Bab 17

438 85 6
                                    

Becky

"Kakek! Kakek! Coba tebak siapa yang baru saja aku temui?"

Maddie mulai berteriak begitu dia keluar dari mobil, berlari ke teras rumah. Ayah sedang duduk di kursi goyangnya, menghentikan gerakannya. "Siapa?"

"Breezeo!" katanya, ketika dia sudah berhenti di depan kakeknya, mengayunkan lengannya untuk memulai ceritanya. "Dia ada di toko, dia tidak percaya bahwa bebek menyukai kangkung jadi dia datang ke taman untuk melihat dan memberi makan bebek-bebek itu juga! Tapi menurutku dia takut, karena dia tidak memberi makan bebek nya."

Ayah berkedip padanya seakan tak percaya saat menyerap kata-kata itu. "Breezeo?"

Dia mengangguk. "Tapi bukan Breezeo asli karena Breezeo tidak nyata, jadi dia adalah Freen."

"Freen."

Angguknya lagi. "Aku bilang padanya dia harus datang ke sini juga karena kakek juga suka Breezeo, dia bilang mungkin dia akan datang lain kali."

Ayah tertawa. "Ha-ha! kakek ingin melihatnya datang ke sini."

"Ayah," aku memperingatkan.

"Aku juga!" kata Maddie, tidak menyadari bahwa itu adalah sebuah ancaman. Dia berlari masuk, meninggalkanku sendiri dengan ayahku. Ayah tidak mengatakan apa pun tetapi ekspresinya mengatakan semuanya.

"Ini seperti bola salju," kataku sambil duduk di sampingnya. "Kita perlu membuat orang asing itu membicarakan bahayanya karena Maddie langsung mendatanginya."

"Like father like daughter" ucap ayah. "Apa kau tidak berencana memberi tahu Maddie siapa dia sebenarnya?"

"Aku tidak yakin bagaimana menjelaskannya."

"Katakan saja pada Maddie dia adalah ayahnya."

"Menurutku tidak sesederhana itu ayah."

"Tapi memang begitu kenyataannya," jawab ayah. "Maddie gadis yang cerdas Nak. Lagi pula apa menurutmu dia akan menerima berita buruk?"

"Tidak, dia akan menjadi anak paling bahagia di dunia ini. Aku hanya takut Freen akan mengecewakannya."

"Maaf jika ayah harus mengatakan ini padamu, tapi itu bukan sesuatu yang bisa kau kendalikan. Apakah Maddie akan kecewa? Mungkin. Tapi Freen akan mencintainya, Freen akan berusaha dan Maddie berhak mendapatkan kesempatan untuk mencintainya sebagai balasan."

Ayah benar tapi yang membuatku ragu adalah ayah membuatnya terdengar begitu sederhana ketika ayah tidak tahu apa yang sedang aku rasakan saat ini.

"Apa ayah sadar kita sedang membicarakan orang yang sama yang pernah ayah sebut sebagai hal terburuk yang pernah terjadi pada putri seseorang?"

Ayah tertawa.

"Kakek, bolehkah aku meminta ini?" Maddie bertanya sambil menghambur ke teras memegang es loli pisang. Dia menjilatnya tanpa menunggu izin, satu gigitan sudah diambil dari atasnya.

"Apa? Kau mau es loli kakek?" ayah mengernyitkan wajahnya. "Tidak mungkin! kakek menyimpannya untuk nanti!"

Maddie membeku, matanya yang lebar berkedip-kedip antara es loli dan kakeknya. "Uh oh."

"Kakek hanya bercanda sayang," katanya sambil menyenggolnya. "Tentu saja kau boleh memilikinya,"

***
Hari sudah gelap ketika kami sampai di apartemen. Maddie sudah tertidur lelap, jadi aku menggendongnya dan membawanya masuk ke dalam. Sepatunya sudah terlepas, tertinggal di dalam mobil, aku segera membaringkannya di tempat tidur dan menyelimutinya, lalu aku mencium keningnya. "Ibu sangat mencintaimu Sayang."

Ghosted (adaptasi) endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang