XIX

855 113 18
                                    

~{●}~

Ketika Anin menatap pantulannya dirinya di cermin berbentuk bulat dengan lampu-lampu cantik di setiap sisinya, Anin tersenyum lebar.

Ternyata, ia bisa tampak seperti seorang putri jika ia tengah mengenakan pakaian layak seperti ini.

Rambut panjangnya yang berwarna hitam kini digulung dengan rapi membentuk sebuah cepolan berukuran sedang di atas tengkuk leher, ia menusuk rambutnya menggunakan sebuah besi berukuran sekitar lima belas senti meter dengan hiasan bulat yang bergemericing di ujungnya.

Di kedua telinganya, tergantung anting-anting panjang yang terbuat dari batu sapphire berwarna biru tua, ia juga mengenakan sedikit polesan riasan di wajahnya hingga kulitnya yang putih dan bersih tampak sedikit lebih berwarna.

Ada satu buah kalung emas dengan panjang sekitar empat puluh senti meter disertai gantungan berbentuk kupu-kupu cantik yang sisi-sisi sayapnya dihiasi oleh permata indah.

Gadis cantik bertubuh mungil itu mengenakan kebaya pemberian Kirana yang dibeli wanita cantik itu di pasar pagi ini, itu berwarna hitam gelap namun sedikit menerawang di bagian pundak hingga ke lengan bawah. Selain itu, Anin juga menggunakan songket yang serupa warna dengan kebaya yang ia kenakan dan itu dilengkapi dengan selembar selendang berwarna keemasan yang dibiarkan meliliti pinggulnya yang kecil.

Ada gelang-gelang kecil di lengan Anindya, itu selalu mengeluarkan bunyi gemericing setiap kali lengan langsing itu bergerak, dan ada gelang yang serupa di salah satu kaki Anin hingga dirinya terdengar seperti Kirana setiap kali ia melangkah atau bergerak bahkan hanya sedikit.

Masih dengan senyuman yang indah, Anin kemudian berdiri di antara kedua kakinya sebelum akhirnya menatap pada Kirana yang berdiri tak jauh dari dirinya.

Wanita cantik itu menatap Anin dari atas hingga ke bawah, mengamati tiap senti dari tubuh mungil milik Anin yang dibalut dengan ciamik oleh kain-kain yang ia berikan secara percuma pada dayang cantiknya.

Gadis itu terlihat cantik, bukan, bukan hanya cantik, Anin.. terlihat begitu sempurna.

"Apa nona menyukainya?" ujar Anin seraya memutar tubuhnya perlahan sambil sedikit mengerling pada Kirana.

Kirana tersenyum "Sangat" ia mengerjap sesaat "Kau tampak begitu cantik sekarang" ujar si wanita cantik tanpa berniat untuk berbohong sedikitpun.

Anin tersenyum malu, pipinya berubah menjadi kemerahan karena ucapan Kirana membuat darahnya mengalir begitu cepat ketika jantungnya memompa begitu hebat.

Gadis cantik bertubuh mungil itu menengadah pada Kirana yang tampak cantik dalam pakaiannya yang terlihat begitu tenang dan mengimbangi Anin.

Wanita cantik itu menggulung rambutnya yang panjang di atas tengkuk leher, ia mengenakan mahkota kerajaan berwarna kuning keemasan, ada anting-anting panjang yang dihiasi oleh batu rugby yang tampak begitu mencolok karena warnanya yang begitu terang, ia juga mengenakan kalung dengan liontin yang serupa.

Tapi, kebaya yang dikenakan oleh Kirana berwarna krim disertai dengan songket berwarna merah yang dililit selendang berwarna emas.

Selendang yang dikenakan oleh Kirana selalu saja berbeda dari selendang-selendang kebanyakan orang. Wanita cantik itu pasti memiliki selendang dengan ukiran cantik yang terbuat asli dari jahitan tangan.

Panjangnya juga selalu lebih panjang dari selendang yang biasa hingga itu bisa digunakan hingga melilit empat kali di pinggul bulat Kirana yang kecil namun tetap terlihat menjuntai jauh ketika ia tidak mengaitkannya di lengan.

"Kau sudah menjanjikan hadiah untukku jika aku bisa menyalakan tungku" Kirana menyunggingkan senyum sesaat ketika ia menengadahkan tangannya yang kosong "Apa hadiahnya?" imbuh si wanita cantik itu kemudian dengan nada kekanakan yang dibuat-buat.

Dengan geli, Anin terkekeh sebelum kemudian membungkuk sedikit "Saya pamit untuk mengambilnya terlebih dahulu" ujar Anin.

Kirana mengerutkan kening, "Tidak" sergah Kirana ketika Anin hampir saja melangkah hingga gadis cantik itu tak jadi beranjak. "Aku tak mengizinkan kau pergi dari hadapanku" imbuh si wanita cantik dengan nada tak terbantahkan.

Anin menengadah untuk menatap Kirana yang menampakkan ekspresi tegas "Saya hanya akan mengambil hadiah yang nona inginkan" ujar Anin, menjelaskan.

Kirana menggeleng lagi, ia kemudian menunduk sedikit guna menatap Anin yang tampak begitu mungil di hadapannya. "Aku tak menginginkan hadiah apapun" dengan pelan, Kirana merengkuh pinggul Anin hingga tubuh mereka berdekatan sekarang.

"Aku hanya ingin dirimu sebagai hadiahnya" kini, Kirana menahan dagu milik Anin yang bulat dengan jemarinya yang panjang dan besar. "Kau saja sudah cukup, Anin. Aku tak menginginkan yang lain"

Sedikit menunduk, Kirana kemudian menyentuhkan hidung mancung mereka dengan pelan lantas menempelkan bibir keduanya dengan lembut.

Anin tak menolak, ia tak pernah melakukan hal seperti itu. Tapi, ia juga tak sering membalas, bibirnya tak pernah begitu aktif ketika membalas ciuman Kirana. Tapi, bagi Kirana, itu sudah lebih dari cukup.

Tangan Kirana bergerak lembut ketika ia membingkai sisi-sisi rusuk milik Anin hingga napas gadis cantik bertubuh mungil yang tengah ia cium itu berubah secara signifikan.

Kirana menyukainya. Bagaimana cara tubuh Anin merespon terhadap setiap sentuhan dirinya membuat Kirana menginginkan hal yang lebih daripada sekedar ciuman dan sentuhan lembut.

Dengan nakal, jemari panjang Kirana mulai menarik lepas selendang yang melilit di tubuh mungil milik Anin ketika gadis cantik bertubuh mungil itu melepaskan ciuman mereka berdua.

Anin menatap pada Kirana yang tersenyum ketika menjatuhkan selendang dari pinggulnya. Wanita cantik itu kemudian meraba sisi pinggul milik Anin sebelum kemudian merengkuh bokong bulat milik si gadis cantik bertubuh mungil dan meremas itu perlahan.

"N..nona?" Anin bergerak gelisah ketika Kirana mulai melepas lembut songket yang meliliti tubuh bagian bawahnya. Gadis itu mencengkram keras lengan milik Kirana seolah melarang apapun yang akan dilakukan oleh Kirana terhadapnya.

Kirana tersenyum sebentar "Hadiah yang aku inginkan adalah dirimu, Anin. Kau ingat itu kan?" wanita cantik itu kemudian melepas satu persatu dari kancing kebaya yang dikenakan oleh Anin lantas menjatuhkan kain lembut sedikit transparan itu ke atas lantai "Dan kau sudah menjanjikan bahwa kau akan memberikan hadiahnya untukku" dengan pelan, Kirana mulai menunduk lantas mengendus leher jenjang milik Anin hingga tubuh si cantik bertubuh mungil bergetar karenanya.

"N...nona" Anin sedikit terengah ketika Kirana dengan sengaja menancapkan giginya di tulang bahu milik Anin.

Wanita cantik itu menarik napas panjang di dekat lekukan leher Anin sebelum kemudian menjulurkan lidah untuk menyentuh titik paling sensitif di tubuh Anin hingga membuat gadis cantik bertubuh mungil itu hampir terjatuh karena lututnya terasa lemas.

"Aku senang kau menyukainya, Anin" Kirana bergerak guna menahan tubuh Anin yang hampir meleleh seperti mentega yang terkena panas.

"Karena aku juga menyukai hadiahku"

~{●}~

Riska Pramita Tobing.

Amarloka {FayeXYoko}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang