Bab 15

438 85 18
                                    

Madison Jacqueline Sarocha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Madison Jacqueline Sarocha



Freen

Taman tidak terlalu ramai sore ini, hanya ada beberapa keluarga yang berkumpul sedang asik bermain sendiri. Tidak ada yang memperhatikanku saat aku berjalan menuju tempat Becky dan Madison berada. Aku menurunkan topi sangat rendah serta mengenakan kacamata hitam untuk menghindari kontak mata.

Aku sudah pernah melakukan konferensi pers, berjalan langsung di acara karpet merah, mengikuti deposisi dengan pengacara berkekuatan hukum tinggi yang tidak pernah ragu untuk mencabik-cabik ku. Aku pergi ke rehabilitasi sekali... dua kali... oke, lebih dari lima kali, mengikuti pertemuan AA (pertemuan kelompok yang dihadiri oleh setiap anggota komunitas, baik pecandu alkohol maupun non-alkohol.) yang tak terhitung jumlahnya dan mencurahkan jiwaku pada psikiater terbaik di West Coast. Audisi demi audisi, pertemuan dan negosiasi, wawancara di press junket dimana wartawan sepertinya tidak mengerti apa yang dimaksud dengan 'tidak ada pertanyaan pribadi'. Aku pernah berada di dekat beberapa orang penting dalam hidupku. Bahkan pernah bertemu presiden.

Namun semua yang aku sebutkan tadi, aku tidak pernah merasa gugup seperti yang ku alami saat ini.

Telapak tanganku berkeringat. Lenganku gatal. Pergelangan tanganku sakit sekali—aku bisa merasakannya berdenyut seiring detak jantungku.

Meski terasa sakit aku menahannya, berjalan menuju ke tepi sungai tempat Becky berada bersama putri kami.

Aku merasa seperti orang bodoh, tapi..ya.. tidak ada yang akan menghalangi ini…aku akan mengambil apa pun yang aku bisa.

"Kau datang!"

Suara Madison nyaring dan bersemangat, dia berlari ke arahku, masih membawa sekantong kangkung. Rambut hitamnya jatuh ke wajahnya, kepangannya terlepas. Dia meniupnya, berusaha menyingkirkan dari matanya lalu dia tersenyum padaku.

"Tentu saja," kataku. "Aku tidak akan melewatkan untuk melihat bebek-bebek ini."

Dia menyodorkan salah satu kantong ke arahku, hampir saja meninjuku dengan kantong itu. Aku meringis saat dia menekan tulang rusukku yang memar. Sakit sekali tapi aku tidak bersuara atau bahkan protes. "Kau bisa memberi mereka makan dengan yang itu dan aku yang ini."

Aku mengambil kantong itu ragu-ragu sebelum menarik gendongan dari lenganku. Aku seharusnya tetap memakainya selama beberapa hari lagi tapi persetan dengan itu, aku tidak bisa melakukan ini dengan satu tangan. Aku menyaksikan Madison merobek kantongnya dan hampir menumpahkan semua kangkungnya. Tanganku terulur untuk menggenggamnya, membuatku meringis lagi saat rasa sakit menusuk lengan bawahku. "Hati-hati."

"Aku tahu," katanya tanpa basa-basi, meskipun dia tidak melakukannya, meninggalkan jejak kangkung di sekitar kita seperti Hansel Gretel dengan remah roti. Tak seorang pun akan berhasil mencapai sasaran dengan kecepatan yang kita tuju.

Ghosted (adaptasi) endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang