Freen
"Bagaimana perasaanmu?"
Pertanyaan jutaan dolar, pertanyaan yang sudah sering aku dengar selama setahun terakhir ini. Aku ditanyai hal-hal yang menjengkelkan, hari demi hari, malam demi malam, tapi tidak ada yang menarik perhatianku seperti itu. "Menurutmu, bagaimana perasaanku?"
"Defleksi tidak membantu siapa pun, kau tahu," katanya. "Ini adalah mekanisme pertahanan yang membuat kita tidak mengakui masalah kita."
"Jangan mengucilkan ku Nick," kataku. "Jika aku ingin menjalani psikoanalisis aku akan berbicara dengan psikiaterku yang sebenarnya sekarang juga."
"Oke..oke, jadi kau merasa seperti orang bodoh ya?" katanya. "Kau hanyalah kotoran anjing yang menempel di dasar sepatu yang terkikis di pinggir jalan karena tak seorang pun mau berurusan dengan kotoran di sepatu mereka."
"Kurang lebih seperti itu."
"Itu menyebalkan bukan?"
Aku tertawa mendengar cara dia dengan santainya mengatakan itu. "Ingatkan aku lagi kenapa aku menelepon mu?"
"Karena kau akan memberikan kacang kirimu untuk dikebiri dan kau memerlukan seseorang untuk menghubungimu atas omong kosongmu."
Sambil menghela nafas aku mengusap wajahku dengan tangan kiriku.
Betapa benarnya dia…
Ini malam yang tenang di Bennett Landing. Hampir setiap malam terasa seperti ini. Matahari terbenam dan kota menjadi gelap, yang tersisa hanyalah pikiranku, ini adalah tempat yang sangat berbahaya. Terakhir kali aku merasa terisolasi adalah ketika aku kembali ke rehabilitasi saat aku masih berjuang untuk menjadi bersih. Aku pikir aku telah membuat beberapa kemajuan besar sejak saat itu tetapi tetap saja beberapa malam menguji emosiku.
Aku sudah berkeliaran di luar selama satu jam terakhir, berjalan menuju tepi laut melalui Landing Park di samping penginapan, membocorkan rahasiaku melalui telepon kepada orang bodoh yang menyimpulkan dirinya sebagai 'penghisap'.
"Kita semua mengalami malam yang buruk kawan. Kau tahu itu," kata Nick. "Cobalah mengingat alasan kau berada di sana. Minum alkohol sama sekali tidak akan membantumu menebus kesalahan."
Dia benar. Tentu saja benar.
"Aku sedang mencoba," kataku sambil berjalan mengamati area piknik kecil. Langkah kakiku terhenti ketika aku melihat ada gerakan, seseorang sedang duduk di atas salah satu meja piknik dan menatap ke arah air.
Aku berkedip, melihat sekilas wajahnya di bawah sinar bulan saat Nick mulai mengoceh, menyuruhku pergi mengunjungi ....
Entahlah, apa yang dia bicarakan.
Aku tidak menyangka ada orang di tempat ini pada jam tengah malam, tapi yang pasti dia adalah. "Becky?"
Dia berbalik ke arahku.
Dia tidak terlihat terkejut seperti yang kuduga, matanya waspada saat memperhatikanku.
"Kau mendengarkan ku Sarocha?" tanya Nick. "Atau aku hanya membuang-buang napas?"
"Aku mendengar mu," kataku padanya. "Kau akan lihat apa yang dapat aku lakukan."
"Baik," katanya. "Aku tahu tidak mudah memercayai orang lain, tapi menurutku itu akan membantumu."
"Ya," gumamku. "Aku harus pergi."
"Kau yakin? Kau baik-baik saja?"
"Ya, aku baik-baik saja."