~{●}~
Anin berdiam diri ketika ia melihat Ami memicingkan mata terhadap dirinya saat gadis cantik bertubuh mungil itu baru sampai ke kamar khusus para dayang.
Posisi kasur milik Anin yang secara kebetulan begitu berdekatan dengan Ami membuat mereka sering kali membagi banyak cerita tentang banyak hal yang terjadi di istana.
Tapi, semenjak saat terakhir kali Ami nemenukan Anin dan Kirana tengah berbicara intens serta sedikit intim terhadap satu sama lain, gadis itu tidak pernah mau menatap Anin lebih dari sepuluh detik lamanya.
Seolah wabah, Anin kini dijauhi oleh Ami yang selalu saja tampak takut setiap kali Anin mendekatinya.
Entah mengapa, Anin mulai merasa kesepian setelah Ami menemukan dirinya berbicara intim dengan Kirana.
Memang benar gadis itu tak mengungkit-ngungkit kejadian malam itu. Tapi, kini ia menjauh seolah tak ingin disentuh.
Padahal, biasanya, Anin dan Ami menghabiskan banyak waktu bersama ketika mereka selesai menjalankan tugas.
Apa gadis cantik bertubuh mungil itu jijik terhadap dirinya? Atau apa?
Sambil membuka perban di kakinya, Anin memikirkan segala kemungkinan yang bisa ia kutip dari sikap Ami yang tiba-tiba menjauh.
Gadis cantik itu kemudian meringis saat merasakan perbannya sedikit menempel pada luka sayatnya yang masih basah.
Meski perih, Anin tetap membukanya perlahan sehingga sobekan itu kembali mengeluarkan darah karena perban yang menahannya kembali terbuka.
Ketika Anin mempersiapkan kapas untuk membersihkan lukanya, gadis itu dikejutkan dengan tangan seseorang yang terulur memberikan kapas yang sepertinya sudah dibasahi oleh alkohol.
"Atau aku harus membersihkannya juga?" seruan bernada teguran yang lebih terdengar seperti sindiran itu menyadarkan Anin pada sosok Kirana yang tengah berjongkok di hadapannya.
"Nona? Sedang apa nona di sini?" dengan ekspresi terkejut yang cukup tepat, Anin menarik diri agar ia lebih rendah dari si putri raja.
Tapi, bukannya memperbolehkan Anin untuk turun dari atas kasur, wanita cantik itu justru menahan tubuh mungilnya agar tetap di atas sebelum kemudian menempelkan kapas basah itu di punggung kaki Anin yang masih mengeluarkan darah.
Dengan telaten, Kirana mengusap luka milik Anin dengan perlahan. Wanita cantik itu tak memperdulikan Anin yang meringis-ringis antara menahan malu dan sakit. Ia tetap terduduk lebih rendah dari Anin dan membersihkan lukanya dengan lembut juga perlahan.
"Perih?" ujar Kirana sedikit berbisik pada Anin yang menggigit bibirnya agar tak menimbulkan suara dan menarik perhatian dayang lain.
Anin mengangguk kecil "Sedikit" jawabnya seraya kembali meringis ketika Kirana dengan sengaja menekan lukanya kuat-kuat untuk membersihkan bagian dalam robekannya dengan kapas yang baru.
"Mengapa nona datang kemari?" ujar Anin ketika akhirnya Kirana melepaskan tekanan berat pada luka di kaki Anin.
Wanita cantik itu menumpukkan kapas yang sudah dipakai untuk mengelap darah milik Anin lantas membungkus kaki si gadis cantik menggunakan perban setelah lebih dulu mengolesinya dengan obat merah "Hanya ingin berkunjung dan melihat lukamu. Aku takut kau mengalami infeksi karena pisau yang memotong kulitmu sedikit kotor"
Anin tersenyum sekejap ketika Kirana memotong plester menggunakan gunting putih yang bersih dan merapatkan perban yang menutupi luka sobekan Anin dengan rapi "Seharusnya nona tidak melakukan ini semua. Saya bisa mengerjakannya sendiri. Ini sudah waktu nona beristirahat"
Kirana menengadaah sebentar, menatap pada Anin lurus-lurus "Tak apa. Kau harus mulai membiasakan diri untuk diratukan olehku. Kita sepasang kekasih, ingat?"
Anin menggigit bibirnya sesaat. Ia tak ingat sejak kapan dirinya menjadi kekasih Kirana. Hubungan keduanya selalu buram sebelum wanita cantik itu mengutarakan ini beberapa saat yang lalu.
Kirana tak pernah mengungkit-ungkit hubungan yang ada di antara mereka berdua. Wanita cantik itu tidak pernah membeli lebel terhadap kedekatan keduanya hingga tadi.
Tapi, entah mengapa, Anin merasa tidak puas dengan lebel kekasih yang baru-baru saja diucapkan Kirana terhadap dirinya.
Memangnya, Kirana pernah meminta dirinya untuk menjadi kekasih wanita cantik itu secara langsung?
Anin tak pernah menerima ajakan seperti itu sehingga dirinya mengira bahwa hubungan keduanya masih saja terasa semu bahkan hingga sekarang.
Saat Anin merasakan usapan lembut di pipinya, gadis itu mengerjap guna menyadarkan diri pada kenyataan.
Kirana sudah berdiri di hadapannya sekarang sehingga ia harus menengadah guna menatap pada si putri raja "Istirahatlah. Esok aku akan membawamu berjalan-jalan mengelilingi kerajaan bersama Anala dan Indira"
"Tapi nona.."
"Istirahat, Anin. Selamat malam"
~~
Anin memeluk satu bungkus roti tawar berukuran sedang di antara kedua tangannya yang mungil.
Gadis cantik itu memilih roti gandum yang dicampur dengan daun pandan tanpa pinggiran yang tercium begitu manis bahkan meski tanpa ditambahi susu ataupun selai.
Di belakangnya, ada Indira yang menenteng satu buah keranjang berisi berbagai macam jenis roti. Gadis itu sepertinya benar-benar ingin membobol isi kantong Kirana karena meskipun keranjang di tangannya sudah hampir penuh, ia masih menjarah isi toko.
"Apa dayang Anin suka kue cucur?" ujar Indira ketika gadis cantik itu berhenti di deretan kue-kue manis yang baru ditambahkan.
Harumnya manis gula langsung mengisi indra penciuman Anin ketika ia menatap pada kue-kue berlumuran minyak yang masih mengepulkan asap.
Secara tiba-tiba saja, Anin merasa lapar hingga perutnya bergejolak meminta asupan. Dan suara itu dapat didengar jelas oleh Indira sehingga si cantik bergigi kelinci terkekeh padanya.
"Aku belikan dua" ujar Indira tanpa menunggu persetujuan dari Anin lantas mengambil selembar serbet dan menusuk dua buah kue cucur dari atas nampan dan memberikannya pada Anin yang tersenyum.
"Terimakasih" dengan senyum kecil, Anin menerima dua buah kue cucur dari Indira dan menggigitnya kecil.
"Manis sekali" ujar Anin pada Indira yang langsung membelalakkan mata "Iya?" ujar gadis itu dengan semangat dan Anin menanggapinya dengan anggukan kecil.
"Aku ingin mencoba"
".."
Saat tangan Kirana tiba-tiba terulur untuk mengambil kue cucur dari tangan Anin, Indira dan Anala terkekeh melihat bibir kakak tertua mereka dilumuri oleh minyak.
Warna kemerahan yang tercipta alami dari perawatan di bibir Kirana kini berubah mengkilap karena minyak yang berkucuran hingga ke dagu bersih si putri raja.
Anin tertawa sebentar sebelum kemudian mengambil serbet lain dari arah meja dan mengusap remah-remah kue cucur dari bibir Kirana sekaligus dengan minyak yang menempel di bibirnya "Mengapa nona bertingkah seperti anak kecil?"
Kirana terkekeh sebentar "Tak peduli seberapa tua aku, jika aku denganmu, aku selalu ingin dimanja" ujar wanita cantik itu sebelum kemudian menunduk guna mengecup bibir Anin sekilas......
Di hadapan Indira dan Anala.
What the fuck kalau kata author teh
~{●}~
Riska Pramita Tobing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amarloka {FayeXYoko}
Historical Fiction"Hidup tanpamu adalah kehampaan yang tak ingin aku rasakan" -Kirana Nabastala Padma