Melanjutkan Perjalanan Di Himalaya

12 11 0
                                    

Keesokkan harinya,
Kami melanjutkan perjalanan kami. Terhitung tinggal 4 hari lagi kami di pulau ini. Setelah melewati banyak cobaan dan tantangan, kami akhirnya sampai di Kawasan puncak gunung Himalaya. Udara semakin dingin dan pemandangan di sekitar sungguh spektakuler yang membuat Kami takjub karena bisa melihat panorama pegunungan yang menjulang tinggi.
Namun, kami sadar bahwa perjalanan ini belum berakhir. Kami saja belum sampai ke tanda X yang ditunjukkan di peta. Apakah kami bisa yang dengan sisa 4 hari untuk samapai kesana dan kembali pada waktu yang ditentukan mang oleh? Semoga saja bisa.
Tidak hanya cuaca yang tidak menentu, tapi juga berbagai bahaya alam seperti angin kencang, hujan lebat dan mungkin saja angin topan.
Tetapi kelihatannya Satria sudah paham dan terbiasa dengan hiking di gunung seperti ini. Sedangkan Nisrina gelisah karena takut dengan ketinggian dan akan terjatuh atau salah langkah.
“guys.. gue takut nih. Gunung ini curam banget. Gue takut salah langkah aja pasti gue bisa jatuh.” Kata nisrina dengan nada sedih gelisah.
Satria pun mencoba menenangkan Nisrina
“tenang aja, Nis. Gue sama melati pasti akan selalu berada disamping loe. Gue kan udh biasa hiking ke gunung, wajar itu karena loe baru pertama kali jangan khawatir lagi ya.” katanya sambil memeluk nisrina.
Aku pun mengangguk. Tapi kenapa harus melihat adegan romantis seperti ini lagi. Meskipun mencoba untuk tersenyum, meskipun hatiku mulai terasa berat. Aku merasa cemburu melihat kedeketan antara Nisrina dan Satria
“Ya, Nis. Loe jangan khawatir, apa yang dibilang Satria ada benarnya kok. Kita berdua akan selalu ada untuk loe.” Kataku mencoba menyamarkan perasaannya.
Namun, rasa cemburu dan kegelisahan dalam hatiku tidak dapat kusembunyikan lebih lama lagi. Cepat atau lambat pasti mereka akan ketauan juga. Aku merasa terluka ketika melihat satria lagi-lagi memluk nisrina dengan penuh perhatian. Aku merasa seperti ada sesuatu yag berubah dalam dinamika hubungan mereka berdua. Apakah mereka saling cinta? Apakah mereka saling menyukai satu sama lain? Suatu saat nanti pasti aku akan jujur dengan perasaanku ini ke lo, Satria.
Kamipun melanjutkan pendakian dengan hati-hati dan lambat, sesuai dengan kecepatan yang diberi tahu oleh Satria. Satria dengan sabar memberikan petunjuk dan bimbingan tentang Teknik mendaki yang benar kepadanya. Aku yang melihat hal itu pun berusaha tegar dan mengikuti mereka dari belakang agar tidak ketinggalan serta memberikan semangat dan dorongan dorongan pada Nisrina agar tetap berpikir positif dan tetap  percaya pada Nisrina maupun Satria bahwa mereka tidak ada hubungan apa-apa.
Setiap langkah yang kami ambil semakin mendekatkan kami pada puncak gunung Himalaya. Nisrina kelihatannya masih cemas di beberapa titik mendaki yang sudah dilewatinya. Disatu sisi aku senang dia b sudah bisa melawan rasa takutnya. Tapi disisi lain masih banyak pertanyaan di benakku tentang ada hal apa diantara mereka. Satria kelihatan seperti memberikan secercah harapan pada Nisrina. Aku takut nisrina jadi baper dan suka dengannya. Aku gak mau persahabatan yang sudah kubangun dengan Nisrina hancur begitu saja. Hanya karena kita sama-sama menyukai lelaki yang sama.
Akhirnya, perjuangan yang penuh kesabaran dan semangat, pada akhirnya membuahkan hasil karena kami sudah sampai di puncak gunungnya. Rasa Bahagia dan kebangaan terpancar di wajah kami, terutama Nisrina. Nisrina merasa sangat gembira karena berhasil mengatasi ketakutannya dan mencapai puncak Bersama kami.
“Good  job, girls! Terutama loe, nis. Loe bisa melawan ketakutan loe sendiri. Loe keren deh.” Kata satria sambil mengancungkan jempol pada Nisrina
Kenapa selalu nisrina? Kenapa Satria? Kenapa kamu seperti memberi harapan untuknya. Rasanya hatiku sudah panas. Terbakar api kecemburuan. Aku sudah tidak tahan lagi… aku harus mengungkapkan perasaanku ini pada Satria.





Almost ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang