Ali POV
Sekali lagi aku menoleh ke balakang dan lagi-lagi mendapat hasil yang nihil. Berhentilah berkhayal Ali! Prilly tak akan ada di sini.
Bolehkah aku berharap? Ya. Sedari tadi aku berharap Tuhan membawaku ke saat dimana aku pergi ke Sydney setahun yang lalu. Saat itu aku tak menyangka bahwa Prilly akan berada di Bandara ketika keberangkatanku mengingat betapa kecewanya dia dengan berita kepergianku yang mendadak. Tapi entah dengan apa hatinya dibuat, gadis itu akhirnya mau menjalani hubungan jarak jauh denganku.
Aku berharap Prilly mengejarku lagi saat ini. Aku ingin mengucapkan selamat tinggal padanya. Aku ingin mendapat pelukan perpisahan darinya.
Perpisahan? Aku tak tau.Kala itu aku berjanji akan pulang secepatnya pada Prilly. Dan beberapa hari lalu aku berhasil menepati janjiku itu walau ternyata terlambat. Tapi sekarang? Aku tak tau kapan akan pulang. Aku ingin menenangkan hati dan pikiranku. Toh aku tak memiliki alasan untuk pulang selain keluarga dan sahabatku? Tak ada lagi Prilly yang dengan setia menunggu ku.
'Kenapa perasaanku nggak enak sih..' batinku berucap.
Memang benar sedari tadi dadaku terasa sesak entah apa yang terjadi. Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Dan tiba-tiba pikiranku tertuju pada cewek bawel ku. Apa dia baik-baik saja?
Aku menoleh lagi ke belakang, mendapati orang-orang sibuk berlalu lalang menyiapkan keberangkatan mereka ataupun sekedar mengantar kerabatnya. Sedangkan aku? Aku memilih untuk berangkat ke bandara sendiri, tak ada yang mengantar dan menemani. Aku hanya tak ingin orang-orang menemukan kesedihan mendalam yang pasti terpancar dari mataku.
Tangan kiriku terangkat agar mataku dapat melihat arloji yang melingkar disana dengan jelas. Aku harus masuk ke pintu keberangkatan sebentar lagi.
Tapi.. aku memikirkan Prilly. Tiba-tiba seperti ada beban yang menahanku untuk pergi. Ada apa ini? Padahal tadi malam aku sudah menyiapkan mental untuk menghadapi ini semua.Tidak, Li. Pergilah.
Aku melangkahkan kaki ku kembali menuju pintu keberangkatan. Selamat tinggal, Prill...
..
....
..
'Ah nggak!! Persetan dengan semua ini. Aku harus ketemu Prilly!!!' aku berlari berbalik arah saat tinggal beberapa langkah lagi melakukan pengecekan.
Aku tak mempedulikan tiket ku yang hangus begitu saja toh aku membelinya dengan uang tabunganku sendiri. Suara announcer Bandara yang mengatakan bahwa pesawatku akan berangkat sebentar lagi tak kuhiraukan. Beruntung aku hanya membawa tas ransel yang tak begitu merepotkan untuk mempercepat langkah kakiku. Aku terus berlari kemudian menaiki salah satu taksi yang terparkir di area bandara. Aku harus bertemu Prilly. Firasatku tak enak mengenai gadis itu.
***
Author POV
"Kenapa berhenti Pak?" tanya Ali pada si supir taksi ketika ia merasa taksi yang ia tumpangi tak lagi melaju.
"Macet Mas.. kayaknya habis ada kecelakaan.." jawab Pak Supir.
Ali menegakkan tubuhnya. Kepala nya bergerak berusaha melihat dengan jelas apa yang menjadi penyebab kemacetan. Tapi kerubungan orang yang berada di situ membuat Ali tak dapat melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Karena penasaran, Ali memutuskan untuk keluar dari taksi sebentar setelah berpamit pada Pak Supir. Tas punggungnya ia tinggal di dalam mobil taksi.
"Kenapa sih kok bisa macet cuma di lajur ini.." gumam Ali.
Ia pun mendekat pada kerubungan orang yang hampir semuanya beraut wajah panik.
"Permisi Pak.. itu ada apa ya?" tanya Ali pada seorang bapak yang mengenakan topi merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
I am Untouchable
FanfictionBagaikan angin, aku selalu mengikuti kata hatiku. Aku tak mempedulikan kata-kata orang. Bagaikan angin, aku tak tersentuh. Aku lebih banyak menutup diri terlebih setelah kehilangan kedua orang tua yang kusayangi. Hingga aku bertemu sosok dingin yan...