Ducan keluar dari kamarnya hanya dengan celana panjang dan bertelanjang dada. Deon sudah duduk di ruang tamu apartemen Luna.
"Kenapa kamu?" Tanya Ducan sedikit aneh.
"Nggak apa-apa, cuman mau kasih foto pembangunan panti aja" Deon menjawab dengan cengengesan.
Tak lama Luna keluar dengan mengenakan kemeja putih panjang dan berjalan menuju dapur. Membuatkan kedua laki-laki itu minuman. Hingga tak lama Luna meletakkan dua cangkir kopi pait untuk mereka berdua.
"Wahh udah jadi ya?" Gumam Luna melihat foto yang dipegang Ducan.
"Gimana sayang?" Memberikan foto sambil mengusap rambut liat di kening Luna. Luna tersenyum senang.
"Oh iya, Deon minggu depan om akan ke Paris lagi"
Luna masih melihat senang hasil foto-foto panti. Dalam hati, Deon merasa senang dengan kepergian Ducan lagi.
"Tapi om pergi sama Luna, dan kita berdua akan tinggal disana selama 3 bulan. Sekalian bulan madu soalnya"
"Yaudah pergi aj... " Kalimat Deon terhenti ketika menyadari sesuatu. "Maksud om?"
"Ya, Om dan Luna akan melangsungkan pernikahan disana. Ya kan sayang?" Tanya Ducan. Luna mengangguk dan memamerkan cincin yang melingkar di jari manisnya.
Deon jelas kaget melihat itu semua. Laki-laki itu berusaha sangat tenang dengan kejutan yang baru saja terjadi.
"Om mau hubungi rekan Om di Paris. Habis ini kita belanja dan mempersiapkan semuanya. Ok" Ducan merencanakan semuanya.
Luna tak melihat Deon, laki-laki itu tidak percaya dengan kenyataan saat ini.
-------
Malam ini dibalkon apartemen Deon, lelaki itu sedang menikmati rokok vapenya sambil melihat pemandangan lampu kota dari lantai 60. Ucapan Om Ducan beberapa hari yang lalu membuat dirinya sakit. Masih tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh mereka. Benarkan wanitanya akan menikah? Apakah benar wanita itu benar-benar telah melupakannya? Secepat itukah?
Deon menghela nafas besar. Seperginya Omnya ke kantor cabang di Bandung, Deon menemui Luna di apartemennya. Mencoba untuk bertanya tentang kebenaran hal yang akan menyakitkan itu.
Flash back on
Deon memasuki apartemen Luna. Didalam ruang tengah, wanita itu sedang melihat drama korea favoritnya. Luna terkejut ketika Deon masuk dan langsung meninggikan suaranya.
"Katakan sama gue kalau yang dibilang om Ducan itu salah?!!" Deon meremas kedua lengan Luna.
Luna merintih kesakitan, "Deon sakit.. Aahhh"
"Jawab gue queen!!!" Paksa Deon yang tatapan matanya sudah terlihat kejam.
Sementara yang ditanya hanya diam membisu sambil merintih kesakitan. Perlahan Deon melepaskan cengramannya. Wajah sayu Luna membuat Deon melemas, sedetik kemudian pelukan hangat bersarang di tubuh kurus Luna.
"Maafin gue queen maaf" Kata Deon sambil memeluk tubuh Luna erat.
Tak ada kata terucap beberapa menit berlalu hingga Luna membuka suaranya. "Please, aku mohon, jangan kayak gini. Jangan buat Om Ducan marah sama aku dan membatalkan semuanya"
Tubuh Deon seketika mematung. Gerakan tangannya yang tadi mengusap rambut lembut Luna perlahan terhenti.
"Tapi buat apa kamu ngelakuin hal ini. Elo sendirikan nggak cinta sama tua bangka itu Queen"
Luna tersenyum, "Bukan kah cinta datang karna terbiasa?" Luna melepas pelukannya. "Perlahan sekarang pun aku mulai mencintai Om Ducan, Eon"
Deon tersenyum sinis membuang wajahnya. "Lalu yang kemarin itu apa!!! KATAKAAANNNN!!! Katakan kalau elo udah nggak mencintai gue lagi Queen!!!"
Luna hanya bisa terdiam sambil menatap Deon yang sedang mengamuk didepannya. Wanita itu bungkam tenggorokannya seakan mencekat susah untuk bicara. Walaupun dalam hati, ingin sekali mengatakan bahwa ia masih mencintai lelaki yang sama. Lelakinya yang dulu pernah mengisi seluruh hati didalam kehidupannya.
Tanpa belas kasih Deon langsung menyambar bibir mungil berwarna pink itu, melumatnya dengan kasar dengan nafas yang menggebu. Tubuh ramping Luna dibawa oleh tangan kekar Deon ke kamarnya dan didorong ke ranjang besarnya.
Dengan kasar Deon langsung melahap semua tubuh Luna, seakan tuli walaupun Luna sudah meringis kesakitan tetapi Deon tidak memperdulikannya. Deon dengan kasar menghentakan milik Luna. Mencium bibir Luna melumatnya kasar, memberikan banyak tanda di sekitar payudara Luna. Memberontak pun percuma, tenaga Deon lebih kuat daripada Luna.
Hingga Deon mencapai klimaks dan melihat Luna yang sudah sembab dengan air matanya. Rasa bersalah mengelilingi kepalanya. Deon memeluk tubuh Luna meminta maaf untuk semua perlakuannya.
Flash back off.
Tittlilit... Ceklek..
Suara pintu utama terbuka dan tertutup lagi. Daniel pelakunya.
"Ngapain lo disitu?? Mau bunuh diri?" Ejek Daniel.
"Sialan lo"
"Lagian kan gue udah pernah bilang buat jauhin Luna. Elo aja yang budeg. Udah budeg bego pula"
Deon melirik sahabatnya itu sinis.
"Luna itu mungkin jadi anugrah terbesar untuk om Ducan"
Deon diam mendengarkan sahabatnya berbicara.
"Dia bukan lagi Luna yang elo kenal, Dia bukan Luna lo bro. Dia pun juga sudah nggak mencintai lo lagi"
"Gue yakin dia masih mencintai gue,Niel" Sahut Deon.
Daniel menggelengkan kepalanya. "Terserah elo aja deh. Gue mau pergi dulu"
"Ikut" Deon melangkahkan kakinya terlebih dulu.
Singkatnya, disini lha sekarang mereka berada. Di sebuah club malam mewah, Deon dan Daniel berada. Daniel sudah turun menikmati alunan musik bersama seorang wanita seksi. Sedangkan Deon masih di kursinya dan sibuk menghabiskan minumannya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Hay ganteng, turun kebawah yuk" Ajak seorang wanita seksi.
Deon hanya melihat sinis kemudian kembali meneguk minumannya. Setengah sadar karna Deon mulai mabuk. Semakin malam, semakin ramai pula club ini.
Kepala Deon mulai berat, pandangannya mulai kabur. Deon memutuskan untuk pulang. Daniel? Tentu dia masih melepaskan hasratnya sejenak.
Diluar club, Deon berjalan sempoyongan. Beberapa pengunjung pun tidak sengaja tertabrak oleh badannya. Hingga seseorang membantunya.
"Mari ku bantu" Katanya.
Deon yang masih setengah sadar pun, berusaha membuka matanya ketika dia mengenal sebuah aroma khas seseorang. Dilihatnya orang itu dan Deon tersenyum senang.