Twenty four

457 18 0
                                    




======

One week later.

Aura, menatap pantulan dirinya dibalik cermin besar. Tubuh mungilnya dibalut dengan gaun pengantin berwarna putih tulang, rambutnya dibiarkan tergerai dengan mahkota bunga diatas kepalanya. Sangat cantik! Gadis itu menghembuskan nafas beratnya, ia menatap sayu pada pantulannya sendiri. Hari ini---merupakan hari pernikahannya dengan Lean, seperti yang pernah pria itu katakan satu minggu lalu bahwa mereka akan melangsungkan pernikahan. Aura ingat, selama itu pula dirinya menolak keras keputusan pria itu. Namun, segala jenis alasan yang dilontarkannya seakan tak membuat keinginan pria itu goyah.

Dan hari yang sangat tak diinginkan Aura pun tiba sekarang. Lagi, ia menghela nafas berat. Rasanya menyenangkan jika hal yang sangat diinginkan semua orang terjadi padanya, siapa yang tidak ingin menikah? Semua orang pun pasti menginginkannya. Tapi bukankah lebih menggembirakan jika kau atau siapapun itu menikah dengan orang yang kau cintai, bukan dengan paksaan. Aura memang bahagia salah satu impiannya menjadi nyata, yaitu menikah---tapi jujur saja hal yang ia tunggu-tunggu itu justru membuatnya sangat keberatan.

Terlalu larut dalam pikirannya, Aura tak menyadari kehadiran Lean yang memeluk pinggangnya dari belakang. Pria itu tampak semakin mempesona dibalut tuxedo berwarna putih senada dengan gaun Aura. Aura sedikit terlonjak akan kehadiran pria itu yang tiba-tiba, tapi sesegera mungkin ia langsung mengubah ekspresinya seperti semula. Keduanya sama-sama diam untuk berapa detik hingga Lean pun bersuara.

"Kau sudah siap, sweetie?" Tanyanya. Aura masih diam, ia memejamkan matanya sejenak merasakan sesak yang amat di dadanya."Kenapa?..... Kenapa harus aku yang berada diposisi ini, Lean?" Katanya dengan nada parau.

Lean melepaskan rengkuhannya lalu, membalikan gadis itu agar berhadapan dengannya."Ini takdir, sweetie mau atau tidak kau harus menjalaninya" Balasnya seraya mengusap pipi Aura yang memiliki jejak air mata disana.

Aura menepis tangan pria itu, ia menggeleng pelan."Ini bukan takdir. Kau memaksaku untuk menerima takdir ini" Tukasnya.

"Benar aku yang memaksamu....." Lean menjeda ucapannya."Anggaplah aku memang jahat. Tapi, aku melakukan semua ini untukmu, sweetie" Lanjutnya.

"Untukku?..... Untuk apa?"

"Sudahlah, Aura aku tidak ingin berdebat dihari yang spesial ini. Lebih baik kita ke altar sekarang." Lean meraih pergelangan tangan gadis itu lalu menuntunnya menuju altar.

Aura diam ia memilih untuk mengikuti upacara pernikahan itu dengan berat hati. Lagipula jika ia menolak pun itu akan percuma. Meski Aura merasa terpaksa menjalani pernikahan ini, tak bisa dielak bahwa ia juga sedikit bahagia menikahi sosok sesempurna Lean. Hanya sedikit!.

Janji pernikahan baru saja diucapkan, kini acara berlanjut ke sesi tukar cincin. Sorak tepuk tangan bergemuruh memenuhi altar meski tamu yang diundang tak terlalu banyak. Aura dan Lean saling menatap dalam diam, keduanya tak menyangka pertemuan tidak sengaja membuat mereka berakhir di altar seperti saat ini. Bulir air mata jatuh begitu saja dari sudut mata Aura, entahlah ia merasa bahagia juga untuk pernikahan terpaksa ini.

Lean mengecup dahi istrinya itu lembut. Ia tersenyum senang, akhirnya saat ini pun tiba dimana Aura telah menjadi miliknya sepenuhnya. Tanpa kedua sejoli itu sadari, sejak awal acara orang-orang tak dikenal menyusup masuk dalam acara tersebut, mereka berjumlah begitu banyak, menyusup dalam tamu-tamu undangan hingga kehadiran mereka tak disadari siapapun.

Salah satu orang asing yang duduk dibangku bagian paling belakang di ujung bangkit dengan senapan yang siap menembakkan pelurunya, nampak orang-orang disekitarnya tak menyadari bahaya disekitar mereka---orang itu memfokuskan bidikannya tepat pada sang pengantin pria. Lalu, ia menoleh kepada seorang pria berpakaian serba tertutupnya yang berada dekat dengan pengantin pria tersebut. Pria yang ditatapnya itu mengangguk.

Dor...

Satu peluru melesat mengenai lengan Lean hingga membuat tuxedo nya yang semula bersih kini ternodai oleh bercak darah. Pria itu menoleh pada siapa yang berani mengusik hari pernikahannya itu. Belum sempat Lean melihat penyusup itu, puluhan tembakan sudah saling bersahutan menembaki siapa saja yang ada di acara tersebut. Dengan sigap, Lean menuntun Aura yang masih terkejut itu berlindung dibelakangnya. Lean menyerukan perintah pada seluruh penjaga yang berjaga disana untuk melawan para penyusup itu.

"Lean..." Pekik Aura saat melihat pria itu mengeluarkan pistolnya dan menembaki para penyusup itu dengan penuh amarah. Lean tak menanggapi ucapan gadis itu, ia tetap fokus pada tamu tak diundang yang jumlahnya tak terhitung itu.

"Shit!" Desis Lean saat merasakan peluru panas mengenai kakinya. Dengan cepat ia memanggil Franky guna melindungi Aura supaya ia bisa melawan pengganggu-pengganggu tersebut dengan leluasa.

Setelah Franky tiba Lean dengan sedikit berat melepaskan genggaman tangannya dari Aura. Pria itu segera melawan para penyusup itu dengan tanpa ampun. Aura menutup mulutnya tak sanggup berkata apapun dengan pemandangan mengerikan didepannya ini. Para tamu undangan tampak panik dan ricuh berusaha menyelamatkan dirinya masing-masing.

Tanpa Aura sadari seseorang berdiri dibelakangnya dengan tersenyum miring. Orang itu langsung menyerang Franky yang tak siap hingga membuat pria itu terhuyung kedepan. Aura menoleh melihat siapa dalang dari ini semua. Pria itu menyeringai dibalik masker hitamnya. Segera ia memerintahkan beberapa anak buahnya untuk menghajar Franky. Pria itu berjalan perlahan mendekati Aura yang gemetar ketakutan.

Dor...

Lean menembak mengenai orang yang hampir sampai pada Aura."Jangan sentuh, istriku. Sialan!" Geramnya.

"Ucapkan selamat tinggal pada Istrimu, mulai sekarang." Ucap pria itu dengan seringaian nya. Dengan gerakan cepat ia membekap Aura hingga gadis itu tak sadarkan diri.

Lean berlari hendak menyelamatkan Aura namun, sialnya puluhan peluru dari berbagai arah menembakinya. Lean lalai dalam pertempuran itu, tubuhnya terjatuh diatas lantai, tangannya mengepal kuat saat melihat keadaan Aura yang tak sadarkan diri dalam gendongan 'pria itu'. Napas Lean terasa berat, seluruh tubuhnya seperti dibakar oleh api, perlahan matanya terpejam seiring para penyusup itu membawa Aura pergi.

"Aura..... Sweetie--a...aku....akan men...yelamatkan...mu" Kata Lean sebelum kegelapan merenggut kesadarannya.

======

New Zealand, 12:00 am.

Seorang pria berambut pirang duduk disisi ranjang dengan tangan yang terus mengusap kepala seorang gadis yang tertidur pulas sejak satu minggu yang lalu. Pria itu ditemani oleh seorang dokter wanita yang kini tengah menyuntikan sesuatu pada gadis yang berbaring tersebut.

Pria itu menatap sang dokter."Bagaimana?" Tanyanya setelah dokter tersebut memasuki alat medisnya kedalam tas.

"Nona akan sadar beberapa hari lagi, tuan. Saat sadar ia akan mengalami sakit kepala akibat obat yang selama ini saya berikan. Setelahnya nona, mungkin tidak akan mengingat apapun tentang masa lalunya, itu juga efek dari obatnya..... Saat sadar tolong jangan berikan pertanyaan yang membuat nona, stress. Kalau begitu saya permisi dulu, tuan." Terang dokter tersebut kemudian pergi dari tempat meninggalkan pria itu bersama gadis tersebut yang masih tertidur sejak satu minggu lalu.

Pria bersurai pirang itu tersenyum penuh arti."Now you're mine, honey. Aku tidak akan membiarkannya merebutmu lagi dariku!" Ucapnya kemudian mengecup puncak kepala gadis itu singkat.

Setelah puas menatap dan sedikit bermain dengan bibir manis gadis tersebut, pria itu melenggang pergi keluar kamar dan memerintahkan beberapa penjaga untuk mengawasi gadis tersebut.

















Continued

FALLING Into DARK Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang