*BUKU CATATAN BECKY
Diujung batas kota Albany terdapat sebuah sekolah menengah swasta elit.
Fulton Edge Academy
Fulton Edge memiliki keistimewaan karena telah mengajar lebih banyak anak pejabat pemerintah dibandingkan sekolah lain mana pun di negara ini, suatu kehormatan yang mereka bawa dengan bangga, terbukti dengan fakta bahwa nama sekolah tersebut dipajang di mana-mana. Di mana pun. Bahkan ada spanduk jelek yang tergantung di koridor utama. Persiapan kuliah, dengan penekanan pada ilmu politik, ini adalah tempat yang tepat bagi seorang anggota kongres terkemuka untuk mengirim putra/putri remajanya yang pemberontak—sebuah fakta yang di ketahui dengan baik, mengingat itulah sebabnya kau berakhir di sini, tenggelam dengan seragam biru dan putih untuk tahun keempat berturut-turut. Bukan berarti aku pemberontak tapi ayahku bersikeras menyekolahkan aku disini karna ayah ingin aku mengikuti jejaknya yang bekerja di kantor pemerintahan.
Kelas sudah dimulai, hari pertama di tahun terakhirmu tapi kau malah berkeliling, tidak terburu-buru untuk mencapai tujuanmu—Politik Amerika. Politik Komparatif yang akan kau pelajari nanti sore, dengan mata pelajaran Sastra (Sastra Politik Antara Perang Dunia) dan Matematika (Metode Matematika dalam Ilmu Politik) yang sangat menarik. Satu-satunya hal dalam jadwal mu yang tidak terpengaruh adalah PE, kemungkinan besar karena mereka belum menemukan cara untuk melibatkan pemerintah.
Terlambat lima belas menit, kau membuka pintu kelas lalu masuk, mengganggu guru yang sudah memberikan ceramah. Langkah kakimu terhenti selama sepersekian detik, seolah kakimu tidak sanggup melanjutkan perjalanan, sebelum kau akhirnya menutup pintu dibelakang mu. Kau adalah seorang pelanggar aturan, begitu juga caramu berbicara, dengan dasi yang longgar, kemeja putih mu tidak dimasukkan ke dalam, membuat sedikit kekacauan di tengah kesempurnaan yang kau buat-buat, membuang seluruh estetika sekolah persiapan politik.
"Sarocha" ucap guru itu sambil menatapmu dengan tatapan menyipit. "Suatu kehormatan kau bisa hadir pagi ini"
"Aku tahu." Jawabmu, suaramu terdengar sarkasme saat kau menuju ke bagian belakang kelas, ke satu-satunya meja yang kosong. "Seharusnya aku muncul lebih cepat, tapi yah… aku tidak terlalu peduli untuk berada di sini."
Ada keributan yang canggung, tenggorokan tercekat, jeda panjang tanpa ada orang yang berani berbicara saat kau duduk di kursi. Kau mengubah keseluruhan citranya. Hal ini membuat mereka tidak nyaman.
"Seperti yang kubilang tadi," ucap guru itu. "Para Pendiri..."
Pria itu terus berbicara. Dia banyak bicara. Kau mengayunkan kursi mu dengan kaki belakang. Tatapanmu mengamati ruang kelas, mengamati teman-teman sekelasmu, wajah-wajah yang kau kenal baik tetapi bukan wajah-wajah yang ingin kau lihat, sampai kau melirik ke kanan, ke meja di sampingmu, dan kau melihatnya.
Wajah yang belum pernah kau lihat sebelumnya.
Dia hanya seorang gadis biasa, tidak ada yang istimewa darinya. Rambut coklatnya tergerai di separuh punggungnya. Kulitnya tidak se-eksotis seperti gadis-gadis lain di sini. Hanya ada tiga dari mereka di seluruh kelas dua belas—tiga dari tiga puluh kelas. Hanya sepersepuluh dari populasi perempuan.
Mungkin itu sebabnya kau menatap, kenapa kau seperti tidak bisa mengalihkan pandanganmu. Perempuan itu seperti unicorn di tempat ini, bahkan yang paling umum sekalipun. Tidak mungkin mereka semua adalah keluarga bangsawan.
Atau mungkin ada alasan lain.
Mungkin ada hal lain yang membedakannya.
Tatapanmu tak mudah untuk diabaikan, meski gadis itu sudah berusaha. Kulitnya terasa tertusuk seolah-olah kau menyentuhnya. Rasa dingin mengalir di tulang punggungnya. Dia gelisah, bermain-main dengan pena tinta hitam murahan di atas buku catatan yang belum dia tulis.