~{●}~
Anin mengulurkan tangan dengan perlahan guna membuka ikatan selendang yang menahan songket berwarna hitam milik Kirana dengan rapi.
Gadis itu tak banyak bicara ketika Kirana memintanya untuk membantu dirinya membersihkan diri setelah sesaat mereka di telak habis oleh nyai ratu Padma soal hubungan keduanya yang tidak mungkin.
Ia hanya terdiam seraya memikul sakitnya patah hati bahkan ketika kisah mereka belum dimulai sama sekali.
Gadis cantik bertubuh mungil itu melucuti pakaian Kirana dengan lembut dan segan seolah mereka pertama kalinya melakukan ini.
Meski benar Anin sudah terlalu sering melihat Kirana tanpa balutan pakaian, tapi hari ini ia merasakan sesuatu yang menyakitkan di dalam hatinya ketika ia melepas songket dari pinggul kirana yang kecil, pipih dan bulat.
Entah mengapa, Anin merasa ini adalah salam terakhirnya pada Kirana. Gadis itu mungkin tak akan pernah bisa melihat eloknya tubuh Kirana setelah hari ini dan karena itulah Anin hampir menangis saat ia melepaskan satu persatu dari kancing kebaya milik Kirana.
Putih dan kenyalnya kulit Kirana yang terawat langsung menerpa telapak tangan Anin ketika ia melepaskan korset wanita cantik itu dan ketika Kirana membalikkan badan dalam keadaan bertelanjang, Anin memejamkan mata, terlalu tidak sanggup untuk menatap indahnya pahatan Tuhan yang dijatuhkan pada Kirana untuk terakhir kalinya.
Tangan Kirana terulur pada pundak Anin sebelum kemudian naik dan membelai pipi milik si dayang bertubuh mungil dengan jemarinya yang panjang "Lihat aku" ujar Kirana dengan suara bergetar.
Anin tak menurut. Gadis cantik itu malah semakin menunduk ketika Kirana mencoba mengangkat wajahnya dengan telunjuk dan ibu jari "Anin" wanita cantik itu berseru kembali dan Anin tak kuasa untuk menolak kali ini.
Gadis cantik bertubuh mungil itu akhirnya mengangkat pandangan lalu menatap iris Kirana yang digenangi kristal di kelopaknya. "Aku tahu" kini, ia melangkah mendekati Anin yang bibirnya bergetar karena ia menahan tangis.
"Aku minta maaf" Anin menerima pelukan Kirana, ia bahkan membenamkan hidungnya di antara lekukan leher si wanita cantik yang menguarkan harum mawar yang manis.
Di antara isak tangis yang pedih, Kirana mengecup pucuk kepala milik Anin dengan lembut lantas membingkai wajah cantik milik Anin di antara tangannya "Aku minta maaf karena kita tidak bisa berjuang hingga ke atas pelaminan"
Anin tak berbicara, ia hanya terisak pelan sambil menikmati usapan lembut dari jemari Kirana di pipinya.
Gadis cantik bertubuh mungil itu kemudian menggenggam lengan Kirana dan mengusapnya "Nona sudah seharusnya mengikuti perintah nyai ratu" ia menggeleng kecil "Tak sepatutnya nona meminta maaf terhadap saya"
Kirana menggeleng menanggapi ucapan lembut Anin dengan disertai air yang menggenang di kelopak matanya.
"Bisakah kau tetap bersama denganku?"
"....."
"Aku tahu aku egois karena ingin kau tetap bersama denganku, tapi.." Kirana menarik napasnya panjang-panjang sebelum melanjutkan dengan tenang "Hidup tanpamu adalah kehampaan yang tak ingin aku rasakan"
~~
Kirana terdiam ketika Anin menyisir surai hitamnya yang panjang dan masih basah.
Harum aroma mawar yang menguar dari panjangnya rambut Kirana mulai memasuki indra penciuman Anin secara perlahan. Gadis itu sedikit menggumamkan irama sedih ketika sisir menyusuri tiap helai dari rambut Kirana sambil sesekali terpejam di setiap saatnya.
"Apa malam ini kita akan tidur bersama?" ujar Kirana dengan nada pelan ketika Anin masih fokus menyisir rambutnya.
Anin berhenti sekejap lantas menatap pada cermin yang memantulkan bayangan mereka berdua "Menapa nona ingin saya tidur di sini?" kini, Anin kembali menyisir rambut si putri ratu.
"Aku ingin menghabiskan waktu sebanyak mungkin denganmu" Anin berhenti ketika tiba-tiba Kirana menariknya hingga ia jatuh ke atas pangkuan si wanita cantik.
Gadis itu tersenyum sesaat "Ada baiknya kita mulai membiasakan diri untuk tidak terlalu sering bersama. Mengingat sebentar lagi nona akan mendapatkan dayang baru dari kerajaan Atmaja" Anin mengucapkan itu tanpa ada maksud lain.
Gadis itu hanya mengucapkan apa yang ada di dalam kepalanya. Tapi Kirana justru cemberut dan memeluk pinggang Anin erat-erat "Bolehkah aku melarikan diri kali ini? Aku bersedia kehilangan harta, tahta dan keluargaku untukmu, Anin" ia berucap dengan nada suara yang lemah dan sedikit bergetar.
Anin menggeleng kecil "Apa nona tidak mengkhawatirkan nona Anala dan nona Indira? Jika nona melarikan diri untuk saya, maka saya yakin nona Anala atau bahkan nona Indira yang akan menerima akibat dari perbuatan kekanakan nona sendiri"
Ketika Anin hampir mengangkat diri dari pangkuan Kirana, wanita cantik itu menarik belakang lehernya lantas menyatukan bibir mereka berdua dengan lembut dan perlahan.
Jemari Kirana yang panjang secara perlahan membelai bagian belakang tubuh Anin hingga ke daerah bokongnya.
Dengan nakal, putri sulung dari kerajaan keluarga Padma itu meremas bulatnya bokong Anin sebelum kemudian mengalihkan ciumannya ke area rahang si gadis cantik hingga bibir Anin sedikit terbuka karena napasnya yang tersenggal sekarang.
Wanita cantik itu menarik selendang yang melilit di pinggul Anin seraya berdiri namun tanpa menjauhkan diri dari lekukan leher dayangnya.
Meski terhitung lamban,
Kirana menuntun Anin menuju ranjangnya yang besar sambil melucuti satu persatu dari pakaian yang dikenakan oleh si dayang cantik bertubuh mungil.Ketika Kirana melepaskan songket yang melilit di pinggul Anin serta kebaya yang dikenakannya sehingga hanya menyisakan pakaian dalam tipis yang membungkus tubuh Anin, wanita cantik itu berhenti sesaat lantas mengamati cantiknya tubuh Anin dari atas ke bawah.
Rambut panjangnya yang masih tergulung berupa cepolan, mata sipitnya yang dipenuhi gairah, hidung mancungnya yang tampak mungil, pipi berisinya yang kemerahan, telinganya yang mungil, bibirnya yang basah dan merekah, dagunya yang runcing dan menggemaskan, lehernya yang jenjang, bahunya yang mungil, buah dadanya yang kencang dan terawat, perutnya yang rata, pinggulnya yang langsing, bokongnya yang bulat, serta kakinya yang jenjang.
Kirana tersenyum ketika ia melihat Anin menatap padanya, seolah tengah meminta pada wanita cantik itu untuk segera menyelesaikan perbuatannya yang menggantung.
Tapi, Kirana tak melakukannya. Ia ingin menatap tubuh Anin lama-lama lantas merekam semua keindahan milik si dayang cantik itu di dalam kepalanya.
Oh.. betapa tidak adilnya Tuhan.
Mengapa Ia memberikan sejuta keindahan pada Anin hanya untuk ia cicipi? Mengapa Tuhan tidak memberikan gadis itu untuk dimiliki olehnya?
Tuhan ternyata begitu kejam terhadap Kirana.
Meski hatinya berada di ambang perasaan sakit, Kirana mendekat pada Anin dan memeluk tubuh mungil gadis itu dengan erat "Tetaplah bersamaku, Anin. Aku mohon"
Anin tak menjawab ketika Kirana mengelus rambutnya yang masih terikat.
Secara perlahan, Kirana melepaskan tusuk konde yang menahan rambut Anin sehingga surai hitam lembut yang panjang milik dayang cantik itu terurai hingga menutup punggungnya "Aku sungguh-sungguh mencintaimu sehingga aku tak tahan untuk berjauhan denganmu walau sebentar" kini, wanita cantik itu membingkai pipi-pipi milik Anin yang berwarna kemerahan --entah karena malu atau karena suhu udara di antara mereka yang semakin menghangat.
"Meskipun aku tahu permintaanku begitu egois karena tetap memintamu untuk terus bersama denganku ketika aku sudah diperistri oleh Galang, tapi kumohon lakukanlah. Ini perintah" dan dengan itu, Kirana menyatukan bibir mereka berdua membentuk sebuah irama lembut yang dinamakan cinta.
~{●}~
Riska Pramita Tobing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amarloka {FayeXYoko}
Historical Fiction"Hidup tanpamu adalah kehampaan yang tak ingin aku rasakan" -Kirana Nabastala Padma