Becky
"Ayo Maddie kita harus segera berangkat!" teriakku, sambil memindai barang-barang untuk mencari kunci mobilku tetapi aku tidak menemukannya di mana pun. Ugh... Aku beralih ke meja dapur, laci, lemari, sebelum pindah ke ruang tamu. Di pengait dekat pintu depan, tempat seharusnya kunci-kunci itu berada pun aku tidak menemukannya. Aku menarik bantal-bantal dari atas sofa, memeriksa bawahnya. Tidak ada apa-apa. "Maddie, apa kau lihat kunci ibu?"Tidak ada Jawaban.
Aku melihat sekeliling, mataku menyusuri lantai saat aku berjalan menuju kamar tidur, kalau-kalau aku menjatuhkannya. Tidak ada. Aku mencoba mengingat kapan terakhir kali aku melihatnya. Tapi yang aku ingat hanyalah pintu apartemen sudah tidak terkunci saat aku tiba di rumah pagi tadi, jadi kemarin?
"Maddie?" panggilku, kesunyiannya sangat mengkhawatirkan. "Apakah kau mendengar ibu?"
Tidak.. Dia tergeletak di tempat tidurnya, dia sudah berpakaian rapi dan siap untuk berangkat ke sekolah, rambutnya sudah acak-acakan, padahal aku baru memperbaikinya beberapa menit yang lalu. Dia tertidur lelap, tidak mendengar sepatah kata pun yang aku ucapkan.
"Maddie, kita harus berangkat," aku membangunkannya, menunggu hingga ia duduk sepenuhnya, "Apa kau lihat kunci ibu sayang?"
Sambil mengucek matanya, dia menggelengkan kepala.
Bahkan jika dia telah melihatnya, menurutku dia belum cukup sadar untuk mengingatnya.
"Siapkan tasmu kita harus segera berangkat ke sekolah," kataku padanya, aku berjalan pergi menuju kamar tidurku, mencari-cari lagi barang kali aku menaruhnya di suatu tempat. Nihil! Tetap tidak ada, sekarang aku gantian bingung mencari ponselku, aku menarik selimut dengan tidak sabar dari atas kasurku, menyingkirkan bantal dan guling dari atasnya. Sia-sia, tidak ada apa-apa juga.
Aku menyerah. Aku sudah terlalu lama membuang waktu untuk mencari benda sialan itu. Aku sudah tidak punya waktu lagi, dan kenyataannya aku harus berjalan kaki ke tempat kerja. Sial!
Aku kembali ke kamar Maddie.
Dia berbaring lagi. Ya Tuhan...
"Maddie bangun! kau tidak boleh tidur lagi" kataku, aku mengangkatnya agar dia bangun lalu mendudukkannya sebelum mengambil ranselnya, memasukkan beberapa kertas ke dalamnya, aku tidak tahu apa yang dia butuhkan. Aku memasangkan ransel di punggungnya sebelum meraih tangannya menuju pintu.
"Aku tidak mau sekolah ibu" rengeknya, enggan menyeret kakinya.
"Maaf sayang, tapi sekolah adalah suatu keharusan."
"Kenapa aku tidak bisa tinggal di rumah saja bersama ibu?"
"Apa yang membuatmu berpikir ibu akan tinggal di rumah?"
"Karena ibu tidak memakai seragam."
"Apa? ibu—" Sambil menunduk mengamati diriku sendiri, aku baru sadar kalau ternyata aku tidak mengenakan seragam kerjaku. Sial. "Tunggu di sini. Biar ibu ganti sebentar."
Maddie hanya menatapku.
"Ibu serius Maddie jangan mencoba untuk tidur lagi" kataku sambil menunjuk padanya. "Ibu hanya sebentar."
Jika aku melakukannya lebih lama lagi dia akan segera kembali ke tempat tidurnya.
Tentu saja semua seragamku kotor, jadi aku menyortir tumpukan pakaian dari keranjang cucian, mencari yang terlihat paling bersih. Aku memakainya bersamaan dengan ketukan yang bergema di seluruh apartemen.
Aku menegang, tahu Maddie akan membukakan pintu bahkan sebelum dia mengumumkan, "Aku akan membukanya!"
"Tunggu!"