¦16¦

73 12 0
                                    

Gentar sudah diperbolehkan pulang saat seluruh tubuhnya mulai membaik. Gentar juga sudah makan banyak untuk memulihkan tenaganya.

Saat sampai di rumah, lagi-lagi ia mendapati masalah baru.

"Benar kamu yang membuat Supra tidak bisa dihubungi? Sudah 2 hari, tapi Supra masih tidak masuk sekolah dan tidak bisa dihubungi." Tanya sang kepala keluarga baru Gentar. Baru saja Gentar membuka mulut untuk menjawab, tapi disahut oleh Petir.

"Benar, Pa! Waktu itu Gentar bawa Supra disini. Terus kayanya Gentar mengejek Supra sampai Supra bahkan ga balas sapaan ku." Sahut Petir mengadu domba. Sang kepala keluarga menatap Gentar marah. Kopi panas yang baru saja ia buat disiramkan ke tubuh Gentar.

"Aku sudah berusaha menerima mu di sini, tapi ini balasan kamu?" Tanya orang tua itu marah. Gentar terdiam. Sesekali ia meringis seperti kepanasan agar mereka tidak melakukannya lagi.

"Tapi Pa, Gentar ga ngapa-ngapain." Jawab Gentar membela diri. "Ga usah bohong lu! Gue lihat sendiri! Lu ngejek Supra sampe dia bahkan ga mau balas sapaan gue."

"Gue ga ngapa-ngapain, Kak." Bantah Gentar. "Gentar! Ga usah bohong kamu! Kamu mau saya usir dari sini?" Gentar terkekeh miris.

"Papa mau ngusir aku dari rumah ku sendiri? Ini rumah Bapak Gentar, Pa. Bukan rumah Papa." Jawab Gentar berani. Mereka keterlaluan. Rumah ini, rumah warisan dari Bapaknya buat dirinya dan Tanah. Dan mereka seenaknya mau mengusir dirinya?

"Ga usah kepedean kamu! Ini bukan rumah kamu. Ini rumah sudah pindah nama atas nama ku."

"Cuih, semiskin apa si Papa sampe mau ngusir aku? Sudah ku bilang, Gentar ga ngejek Supra. Dan juga, Gentar udah nerima Papa sama Petir dari awal, tapi Papa sendiri yang ga terima aku." Gentar menatap nanar mereka berdua. Ia tidak takut melawan mereka. Dipastikan saat setelah ulang tahunnya ke-18 tahun nanti, ia akan mengambil semua apa yang seharusnya menjadi miliknya.

"Ga usah sok kamu. Dasar anak ga tau diuntung! Sudah baik-baik aku masukkan kamu ke sekolah ku, berikan kamu uang jajan, bahkan kamu ga perlu bayar uang sekolah, bisa pamer rumah mewah ke teman mu. Begini balasan mu?" Sang Papa meludahi baju Anak tirinya kesal.

"Anak ga tau diuntung begini yang Ibu kamu bela-belain sampai sekarang? Cih, modelan Anjing begini." Gentar terkekeh miris. Sebenarnya siapa yang modelan Anjing?

"Saya juga punya batas kesabaran, Pak tua. Asal Bapak tau, sekolah itu sebenarnya milik Bapak kandung saya, bukan Anda! Bapak yang jangan sok-sokan dengan jabatan yang Bapak ambil paksa dari Bapak saya." Gentar menuding bahu lelaki dewasa dihadapannya lalu pergi meninggalkannya.

Muak.

Itu yang ia rasakan.

–––

"Woi! Katanya Supra bolos 3 hari, ya?" Tanya Gopal yang tiba-tiba datang bersama teman-temannya. Fang datang bersama Ying yang entah sejak kapan sudah bersama lelaki itu. Yaya sebagai ketua osis yang belum purna juga berada di sebelah Ying.

"Jangan salfok sama gue, ya! Gue cuma temenin Yaya. Katanya dia dapet perintah dari guru-guru disuruh tanya tentang Supra ketemennya," kata Ying memecahkan pikiran aneh-aneh temannnya Supra.

Sori menyeringai jahil. "Olololo, yakin ga sama Fang?" Goda Sori yang mendapat tepukan keras dibahunya dari Fang.

"Gue masih usaha bro," katanya. Sori terkekeh senang.

"Jangan kelamaan digantung, Ying. Nanti Fang nyerah. Susah dapet yang modelan Fang." Ying mendelik kesal kepada Sori. Enak aja mereka dicomblangin terus.

"Ekhm. Jadi, kalian tau ga Supra kemana?" Tanya Yaya. Mereka semua mengendikkan bahu tidak tau.

"Kalau kita tau, kita langsung bilang ke gurunya kali. Ya, kan, Ri?" Frostfire mengalungkan lengannya ke leher Sori. Sori mengangguk antusias.

Human Sides [Tamat] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang