~{●}~
Anala terkekeh kecil ketika melihat dayang Anin bersemu merah di depan dirinya dan juga Indira.
Gadis cantik bertubuh mungil itu tersenyum sesaat pada Indira dan Anala yang tampak tak terkejut ketika Kirana menundukkan kepala untuk mencium dirinya.
Dengan sisa-sisa kesadaran yang ada di dalam kepalanya, Anin kemudian melirik pada Kirana "Apa nona Indira dan nona Anala sudah mengetahui semuanya?"
Kirana mengangguk sekali "Aku sudah membicarakannya dengan mereka kemarin malam. Dan mereka menyukaimu sama seperti aku" kini, tangan Kirana terulur guna mengusap pipi lembut milik Anin yang sedikit tembam.
"Dayang Anin tahu? Raka tidak pernah jatuh cinta pada siapapun kecuali pada dayang anin. Saya bahkan sampai terkejut ketika raka berkata bahwa raka menyukai seseorang" Anala mendekat pada Anin dan merangkul lengannya dengan disertai senyum kecil di pipinya "Saya sangat bahagia saat mendengar raka akhirnya bisa jatuh hati setelah sekian lama sendiri"
Kirana terkikik "Mengapa rayi tega sekali? Selama dua puluh lima tahun terakhir ini raka memang selalu sendiri, tapi saat rayi mengatakanya barusan, rayi membuatnya terkesan seperti tiada yang menginginkan raka"
Indira yang tengah asik menggigit kue cucur miliknya bahkan tak kuasa menahan tawa hingga kue yang ada di dalam mulutnya hampir keluar akibat perkataan Kirana.
"Apa nona Anala dan nona Indira tidak keberatan dengan kami berdua?" ujar Anin dengan nada pelan.
Anala tersenyum sekejap "Meski memang saya sempat terkejut, tapi pada akhirnya saya mulai memahami mengapa raka bisa jatuh hati pada dayang Anin" ia menjeda ucapannya sekejap untuk mengisi paru-parunya "Dayang Anin sudah memperlakukan raka dengan sebaik mungkin. Siapapun akan jatuh cinta pada seseorang yang menjaganya sepenuh jiwa. Dan saya ikut merasa bahagia untuk kalian berdua"
"Terimakasih" ujar Kirana seraya mengulurkan tangan untuk mengusap pucuk kepala kedua adiknya secara bergantian.
"Saya doakan semoga kalian bahagia selamanya" imbuh Anala yang langsung diangguki Indira yang masih asik dengan kue cucurnya.
"Baik. Terimakasih doanya" jawab Anin lembut.
~~
Ternyata tidak baik.
Siang harinya, Kirana dan Anin dipanggil secara langsung oleh nyai ratu Padma untuk menghadap pada wanita cantik itu di depan kursi kerajaan yang disimpan rapi di tengah-tengah aula di lantai tertinggi istana.
Wanita cantik itu tak biasanya terduduk di atas kursi yang menunjukkan tahtanya yang tinggi. Ia lebih menggemari kegiatan membumi yang menapak kaki.
Baru kali ini Kirana dipanggil untuk menghadap langsung pada ratu Padma di atas kursi tahtanya dan wanita cantik itu merasa sedikit gugup karenanya.
Kirana menarik napas ketika ia mengangkat tangan guna mengetuk pintu kamar para dayang "Ini Kirana" ujarnya memperkenalkan diri pada siapapun yang ada di balik pintu.
Seseorang membukanya dengan cepat dan itu adalah Ami, salah satu dayang ratu yang biasanya mengurusi keperluan Anala "Dimana Anin?" ujar Kirana langsung pada inti.
"Sedang membereskan lemari, nona" jawab Ami.
Kirana mendorong pintu lebih lebar lantas masuk begitu saja ke daerah kamar dayang. Wanita cantik itu melirik pada deretan kasur yang rapi dan dibatasi oleh masing-masing satu buah lemari di setiap sisinya sebelum kemudian berhenti di tempat tidur Anin yang beberapa bagiannya tertutup oleh beberapa pakaian.
"Anin" Kirana berseru dengan nada tenang.
Anin tersentak dan cepat-cepat melirik pada suara yang sudah tak asing lagi "Nona?" tubuhnya sedikit tegang ketika menatap ekspresi Kirana yang terlihat aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amarloka {FayeXYoko}
Historical Fiction"Hidup tanpamu adalah kehampaan yang tak ingin aku rasakan" -Kirana Nabastala Padma