PRANG
Troli yang berisi peralatan medis yang ada didekat Dahlia jatuh berantakan. Banyak obat-obatan yang terbuang secarcuma-cuma. Retha yang tersadar dari lamunannya pun ikut membantu sahabatnya membereskan obat yang berhamburan.
Sepertinya ada yang aneh dengan Dahlia dari tadi ia terlihat berusaha menghindarinya. Biasanya temannya itu akan selalu mencari kesempatan untuk mengobrol dengannya. Jangankan untuk mengobrol, menatap mata Retha pun tidak.
Setelah Vian berhasil menyelamatkan pasien itu satu persatu perawat pun keluar. Dahlia hendak keluar tapi saat ia melewati Retha tidak ada satu kata yang terucap dari bibir gadis itu. Dan pemandangan itu tidak luput dari perhatian Vian.
Dapat Vian lihat, Dahlia yang berlalu begitu saja dan Retha yang berusaha mengejar untuk bicara pada Dahlia. 'Sepertinya mereka sedang ada masalah.' Lalu Vian bergegas pergi untuk melakukan beberapa kunjungan.
"Lia, tunggu! Dahlia!" teriak Retha
Dahlia yang bosan mendengar namanya terus dipanggil akhirnya menghentikan langkahnya. Ia membalikkan tubuhnya, "Kenapa?"
"Yang harusnya tanya itu gue buka lo,"
"Gue gak apa-apa mending lo lanjut lakuin tugas lo,"
Dahlia hendak berjalan tapi tangannya ditahan seolah-olah penjelasan itu tidak cukup bagi Retha. Ia menggigit bibir bawahnya sebelum akhirnya menghentakan tangan sahabatnya itu.
"Re, lo juga suka kan sama dokter Vian
?" tanya Dahlia"Gu-"
"Gak usah alesan lagi deh, gue langsung tau dari tatapan lo."
Dengan satu kali hentakan tangan Dahlia sudah terlepas dari genggaman Retha.
Tiba-tiba saja Retha merasa sangat sesak dan langsung berjalan ke taman belakang rumah sakit.
***
Retha sedang berjongkok sambil menangis dibalik pohon rindang yang berada di taman rumah sakit. Ia menumpahkan semua di sana. Rasa marah, menyesal dan juga sedih ia tumpakan ditempat itu.
Kenapa ia bisa kelepasan saat menatap Vian? Kenapa juga pada saat itu Dahlia harus melihatnya? Sungguh ini membuatnya gila. Sepertinya pertikaian antara dua sahabat sudah tidak terelakkan lagi.
Tiba-tiba saja Retha merasakan sesuatu benda berat menimpa kepalanya. Ia pun segera mendongakan kepalanya, "Evan?"
Evan yang melihat wajah Retha basah segera menyekanya menggunakan jari tangan dan memeluk tubuh gadis itu. Tidak ada perlawanan dari Retha malahan ia balas memeluk tubuh Evan, bahkan ia juga menangis dalam pelukan sahabatnya.
Cukup lama pelukan itu berlangsung sampai pada saat Retha sudah mulai tenang, Evan mengajaknya untuk duduk di bangku taman. Diambilnya botol air mineral dan tidak lupa ia juga menyodorkan sapu tangan miliknya.
"Thanks,"
Evan memperhatikan wajah sembab sahabatnya itu. Meski Retha sedang kacau tapi masih terlihat cantik di matanya.
"Re, mengenai per-"
"Kita bahas ini nanti, sekarang pikiran gue lagi kacau. Lebih baik lo pulang dulu, sorry Van."
"Oke kalau itu mau lo, gue pergi dulu."
Evan segera bangkit dari duduknya. Ia sudah sangat mengenali sifat sahabatnya ini. Retha tidak pernah berubah selalu saja ingin sendiri saat ada masalah.
Evan berjalan menuju parkiran mobil, saat melewati lobby ia berpapasan dengan Vian, "Maaf bisa luangkan waktunya sebentar?"
Evan menautkan kedua alisnya dan mengangguk ragu.
***
Makasih buat yang udah nemenin sampai sejauh ini ❤🤗
Salam hangat, Koala Kecil 🐨🐨🐨

KAMU SEDANG MEMBACA
B.I.L (Because I Love)
Teen FictionSejak insiden itu, Retha dipaksa menikah dengan Evan. Sementara itu ia memiliki perasaan romantis dengan orang lain yang juga satu profesi dengannya. Ketika Retha sudah membuat keputusannya, orang yang telah membuat hidupnya menderita kembali masuk...