Seorang laki-laki dengan kemeja putih dengan lengan yang digulung keatas, kedua tangannya memegang ponsel dan jas kerjanya baru saja keluar dari pintu loby rumah sakit. Evan terlihat sangat serius berbalas pesan dan tidak lama kemudian menempelkan benda pipih itu ketelinganya.
Ia berbicara hanya sebentar lalu menutup panggilan itu, dan berjalan ke arah salah satu mobil yang terparkir di dekat situ. Setelah ia menekan tombol start mobil yang ia kendarai pun melaju meninggalkan rumah sakit Keluarga Sehat.
Bukannya pulang ke rumahnya, Evan malah melajukan mobilnya ke arah pintu gerbang tol. Ya, Evan akan ke Bandung lebih tepatnya ke rumah Ayahnya. Ia ingin menanyakan sesuatu pada Ayahnya. Sesuatu yang mungkin saja berkaitan dengan penyerangan yang baru saja ia alami.
Dengan kecepatan tinggi Evan melajukan mobilnya. Lagi pula orang gila mana yang pergi ke Bandung di jam selarut ini?
Tidak membutuhkan waktu lama, kini mobil Evan sudah terparkir di halaman rumah Ayahnya di Bandung. Dari langkah kakinya terdengar ia terburu-buru mencari orang yang dicarinya. Langkahnya terhenti ketika ia melihat sosok yang dicarinya sedang duduk sambil meminum secsngkir teh di ruang tengah.
"Ayah!" panggil Evan lantang
Pria yang dipanggil Ayah oleh Evan tidak menoleh, ia hanya memberikan instruksi Evan untuk segera duduk di sofa di dekatnya.
Evan pun duduk dan sekali lagi memanggil pria itu dengan sebutan 'Ayah' dengan suara yang cukup keras.
"Dimana sopan santunmu, Van? Apa kau tahu sekarang jam berapa?" sindir Darwin
"Kali ini... kali ini apa yang sudah Ayah perbuat?"
Pertanyaan Evan kali ini sukses membuat Ayahnya menatapnya dengan tatapan heran.
"Apa maksudmu Ayah tidak mengerti?"
Evan menghela nafasnya, jujur ia sudah muak dengan sifat yang pura-pura tidak mengerti diawal.
"Tadi ada orang yang mencegatku dijalan. Dia juga memukulku,"
"APA?"
Evan tersenyum miring melihat reaksi kaget Ayahnya. Mungkin jika tidak menjadi pembisnis Ayahnya akan menjadi aktor yang memenangkan banyak penghargaan.
"Apa sekarang kau baik-baik saja?"
Darwin bangkit berdiri dan menghampiri putra satu-satunya dan barulah Evan mengingat perkataan orang yang sudah menyerangnya.
'Tunggu, bukankah orang itu menjauhi perempuan terdekatku? Apa yang ku lakukan disini?'
Tiba-tiba Evan bangkit berdiri dan sedikit berdehem lalu meninggalkan Ayahnya yang heran dengqn kelakuan anaknya.
***
Keesokan paginya Retha tengah duduk di sofa depan televisi sambil menikmati roti yang baru saja ia panggang. Sesekali ia mengganti-ganti channel berharap menemukan tayangan yang tepat. Perempuan itu kesepian, tanpa kehadiran Dahlia aparten ini terasa sangat hampa. Dan saat ini ia sangat menyesal dengan perbuatannya kemarin. Andai saja ia tidak mentap dokter...
Tiba-tiba Retha kaget melihat jam yang menunjukkan jam setengah 8. Ia buru-buru masuk ke kamar mandi tapi tujuannya bukan untuk mandi, melaikan mencuci wajah dan sikat gigi. Waktu sekarang sangat cepat berlalu, baru duduk saja waktu sudah berjalan 1 menit. Tanpa kehadiran Dahlia juga ia bisa terlambat, peran Dahlia sangat besar di kehidupannya.
Retha menghentikan laju mobilnya di parkiran rumah sakit. Ia berjalan dengan terburu-buru menuju loby rumah sakit. Dari kejauhan bisa Retha lihat sosok Dahlia yang baru saja keluar dari loby. Ia berteriak memanggil Dahlia, tapi sepertinya perempuan itu tidak mendengarnya.
"Apa mungkin dia shift malam?" tanyanya pada diri sendiri
***
Hello, aku mau bilang makasih banyak buat yang masih setia nunggu cerita aku upload ❤
Salam hangat, Koala Kecil 🐨🐨🐨
![](https://img.wattpad.com/cover/364147637-288-k889092.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
B.I.L (Because I Love)
Fiksi RemajaSejak insiden itu, Retha dipaksa menikah dengan Evan. Sementara itu ia memiliki perasaan romantis dengan orang lain yang juga satu profesi dengannya. Ketika Retha sudah membuat keputusannya, orang yang telah membuat hidupnya menderita kembali masuk...