~{●}~
Sudah Anala bilang bukan? Sepertinya Kirana memang sedang memiliki masalah sekarang.
Sudah pukul sepuluh lebih dua puluh menit sekarang, tapi wanita cantik itu belum juga menampakkan pucuk hidungnya di perpustakaan istana sehingga membuat Anala yang tengah menunggu merasa bosan karenanya.
Kirana bukanlah orang yang teledor. Anala tahu betul wanita cantik itu selalu menyusun hari-harinya dengan sempurna. Ia adalah orang yang sangat disiplin, apalagi terhadap waktu.
Selama ia hidup, ia tak pernah mendengar sekalipun Kirana membuat seseorang menunggu dan hari ini, wanita itu melakukan itu.
Gadis cantik itu melipat lengannya di depan dada sebelum kemudian memutuskan untuk pergi dari perpustakaan istana guna menjemput kakaknya yang mungkin sedang berada di kamar.
Dengan langkah kecilnya yang diiringi dengan bunyi gemericing dari gelang yang meliliti salah satu dari kaki jenjangnya, Anala beranjak menuju kamar milik Kirana yang tak begitu jauh dari perpustakaan istana.
Saat ia melihat pintu kamar milik Kirana terbuka tak seperti biasanya, Anala mengerutkan kening "Raka?" ujar gadis cantik bertubuh mungil itu seraya melangkahkan kaki memasuki kamar milik kakaknya.
"Raka, saya izin masuk" Anala berjalan dengan perlahan ketika ia semakin mendekati ranjang. Tapi, yang membuat Anala heran adalah tak ada siapa-siapa di dalam kamar Kirana.
Dengan heran dan sedikit takut, Anala menelusuri setiap sisi dari ruangan pribadi milik Kirana untuk mencari tanda-tanda Kirana yang kemudian berakhir nihil belaka.
"Raka?" sekali lagi, Anala memanggil kakaknya, berharap mungkin saja kali ini wanita cantik itu menjawab seruannya yang lebih keras dibanding saat pertama kali.
Panik karena belum juga mendapatkan jawaban, Anala memutuskan untuk beranjak ke kamar mandi dan mendorong pintu tanpa permisi hanya untuk menemukan sosok Kirana yang tengah berendam sambil terlelap.
Kening Anala mengkerut saat ia mellihat pemandangan aneh ini. Rambut kirana tampak sedikit terbenam di air bahkan hingga leher wanita cantik itu berada di bawah air. Tapi, ia terlelap.
Dengan heran, Anala mendekat pada kakaknya untuk menepuk pipi tirus milik Kirana yang tampak kehilangna isi. "Raka?" ujar Anala seraya mengguncang sedikit dari bahu Kirana yang terbenam di dalam air.
"RAKA?!" saat merasakan kulit Kirana begitu dingin, Anala mulai panik dan segera bergegas mengambil handuk untuk menutupi tubuh telanjang kakaknya yang sepertinya sudah berendam lebih dari satu jam lamanya.
Saat Anala membungkus Kirana menggunakan sehelai kain dan mencoba menarik tubuh tinggi berisi milik kakaknya dari dalam bak mandi yang airnya bahkan sudah dingin, gadis itu terengah sambil sedikit meringis-ringis karena kesulitan.
"Raka, tolong. Tolong bangun" dengan isak tangis, Anala memeluk Kirana agar ia bisa mengangkat tubuhnya keluar dari bak mandi.
Semakin Anala berusaha, semakin hilang pula napas yang mengisi paru-parunya. Bagaimanapun, tubuh Kirana lebih tinggi dan lebih berat dari dirinya sehingga membuat Anala mau tak mau harus berlari ke luar ruangan guna meminta bantuan dari orang lain.
"Dayang!" di antara langkahnya yang cepat, Anala berteriak ke seluruh lorong ruangan istana guna memanggil siapapun yang bisa mendengarnya.
"Dayang! Tolong aku!" masih dengan isak tangis dan napas satu-dua, Anala mempercepat langkahnya menuju lorong dekat kamar para dayang untuk menemukan tak ada siapa-siapa di sana.
Dengan frustasi, Anala berlari ke lantai bawah dan kemudian mencari sosok Surendra yang pastinya selalu berada di gerbang utama istana.
"Adipati!" ujar Anala ketika ia baru saja melangkah di lantai utama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amarloka {FayeXYoko}
Historical Fiction"Hidup tanpamu adalah kehampaan yang tak ingin aku rasakan" -Kirana Nabastala Padma