Narendra dan Vian duduk berhadapan di sebuah meja. Laki-laki berusia pertengahan baya itu menyeruput kopinya dan membenarkan letak posisi kacamatanya. Vian sedari tadi hanya menatap Narendra dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Sebenarnya apa yang ingin anda bicarakan?" tanya Vian heran
Narendra terdiam dan menatap Vian dalam.
"Maaf,"
Satu kata itu sukses membuat Vian heran dengan maksud Narendra. Ia minyipitkan matanya menatap Narendra.
"Apa maksudmu?"
Narendra menghela nafasnya, "Maaf soal ayahmu, aku yang membuatnya jadi seperti ini."
Mendengar hal itu membuat Vian sangat marah, kalau saja Vian tidak mengingat posisinya sebagai dokter mungkin Vian sudah memukul orang yang ada dihadapannya.
Dengan tangan yang terkepal erat menahan amarah, "Jadi kau orangnya?"
"Bukan aku,"
Vian mengerutkan dahinya, tadi Narendra meminta maaf sekarang ia berkata bukan. Mana yang betul?
"A...aku disuruh oleh orang," cicit Narendra
Untuk kedua kalinya Vian mengerutkan dahinya. Seperti mengerti Narendra menjawab,
"Dia adalah Darwin, ayah Evan. Salah satu pemegang saham di rumah sakit ini."
Begitu Vian mendengar perkataan Narendra ia langsung lemas tidak sanggup berkata-kata lagi. Ia sangat tidak menyangka ini, apalagi mengingat Evan yang menyukai Retha. Vian tidak ingin gadis yang disukainya bersama dengan musuhnya.
Saat sedang mencerna semuanya tiba-tiba datang seorang wanita seumuran Narendra yang ikut duduk disamping pria itu. Vian heran dengan kehadiran orang itu tapi perkataan Narendra menjelaskan siapa wanita itu.
"Dia adalah ibu Evan yang dikiranya sudah meninggal." ujar Narendra
"Maksudnya bagaimana?"
Narendra mulai menjelaskan semuanya. Mulai dari rencana Darwin sampai bagaimana ia menyelamatkan para korban dari kekejaman Darwin. Satu hal yang Vian tahu bahwa ia harus menyelamatkan Retha!
***
Retha baru saja memasuki apartemennya, ia bingung karena lampu unit apartemennya mati. Bukankah Dahlia sudah pulang duluan? Sambil memikirkan semua kemungkinan yang terjadi ia menyalakan lampu dan menemukan secarik kertas diatas meja.
Setelah ia membaca surat itu, mendadak ia merasa lemas di lututnya. Dahlia sudah pergi meninggalkannya, kertas itu berisi Dahlia yang pamit. Di situ juga tertulis bahwa Dahlia tidak bisa tinggal serumah dengan musuhnya.
Apa? Musuh sejak kapan Retha jadi musuhnya? Setelah berkali-kali Retha baca, barulah Retha mengerti apa yang sahabatnya itu maksud. Maksud dari kata 'musuh' itu adalah saingan dalam hal memperebutkan Vian.
Setelah beberapa saat ia menuju kamarnya dan merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya yang empuk. Retha menatap langit-langit kamarnya. Tidak terasa air mata jatuh membasahi spreinya.
Semua masalah terlintas di benaknya, mulai dari masalahnya dengan Dahlia dan perjodohannya dengan Evan. Rasanya kepala Retha ingin pecah saat ini juga.
Ia memiringkan badannya menatap sebuah foto di atas meja nakas. Lama Retha menatap foto itu lalu ia berajak untuk mengambil ponsel di dalam tas umtuk menghubungi Evan.
***
Hai readers, makasih ya udh baca sampai sini 😀
Kira-kira apa tujuan Retha telepon Evan? Nantikan bab selanjutnya ya.
Salam hangat, Koala Kecil 🐨🐨🐨
KAMU SEDANG MEMBACA
B.I.L (Because I Love)
Fiksi RemajaSejak insiden itu, Retha dipaksa menikah dengan Evan. Sementara itu ia memiliki perasaan romantis dengan orang lain yang juga satu profesi dengannya. Ketika Retha sudah membuat keputusannya, orang yang telah membuat hidupnya menderita kembali masuk...