06

46 16 2
                                    

"Baik, terima kasih untuk rapat hari ini. Semuanya bisa meninggalkan ruangan ini" Ucap Deon yang melepas kaca matanya.

Semua orang yang ada diruang rapat kemudian berlalu pergi. Tinggal Deon sendiri yang tengah mengutak-atik ponselnya. Memutar kursi direksi melihat kearah luar jendela. Langit hari ini sangat cerah. Sejenak Deon memejamkan kedua matanya sambil menghirup nafas dalam-dalam.

Memijat pelipis kepalanya, Deon merasa pusing dengan banyaknya pekerjaan belakangan ini. Masalah-masalah yang perusahaan cabang hadapi membuat otaknya harus bekerja lebih keras lagi.

Walapun perusahaan Javes Company milik saudaranya, tak jarang juga dia harus mengemban tanggung jawab yang sangat besar agar perusahaan ini tetap berdiri.

Tok..tok..tok

Deon memutar kursinya, terlihat wajah Daniel yang meringis dari balik pintu ruang rapat. Setelah mendapatkan persetujuan dari Deon lewat gerakan dagunya, Daniel pun masuk kedalam ruangan.

"Ngapain lo nggak keluar? Kan rapatnya udah selesai?"

Deon merenggangkan tubuhnya, "Udah, lagi pengen aja disini bentar"

Daniel duduk di salah satu kursi dekat Deon sambil bermain rubrik yang selalu dia bawa kemana-mana.

"Jadi Om Ducan itu enak ya" Cetus Daniel memecah keheningan diantara mereka.

"Kenapa?"

"Tinggal tunjuk, tinggal merintah, tinggal tidur" Ucap Daniel santay.

Deon tertawa kecil mendengar keluhan temannya itu. "Ya gimana lagi, namanya juga atasan broo, Pemilik perusahaan"

"Tapikan elo juga punya saham disini"

"Elo juga" Sahut Deon sambil melempar bola kertas kearah Daniel.

Daniel terkekeh kecil. "Tapi gue salut sama Om Ducan. Dia tipe pekerja keras banget orangnya" Puji Daniel.

"Kita aja yang ikut dia dari kecil benar-benar tau jatuh bangunnya dia kayak dimana"

Deon mengangguk setuju dengan pendapat Daniel. Mereka memang sudah mengikuti Ducan sejak mereka masih kecil hingga dewasa seperti sekarang. Orang tua Deon juga sedikit banyak membantu Ducan untuk berdirinya perusahaan Jarves Company ini.

"Gue juga salut sama lo, Yon. Elo mampu ngebuktiin kerja keras lo selama ini. Jadi, tangan kanan Om Ducan ternyata nggak sesulit itukan" Puji Daniel.

Deon mengulum bibirnya, "Dan jadi bodyguard om Ducan nggak seburuk itukan"

Daniel tersenyum kecil.

"Kapan lo berangkat?" Tanya Daniel.

"Besok senin aja, pinjem jet pribadi lo ya" Deon menaik turunkan kedua alisnya.

"Kampret lo" Umpat Daniel. "Jangan lupa oleh-oleh buat Danial" lanjutnya.

"Ah, my princess. Bawain apa ya hmmm" Deon berfikir.

"Penting jangan boneka lagi. Elah, kamarnya dia udah kayak toko boneka btw"

Deon tertawa kecil mengingat dia memang selalu membawakan oleh-oleh boneka dari seluruh dunia ketika dia sedang ada tugas keluar negri.

"Maksi yuk, lapar gue" Ajak Daniel.

"Ayo lha, tapi gue mampir ke ruangannya om Ducan dulu buat nganter berkas" Deon menata berkasnya.

Daniel berdiri, ctak. Barisan rubik terakhir dengan warna yang sama dan sejajar. Berhasil di takhlukan oleh Daniel.

"Ketuk dulu sih kalo kata gue. Soalnya om Ducan udah dapat mangsa baru" Jelas Daniel. "Gue tunggu dibawah" Daniel berlalu pergi. Deon yang memang sudah paham maksud sahabatnya itu hanya menggelengkam kepalanya.

Queen LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang