¦5¦

119 15 0
                                    

"Supra. Hari ini Mama diundang ke acara pernikahan dari salah satu teman bisnis Mama. Mama mau ajak kamu sebagai partner Mama disana," kata Mama Supra menbuka topik pembicaraan.

"Kapan, Ma? Siang ini Supra ada janji kerja kelompok Fisika sama temen Supra," tolak Supra secara halus. "Ayolah! Kalau seandainya Mama tidak cerai dengan Papa kamu itu, pasti yang Mama gandeng itu tangan papa mu," Oceh sang Mama geram.

Selalu seperti ini. Supra membenci ayahnya yang memilih selingkuhannya. Dan ia juga membenci sang Mama yang masih belum sepenuhnya bisa melupakan sang Papa.

"Papa sudah tidak ada, Ma. Mama hanya punya Supra." Lirih Supra.

"Apa? Mama punya petir. Mama punya kamu. Tenang saja," Mama Supra mengusap kepala Supra. "Nanti siang temani Mama, ya? Tugas kelompoknya nanti-nanti saja," kata sang Mama. Supra mengangguk lalu membatalkan janji temu dengan temannya.

Supra melenggang pergi dari hadapan sang Mama lalu menelefon Sori, teman sekelompoknya.

"Sor, Sorry, ya? Gue ga bisa ikut kerja kelompok sekarang, gue ada acara diluar kota sekarang." Supra memulai pembicaraan lebih dulu. Bisa ia dengar Sori sudah mencak-mencak kesal karena otak kelompoknya malah tidak hadir.

"Iya, nanti gue yang kasih idenya. Lu kerjakan dulu, nanti gue yang ngelanjutin," kata Supra. Supra mengangguk mendengar permintaan kepastian dari Sori padahal ia sadar Sori tak mungkin melihatnya.

"Hm. Makasih!" Supra mematikan telefonnya sepihak lalu menghela nafas berat.

"Kalo bang petir ada, pasti gue sekarang lagi kerkom sama Sori," monolog Supra sembari berjalan kekamarnya untuk bersiap-siap.

---

"Wih! Angin sudah bisa dance! Ajarin Abang dong!" Sopan berbinar melihat Angin yang bergerak lincah mengikuti alunan nada. Angin tersenyum lebar mendengar pujian kakaknya.

"Tapi, Abang Sopan mah terlalu kaku! Tapi cocok kalo jadi putra mahkota, kek apa, ya? Elegan?" Angin memiringkan tangannya menatap sang Abang dari atas sampai bawah. Benar-benar mencerminkan keluarga kerajaan, padahal cuma anak tukang sapu di TPU.

Sopan terkekeh malu dipuji begitu oleh adiknya.

"Ada-ada aja! Nanti kamu jadi rajanya, ya?" Seru Sopan. Angin mengangguk antusias mendengarnya. Tak lama kemudian suara dering telefon memecahkan keheningan diantara pembicaraan mereka.

Drrttt!! Drrttt!

Sopan yang merasakan saku gamisnya bergetar langsung mengambilnya dan melihat notifikasi panggilan tak terjawab dari Gentar. Sopan tersenyum kecil. Dan kemudian telefon masuk berdering kembali membuat Sopan langsung mengangkatnya.

"Assalamualaikum?" Sapa Sopan lebih dulu. "Waalaikumsalam! WEH PAN! LU BISA IZIN KELUAR BENTAR GA? GUE KEJEBAK DIKUBURAN PLISS! BULU KUDUK GUWEH MERINDING SUMPAH!" Teriak Genta yang mau tak mau membuat Sopan menjauhkan telefonnya dari telinganya.

"Ini malam, Gen. Mana bisa asal izin?" Tanya Sopan khawatir. Bisa dipastikan yang ada diseberang telefon juga khawatir.

"Nah, justru itu PanPan! Justru karena malam itu! Guweh udah merinding gila, Pan! Pwiiisss!" Bujuk Gentar. Suara tangisannya terdengar dari seberang telefon. Sopan yang juga mendengarnya juga ikut khawatir.

"Duh, aku coba izin sama gus dulu, kalo sama pak ustad ga bakal diizinin. Tunggu bentar, ya!" Sopan mematikan telefonnya secara sepihak.

"Kenapa, Bang?" Tanya Angin. Sopan mengerucutkan bibirnya bingung. "Temen Abang kejebak dikuburan. Abang mau izin ke gus dulu, semoga diizinin," kata Sopan.

"Kenapa harus ke gus? Ga izin ke pak ustad aja?" Tanya Angin. Sopan menghembuskan nafasnya berusaha tenang.

"Kalo izin sama gus, gampang dapat izin dari kyainya. Kalo sama pak ustad belum tentu." Sopan mengambil topinya lalu berjalan keluar.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam."

---

Sopan menelefon Gentar kembali yang katanya terjebak dikuburan. Saat ini ia sudah berada dikuburan celingak celinguk mencari keberadaan Gentar. Sopan berusaha tenang, ia sudah terbiasa dengan suasana mencengkam kuburan sejak lahir, jadi tidak akan merasa gentar dengan suasana yang ada.

Sopan terus menelefon Gentar tapi tak kunjung ada balasan. Hingga panggilan yang ke puluhan kalian, Gentar baru menjawab.

"Hm?" Tanya orang diseberang sana dengan nada orang baru bangun. "Kamu dimana?! Aku sudah ada dikuburan. Aku cari-cari kok ga ada?" Seru Sopan kesal. Mendengar keluhan Sopan diseberang telefon membuatnya mengernyit.

"Hah? Sejak kapan gue kekuburan?" Tanya Gentar heboh.

"Loh?! Bukannya tadi kamu telfon nyuruh aku minta izin kekuburan soalnya kamu kejebak dikuburan, ya? Ini aku sudah dikuburan!" Kesal Sopan. Dalam hati ia menyebut istighfar sebanyak-banyaknya.

"Kagak weh! Gue ga keluar samsek dari rumah sejak pulang sekolah. Gue turu sampe ngorok dari tadi," ucap Gentar yang jadi aneh sendiri.

"Ja-jadi, siapa yang telfon aku tadi? Suaranya persis kamu. Ka-katanya kamu udah merind- HEY!! Kapan kamu bisa merinding? Harusnya aku sadar dari awal!" Sopan mencak-mencak sendiri. Kapan anak bernama Gentar itu merasa merinding? Panas aja ga bisa dirasain sama dia!

Gentar terkekeh kecil mendengarnya. "Lain kali fokus, Sop! Malem-malem tu tidur, bukan main!" Ejek Gentar.

"Ish! Aku kurang banyak baca Al Qur'an, nih. Jadinya banyak yang berusaha nakutin aku!" Seru Sopan berjalan keluar dari area kuburan. Sadar dikibulin sama jin yang suka jahil, lain kali kalo ada yang berusaha ngibulin dia, dia smackdown jinnya!

"Nah, tuh! Kurang banyak baca doa, lu! Jadinya jinnya suka ngibulin lu! Besok gue jemput naek sepeda Bum! Bum! Sekarang lu pulang terus tidur!" Titah Gentar. Sopan berdehem kecil lalu mematikan telefonnya.

Sepertinya dia perlu ngusul perkuat acara agamisnya biar tu jin, jin, semua pergi! Itu yang Sopan pikirkan sedari tadi.

Sopan membaca banyak surat-surat pendek sebelum kembali ke pondoknya. Biar ga ada jin yang ngikutin, gitu maksudnya.

---

"Bang Sopan ga papa?" Tanya Angin polos. Dia khawatir dengan Abang jadi-jadiannya ini.

"Eh, Abang ga papa. Angin belum tidur?" Tanya Sopan yang melihat Angin sudah bergelung dengan selimutnya. Angin menggeleng.

"Angin nunggu Abang. Tapi, Bang, dari tadi ada yang berusaha ngerasukin Abang!" Seru Angin. Sopan membulatkan matanya tak percaya.

"Beneran?" Tanya Sopan. Angin mengangguk. "Waktu Abang masuk, dia juga ikutan masuk,"

Blushh! Sopan akhirnya merinding. Melupakan fakta kalau Angin adalah makhluk yang diberikan mata spesial, bisa melihat yang tak kasat mata.

Sopan mejamin mata semakin gencar baca ayat kursi biar jin yang Angin maksud segera pergi.

...

Kenapa malah jadi horor? Baru awal hewhew. Satu dua bab lagi masuk ke konflik utama.

Human Sides [Tamat] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang