27.

7 1 0
                                    

Pemandangan taman yang asri karena dirawat oleh tukang kebun pun tersaji di depan mata Darwin, tapi bukan ke arah taman melainkan pria itu menatap dengan pandangan kosong. Ada sesuatu yang mengusiknya, ya tentang perkataan anak satu-satunya semalam. 

Tentang orang yang mengganggu Evan. Semalam anak itu datang dan langsung marah-marah, padahal saat ini Darwin sedang tidak melakukan apa-apa. Mau tidak mau ia mulai mencurigai rekan bisnisnya.

Segera pria itu merogoh saku bajunya, mengambil sebuah benda pipih dari sana. Setelah mengutak-atik benda itu sebentar, pria itu menempelkan ponselnya ke telinganya.

Tidak beberapa lama seorang pria dengan setelan jas hitam memasuki ruang kerjanya dan membungkuk hormat.

"Ada yang mencoba menyakiti Evan,"

Narendra diam dan memilih menyimak perkataan Darwin selanjutnya.

"Cari tau segera."

"Baik."

Setelah mengiyakn permintaan Darwin, Narendra segera keluar dari rungan itu. Pikirannya ada sebuah nama yang terlintas. Vian. Ya, hanya pemuda itu yang mungkin melakukan itu pada Evan. Sambil berjalan keluar rumah ia menelpon Vian mengajaknya bertemu nanti malam.

***

"Apq yang sudah kamu lakukan?"

"Apa salah?"

Narendra mengusap wajahnya fustrasi, saat ini ia dan Vian sedang bertemu di cafe dekat rumah sakit. Tujuan Narendra adalah memarahi Viam karena anak itu sedah mulai bertindak tanpa adanya pemberitahuan dan persiapan yang matang.

Pria itu hanya takut bagaimana jika Darwin akan tahu siapa dibalik penyerangan Evan dan akan membahayakan nyawa Vian. Bagaimanapun Darwin adalah orang yang licik dan sangat berbahaya.

"Jangan melakukan penyerangan tanpa pemberitahuan. Kali ini kau selamat, bagaimana besok?"

Vian terdiam. Setelah ia pikir-pikir perkataan Narendra ada benarnya juga, ia tidak bisa bertidak seorang diri saat ini. "Lalu apa yang harus kita lakukan?"

Narendra terlihat berpikir sambil mengetuk-ngetikkan jarinya ke meja.

"Aku ada rencana,"

Sebuah suara seorang wanita membuat mereka mengalihkan pandangan mereka. Narendra tersenyum ketika melihat wanita itu sementara Vian menatap penuh harap.

Liana pun duduk disebelah Narendra dan melepas kacamatanya kemudiam menatap mereka bergantian.

"Maaf Ren, sepertinya kita harus memanfaatkan putri kamu, Retha."

Kalimat yang keluar dari mulut Liana sontak membuat Narendra dan Vian mengerutkan kening mereka. Lianq pun sedikit tersenyum lalu mulai menjelaskan pada Vian dan Narendra tentang idenya.

"Kenapa tante melakukan ini? Bukannya Evan anak tante?"

Liana tersenyum tipis, "Evan mungkin menyukai Retha, tapi sayangnya tidak dengan Retha."

***

Salam hangat, Koala Kecil 🐨🐨🐨

B.I.L (Because I Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang