~{●}~
Kirana berdiri tegap di hadapan Madira yang menatap putri sulungnya dengan pandangan menusuk. Punggung wanita cantik itu tidak membungkuk barang sedikitpun bahkan meski di hadapan Madira yang tampak sedang marah karena putri sulungnya sudah berani menolak itikad baik dari raja Atmaja yang akan menyampaikan beberapa kata guna menyerahkan putranya --Galang Atmaja, yang akan ia tikahkan pada Kirana.
"Apa nyai membutuhkan sesuatu?" ujar Kirana memulai dengan nada angkuhnya seperti biasa.
Madira memejamkan mata sesaat ketika ia menarik napas panjang guna memenuhi paru-parunya yang terasa engap karena emosi.
Seolah tengah menenangkan diri, Madira mengelus dadanya yang naik turun "Duduk" ujar Madira dengan nada tegas yang langsung dituruti oleh Kirana.
Tak seperti biasanya, Kirana menatap lurus-lurus pada Madira yang irisnya tampak dihiasi oleh kristal karena emosi.
"Apa maksud sikap kasarmu pada keluarga Atmaja?"
Kirana tahu betul ibundanya tengah tertelan emosi sekarang. Tapi ia tak pernah tahu kalau nyai ratu Padma akan langsung menusuk dirinya dengan pertanyaan yang blak-blakan seperti ini sehingga membuat ia sedikit tersentak karena kaget.
Meski begitu, Kirana berhasil mengatur ekspresi lantas menorehkan sedikit senyuman pada Madira yang masih menatapnya dengan tatapan membunuh.
"Saya tidak berniat kasar pada baginda raja, nyai" ia menyangkal dengan senyum menyungging di ujung bibirnya yang kemerahan "Bukannya tujuan keluarga raja Atmaja berkunjung ke kediaman kami adalah untuk menikmati makan malam bersama?" imbuh si wanita cantik dengan ekspresi polos yang dibuat-buat.
Madira menghentakkan napas panjang "Apa kau bahkan tidak melihat pakaian yang mereka kenakan?" kini, wanita cantik itu berdiri karena emosi sehingga Kirana hanya sebatas lututnya saja.
"Mereka sudah mengenakan pakaian formal untuk acara lamaranmu dengan putra raja Atmaja! Mengapa kau malah mengusir mereka dengan memotong perkataan Janita?" dada milik Madira sesekali naik dan turun di setiap ucapannya yang sedikit menghentak-hentak.
Wanita cantik itu terlihat sudah hampir kehilangan kontrol namun tetap menatap pada putrinya yang terduduk tenang di depan kakinya yang jenjang.
"Saya sudah mengetahui tujuan kedatangan keluarga Atmaja adalah untuk melamar saya" gadis itu memulai sehingga Madira menatapnya dalam-dalam "Dan saya dengan sengaja mengusir kedatangan keluarga Atmaja dengan lembut karena saya tidak ingin menikah dengan Galang" kini, dengan percaya diri, Kirana ikut menapakkan kedua kakinya di tanah sehingga tingginya yang lebih menjulang daripada ibundanya membuat wanita senja itu harus sedikit mendongak guna menatap pada iris berwarna kecolatan penuh keteguhan milik putrinya "Karena jika saja saya harus menikahi seseorang hanya untuk menghidupkan kerajaan Padma, maka saya akan lebih memilih mati daripada melakukannya secara terpaksa"
Saat Kirana hampir memutar tubuh guna menjauhi Madira, jemari lentik milik wanita senja itu mencengkram lengannya hingga membuat Kirana tak jadi menjauh dari hadapan ibundanya.
"Kerajaan yang sudah dibangun dengan susah payah oleh Ayahmu akan jatuh jika kau tak menikahi putra Atmaja. Apa kau benar-benar ingin kehilangan segala jerih payah ayahmu?"
Kirana mendengar semuanya dengan jelas meski suara Madira sedikit bergetar karena wanita cantik berusia senja itu tengah menahan kristal bening berupa air mata di kelopaknya.
Tapi, wanita cantik itu tidak gentar dan justru mengangkat dagu setinggi-tingginya "Jika nyai ratu ingin mengembalikan kejayaan kerajaan Padma dengan menikahkan keluarga kami pada keluarga Atmaja, mengapa bukan nyai ratu saja yang menikahkan diri dan menjadi selir dari raja Atmaja? Mengapa nyai harus mengorbankan perasaan saya?"
PLAK!!!
Kirana tersentak saat ia tiba-tiba merasakan panas di pipinya. Wanita cantik itu kemudian mengerjap ketika ia melihat Madira mengacungkan satu jemari di depan hidungnya yang mancung "Jangan pernah" ia mengucap di antara gigi-giginya yang tak terbuka "Jangan pernah sekalipun berbicara seperti itu kepada ibumu"
Iris mata Madira kini dipenuhi dengan amarah, jemari yang digunakan untuk menunjuk hidung mancung Kirana bahkan gemetar ketika ia berucap "Aku, Madira Nabastala Padma, tidak pernah mengajarkanmu, Kirana Nabastala Padma, untuk bersikap seperti seseorang yang tidak berpendidikan seperti ini!"
Antara masih terkejut karena tamparan Madira atau ucapan pedas wanita cantik itu, Kirana mengerjap berkali-kali sebelum kemudian menatap pada tubuh mungil Madira yang sedikit bergetar karena emosi.
Kirana tak mau dirinya kalah. Karena jika saja ia kalah, ia pasti akan kembali dijodohkan pada Galang Atmaja. Tapi, jika ia tidak mengalah, apa hubungan keluarga mereka akan tidak baik-baik saja?
Kirana menatap Madira yang tangannya masih gemetar dan irisnya masih dipenuhi oleh amarah. Wanita cantik itu kemudian mengulurkan tangan untuk menggenggam tangan ibundanya yang terkepal di samping selendang yang dibiarkan menjuntai hingga ke atas lantai lantas membawa tangan milik ibundanya ke depan bibir "Saya paham saya sudah menyinggung keluarga Atmaja dan mempermalukan keluarga Padma atau bahkan mengancam kejayaan kerajaan kami" Kirana memulai dengan nada tenang dan tanpa rasa takut.
Wanita cantik itu menarik napas panjang sebentar "Tapi saya tidak ingin menikahi Galang. Saya tidak mencintainya. Dan nyai seharusnya tahu kalau pernikahan itu harus didasari oleh rasa cinta dan bukan atas paksaan seperti apa yang sudah nyai rangkai dengan keluarga Atmaja" ia menarik napas panjang sebelum melanjutkan "Jadi, saya mohon. Berhentilah berpikir seperti seorang ratu yang lebih takut kehilangan kerajaannya dan mulai berpikir seperti selayaknya seorang ibu yang akan lebih memilih kebahagiaan putrinya daripada segala hal yang ada di dunia. Dan saya pikir ibu sufah tahu bagaimana membuat saya bahagia" dan dengan itu, Kirana beranjak dari hadapan Madira tanpa menoleh sedikitpun.
~~
Kirana menatap lurus pada Anala dan Indira yang ia ajak berkumpul di ruang keluarga. Di sisinya, ada Anala yang terduduk di atas lantai, melipat kaki dengan sopan tanpa berani beranjak sedikitpun dari sisi Kirana setelah wanita cantik itu memintanya untuk ikut serta dalam perkumpulan tiga saudara kerajaan ini.
Kirana tersenyum sesaat pada Anala dan Indira yang memasang ekspresi penuh bertanya-tanya. Wanita cantik itu kemudian mengambil cangkir berisi teh yang diseiakan oleh Anin lantas menyesapnya sedikit.
"Apa raka membutuhkan sesuatu?" ujar Anala memulai pembicaraan di antara mereka berempat.
Dengan pelan namun pasti, Kirana menyimpan cangkir berisi teh hangatnya lantas kembali terduduk tegap seperti biasa "Tak ada. Raka hanya sedang ingin berkumpul saja dengan kalian"
Anala memicingkan mata, seolah tengah mencari informasi apapun dari iris mata milik Kirana yang sialnya tak dapat dibaca.
Gadis cantik yang kini tengah mengenakan pakaian rumahan itu kemudian menumpuk kakinya dan menyenderkan punggung "Saya kira raka ingin mengumumkan tanggal pernikahan dengan pangeran Galang" ujar putri kedua dari Madira Padma itu dengan nada menggoda yang tepat.
"Rayi sudah tahu kalau raka tidak akan menyetujui lamaran keluarga kerajaan Atmaja" imbuh Kirana pada Anala yang mengangkat alis sekejap.
"Kenapa?" Indira mulai mengeluarkan suara.
"Raka tak ingin memiliki seorang suami yang tak raka cintai. Raka ingin memiliki sebuah keluarga yang penuh cinta seperti keluarga kami. Maka dari itu raka menolak secara cepat terhadap pernikahan yang sudah direncanakan oleh nyai ratu dengan baginda raja"
Anala bergerak sedikit dari tempat duduknya "Apa raka bahkan mengerti apa itu cinta? Selama saya hidup dan menjadi adik raka, saya tak pernah melihat raka menorehkan senyum tulus terhadap seseorang kecuali pada dayang Anin. Apa mungkin raka mencintai dayang Anin?"
"....."
~{●}~
Riska Pramita Tobing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amarloka {FayeXYoko}
Historical Fiction"Hidup tanpamu adalah kehampaan yang tak ingin aku rasakan" -Kirana Nabastala Padma