Klik. Klik. Klik.
Kilatan bola lampu yang tak henti-hentinya tampak terang dan menyilaukan seiring dengan kilatan kamera yang terjadi secara berurutan, mengambil lusinan foto setiap beberapa detik untuk mengabadikan momen tersebut. Ratusan—mungkin ribuan—penggemar berjajar dibelakang barikade logam di sepanjang jalan di depan teater Hollywood yang terkenal itu. Orang-orang berkemah selama berhari-hari, sangat ingin menjadi bagian darinya, sangat ingin berada di sana untuk karpet merah Breezeo.
Berdebar. Berdebar. Berdebar.
Detak jantung Freen yang tidak menentu berdebar kencang dan bergema di telinganya. Dia telah melakukan cukup banyak acara selama bertahun-tahun sebelumya, seharusnya ini mudah. Tetapi dia merasa gugup. Bukan untuk dirinya sendiri, tapi juga gadis kecil yang berpegangan erat di tangannya, gadis kecil itu mengenakan gaun cantik berwarna merah muda pilihan ibunya. Ini adalah pertama kalinya dia berada di Hollywood, pertama kalinya dia terlibat dalam bagian kehidupannya.
Freen tidak ingin dia kewalahan.
"Freen! Freen! Lihat sini.." Orang-orang berteriak dari sekeliling mereka, berusaha menarik perhatiannya. "Lewat sini! Ke kiri! Ke kanan! Freen tunggu! Berhenti di sana! Lihat ke atas!"
Mereka berhenti berjalan, berpose untuk mengambil foto lagi. Padahal mereka baru berjalan beberapa meter dan Freen membungkuk hingga sejajar dengan gadis kecilnya, dia senyuman saat kamera terus berkedip.
"Apakah kau baik-baik saja?" dia berbisik.
Gadis kecil itu mengangguk lalu nyengir, mata coklatnya berbinar di bawah lampu. "Aku menjadi kepingan salju lagi, jadi aku tidak bisa mendengar siapa pun."
"Gadis baik," katanya. "Teruslah tersenyum."
Freen menepuk kepala gadis kecilnya lalu mencium pipinya dan suara ooh dan ahh bergemuruh mengelilingi mereka. Dia tadi sangat mencuri perhatian semua orang saat mereka baru saja keluar dari limusin, menarik perhatian. Gadis kecil yang sangat cantik dengan bintang di matanya.
Klik. Klik. Klik.
Mereka terus berjalan di sepanjang karpet, berpose, sebelum seseorang dengan setelan jas hitam mengarahkan mereka menuju media. Wawancara. Ini adalah bagian yang paling dibencinya—dipaksa menjawab pertanyaan yang beberapa di antaranya terasa tidak nyaman.
"Hadirin sekalian, seseorang yang sangat kalian tunggu-tunggu, bintang malam ini—Freen Sarocha!" Reporter berambut pirang mungil itu tersenyum mempesona saat dia naik ke platform melingkar untuk bergabung dengannya dalam siaran langsung. "Bagaimana perasaan mu malam ini Freen?"
"Luar biasa," katanya. "Senang sekali bisa berada di sini."
"Yah, harus kuakui—kau tampak sungguh luar biasa," kata reporter itu. "Kau juga tampak bersinar sekali, mungkinkah itu ada hubungannya dengan gadis kecil yang saat ini bersamamu?"
"Tentu saja.. dia adalah alasanku, aku orang yang sangat beruntung malam ini." katanya.
Pertanyaan lagi. Begitu banyak pertanyaan.
Dia menjawab semua yang dia bisa jawab.
"Sekarang sebelum kau pergi, izinkan kami bertanya," kata reporter itu. "Pagi tadi telah diumumkan bahwa komik Breezeo akan diluncurkan kembali. Apakah ada kemungkinan kami akan melihatmu kembali mengenakan kostum untuk film lain?"
Dia tersenyum. "Untuk saat ini, aku ingin menikmati hangatnya berkumpul dengan keluargaku. Namun tidak menutup kemungkinan jika suatu saat nanti aku akan kembali berakting."
Berkali-kali, pertanyaan-pertanyaan mengalir—sebagian bersifat pribadi, tetapi sebagian besar tidak. Dia berpindah dari reporter satu ke reporter yang lainnya, banyak sekali reporter malam ini.