~{●}~
Ketika Anin terbangun, ia menemukan sosok Kirana tengah menatap padanya.
Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai dan sedikit terlihat kusut.
Meski begitu, Kirana tetap terlihat menawan dengan senyuman manis terukir di pipinya yang tirus.
Anin tersenyum sekejap pada Kirana yang menatap lurus-lurus pada dirinya "Bisa kau bayangkan jika kita hidup seperti ini selamanya?" ia menggumam sebentar "Itu pasti akan menjadi kehidupan yang menyenangkan" lanjutnya masih berupa gumaman.
Jemari Anin terangkat guna mengusap pipi milik Kirana dengan lembut "Saya juga berharap demikian. Tapi, pada kenyataannya, kita memang tidak bisa melawan norma yang sudah ada" dengan berani, Anin mengangkat diri untuk memberi kecupan sesaat pada bibir Kirana yang terbuka karena terkejut "Seperti yang sudah saya ucapkan sebelumnya. Cinta saja tidak cukup untuk menyatukan kita berdua"
Kirana memiringkan kepala ke satu sisi "Aku tidak ingin berpisah denganmu" jemari Kirana kini menggenggam jemari Anin. Menyatukan jari-jari mereka yang panjang dan lentik dengan lembut seolah tengah merajut kisah untuk mereka bersama.
"Apa aku harus menutup kehidupanku yang sekarang agar kita cepat-cepat dipertemukan di kehidupan yang selanjutnya?"
Anin tersentak "Nona tidak boleh berkata seperti itu" ia menutup bibir milik Kirana dengan lembut "Kehidupan adalah sesuatu yang sangat berharga. Meski nona mungkin tak begitu menyukainya, tapi Tuhan sudah bermurah hati untuk memberikan jalan hidup penuh pembelajaran untuk kami berdua" kini, jemari Anin membelai lembut bibir Kirana yang tak bergerak.
Gadis cantik bertubuh mungil itu menekan bagian terlembut dari wajah Kirana yang basah dan berwarna kemerahan itu dengan ibu jarinya "Nona mungin tidak tahu, tapi orang mati juga menginginkan waktu untuk hidup lebih panjang di dunia. Maka, meski kehidupan kita sulit, kita harus tetap menikmatinya, menjalankannya seperti sebagaimana yang sudah Tuhan catat di atas sana"
Dengan murung, Kirana mendekat pada tubuh telanjang Anin dan memeluk gadis bertubuh mungil itu secara lembut "Kenapa harus kita berdua?" ujar Kirana dengan suara serak yang tercipta karena tangis yang ia tahan.
Anin tersenyum seraya mengusap belakang punggung Kirana yang tampak begitu rapuh.
Ketika wanita cantik sekuat Kirana bisa tampak selemah ini jika sedang bersama dengan Anin adalah sesuatu yang sangat menakjubkan.
Anin tak pernah mengira bahwa Kirana begitu mencintainya hingga wanita cantik itu mengungkapkan siapa dirinya sebenarnya terhadap Anin.
Segala topeng yang sudah ditampakkan oleh Kirana akan sirna jika mereka tengah berdua dan itu sudah menjadi bukti besar bahwa Kirana memang benar-benar mencintai Anin sepenuh jiwa.
"Saya sangat bersyukur nona bisa mencintai saya seperti ini" ketika Anin berniat memisahkan diri dari Kirana, wanita cantik itu mengangkat diri "Aku tak ingin berpisah darimu, Anin"
"Saya juga tak ingin berpisah dari nona. Tapi, jika Tuhan sudah menakdirkan seperti ini, maka kita tidak memiliki jalan lain"
Dengan erat, Kirana memeluk tubuh mungil Anin yang mulai bergetar ketika ia mulai terisak. Keduanya saling menguatkan di antara hati yang terjatuh dan hancur.
Meski berat, Kirana kemudian melepaskan pelukan keduanya lantas menyatukan kening mereka berdua di antara isak tangis mereka yang menyakitkan.
"Mari kita bertemu di kehidupan selanjutnya" dengan pelan dan lembut, Kirana mengamit pipi Anin yang tembam guna menghapus sisa air mata yang jatuh dan menganak sungai di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amarloka {FayeXYoko}
Historical Fiction"Hidup tanpamu adalah kehampaan yang tak ingin aku rasakan" -Kirana Nabastala Padma