan langsung disambut dengan senyuman oleh kedua orang itu. Liana bahkan memasang senyumannya, tapi detik berikutnya senyuman itu luntur begitu melihat wajah gusar milik pria dihadapannya itu.
"Ada apa dengan wajah kamu?"
Vian pun yang ikut penasaran langsung mengambil tempat duduk disamping Narendra yang kini mengusap wajahnya kasar.
"Evan dan... Retha-"
Vian langsung menatap serius wajah Narendra ketika mendengar nama pujaan hatinya disebut.
"Mereka akan melangsungkan pernikahan dalam waku dekat."
"APA?"
Saking terkejutnya Vian, ia sampai berdiri dari duduknya.
"Om ini tidak bisa dibiarkan, kita harus melakukan sesuatu."
"Ya tapi apa? Om tidak tahu!"
Tiba-tiba suara tawa seorang wanita pun terdengar, membuat mereka meoleh kearah Liana.
"Ren, biarkan anak-anak kita melakukan apa yang mereka inginkan."
Vian menatap wanita setengah baya di hadapannya dengan tatapan protesnya. Mulutnya hendak terbuka untuk melayangkan protesnya tapi terhenti karena Liana lebih dulu berkata,
"Tenang saja aku telah memiliki rencana."
***
Salam hangat, Koala Kecil 🐨🐨🐨
KAMU SEDANG MEMBACA
B.I.L (Because I Love)
Teen FictionSejak insiden itu, Retha dipaksa menikah dengan Evan. Sementara itu ia memiliki perasaan romantis dengan orang lain yang juga satu profesi dengannya. Ketika Retha sudah membuat keputusannya, orang yang telah membuat hidupnya menderita kembali masuk...