·٠•● ஜ 𝔪𝔢𝔫𝔠𝔞𝔯𝔦

87 11 13
                                    

Sudah tiga hari Tobio berada di Kanagawa. Hatinya belum tergerak sedikitpun untuk membuatnya memiliki niat kembali ke Tokyo. Ponselnya terus bergetar, mengabaikan serbuan panggilan dari Oikawa Tooru. Senpainya yang uhh.. Menjengkelkan. Tobio tidak mau membahasnya. Ahh masa bodoh, jika ia dipecat pun ya tinggal dipecat saja. Sebenarnya dia bergabung dengan perusahaan raksaksa itu hanya main-main. Tobio tidak akan pusing masalah uang. Bukan sombong, tapi ini fakta.

Perlu diingat, dari Kemarin sore sampai pagi hari ini, Tobio belum mandi. Kemeja yang ia kenakan terasa menyatu dengan kulitnya. Entahlah, mengapa selama 3 hari ini ia menjadi sangat pemalas bahkan untuk sekedar mandi. Berbanding terbalik dengan dirinya yang biasa, Tobio tak pernah melewatkan apapun untuk merawat dirinya, termasuk mandi. Meskipun begitu, tubuh Tobio tidak mengeluarkan bau tidak sedap. Entah karena dia sering memakai parfum atau apa, bau tubuhnya tetap normal.

Tobio menyaksikan kumpulan manusia berbondong-bondong menyebrangi jalan sesaat setelah lampu jalan menyala warna merah. Dari sekian banyaknya orang-orang, Tobio dengan mudah menangkap sosok familier. Karena warna rambutnya yang mencolok di antara yang lain.

Jingga cerah mirip lembayung senja.

"Hinata?"

Sosok itu berdiri sambil menunduk. Tobio tebak, pasti dia sedang main hp. Tuh, benar kan, Tobio geleng-geleng kepala. Kebiasaan buruk yang tak boleh ditiru. Tobio heran, mengapa si jingga itu masih saja diam di tengah-tengah zebra cross?

Minggir, Hinata bodoh! Lampu sebentar lagi hijau!

Batinnya bermonolog. Tapi hey, itu percuma. Shoyo tidak akan mendengarnya. Apa perlu Tobio meneriakinya supaya si cebol bodoh itu mau pergi? Benar saja, lampu sudah berubah hijau tapi Shoyo masih berdiri disana. Apa sih yang si cebol lakukan di tengah jalan? Dia mau bunuh diri kah?

Jangan-jangan Shoyo mau mengakhiri hidupnya karena Tobio menolak perasaannya?

Prangsaka demi prasangka keluar dari pikiran Tobio. Memberikan dilema untuk dirinya. Tobio harus meneriakinya dengan lebih keras atau pergi kesana menarik Shoyo ke tepi jalan?

Tobio terpaku. Saat sebuah truk pengangkut barang datang dari arah kanan. Melaju cepat bersiap menghantam tubuh si cebol.

"Hinata! Hinata! Pergi darisana sialan!"

Ah, Tobio lupa.. Pasti gara-gara headphone sialan itu, headphone yang menutupi telinganya. Membuat Shoyo tidak bisa mendengarnya.

Kakinya bergerak sendiri tanpa sepengizin sang empu. Berlari cepat mengambil langkah seribu menghampiri si jingga sambil mengumpat dalam hati. Tobio menggertakan gigi, ketika telinganya merasakan sakit oleh suara klakson menggema. Ia melihat Shoyo menengok ke arah kanan, mungkin karena suara klakson tersebut berhasil menyadarkannya.

Satu tangannya menarik kasar lengan Shoyo dan melemparnya tanpa basa-basi ke tepi jalan. Tidak memikirkan apakah tarikannya terlalu kencang atau bagaimana, yang jelas, ia harus menyingkirkan Shoyo. Tenaga Tobio sangat kuat, tubuh kecil si jingga terlempar ke udara hingga punggung dan tengkuknya membentur keras lampu jalan. Bunyi prang nyaring dari besi lampu jalan terdengar diikuti suara brug dari tubuh Shoyo yang ambruk.

Namun sayang, Tobio berada di tengah jalan persis seperti Shoyo beberapa saat lalu. Singkatnya, mereka bertukar posisi. Tidak ada waktu bagi Tobio tuk menghindar, bagian depan truk itu menghantam bebas dirinya. Tobio terlempar, tubuhnya berguling-guling di aspal selama beberapa saat sebelum terkapar tak jauh dari tempat Shoyo berada.

Awalnya semua itu terasa seperti mimpi. Tobio tak merasakan apapun. Akan tetapi setelah itu, sakit yang luar biasa mulai menguasai dirinya. Sekujur tubuhnya nyeri. Perih seperti tersayat pisau tajam juga ia rasakan pada pelipisnya. Darah naik menuju mulut dan hidung. Cairan merah kental keluar begitu saja membasahi dirinya. Mengotori tubuhnya, mengotori baju yang ia kenakan, mengotori aspal.

𝐂𝐀𝐍 𝐘𝐎𝐔 𝐁𝐄 𝐌𝐈𝐍𝐄? • KagehinaatsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang