~{●}~
Anin terdiam di dalam dekapan Kirana yang masih menatapnya lurus-lurus, wanita cantik yang selalu tampak menawan itu membelai punggungnya perlahan hingga membuat Anin merasa malu entah mengapa.
Dengan pelan, gadis cantik bertubuh mungil itu menggeleng, berusaha menolak apapun yang ia rasakan semenjak dirinya bertemu dengan Kirana. "Nona tak seharusnya berkata seperti itu kepada saya" dengan perlahan namun pasti, Anin turun dari dekapan Kirana lantas beranjak dari atas kasur dan berdiri di hadapan dipan "Selamat malam" saat Anin hampir saja pergi, Kirana bergerak cepat guna menahan tangannya hingga gadis itu tak dapat kembali bergerak.
"Jangan pergi" Kirana memohon. Wanita cantik itu bergerak dari tempatnya untuk turun dari kasur agar posisi tubuhnya lebih rendah dari Anin. "Kumohon"
Anin terbelalak ketika ia melihat putri pertama dari kerajaan Padma memohon terhadap dirinya. Gadis cantik bertubuh mungil itu kemudian bergerak cepat untuk melipat kaki agar ia bisa sejajar dengan Kirana "Nona? Kenapa nona melakukan ini?" dengan panik, Anin merengkuh tubuh tinggi berisi milik Kirana agar si wanita cantik itu kembali duduk di tempatnya "Tolong kembali ke atas. Saya mohon, nona"
Kirana menggeleng "Aku tidak ingin jauh-jauh darimu. Kumohon, tinggallah di sini" sekali lagi, Kirana membungkuk hingga Anin berusaha sekuat tenaga untuk menahan si putri raja agar tak menjatuhkan harga dirinya lagi di depan dirinya.
"Baik. Saya akan berdiam di sini dengan nona. Tapi saya mohon, tolong berhenti merendahkan harga diri nona di hadapan saya"
Dengan pelan, Kirana berdiri lantas merengkuh tubuh kecil milik Anin "Aku rela melakukan apapun untukmu, Anin. Berjanjilah untuk tetap berada disampingku apapun rintanganya"
Meski Anin dilanda keraguan, gadis cantik bertubuh mungil itu mengangguk mengiyakan. Lagipula, ia tak berniat untuk pergi lagi dari kehidupan Kirana.
Karena meskipun malu dan ragu, kini Anin sudah mulai mengaku bahwa ia juga merasakan hal yang sama terhadap Kirana.
Hanya saja, Anin masih merasa bingung dengan semuanya. Tapi.. hatinya tak bisa dibohongi oleh isi kepalanya. Isi dada Anin selalu saja berdebaran tak tentu alasan ketika ia tengah bersama dengan Kirana.
Anin tak siap beratanya-tanya lantas mengetahui jawabannya. Tapi, jika ia tidak melakukan itu, rasanya dirinya akan terus tersesat di dalam perasaannya sendiri.
Maka dari itu, meski sedikit nekat, Anin memutuskan untuk terjun ke dalam perasaannya yang membingungkan.
Tak apa, setidaknya ia memiliki Kirana di sampingnya.
Sedikit tersenyum, Anin kemudian merebahkan diri di samping Kirana yang menunggunya sedari tadi.
Meskipun merasa malu dan segan, Anin akhirnya tidur di samping Kirana yang menatap lekat-lekat padanya "Terimakasih sudah memilih untuk menetap di sini" ujar si wanita cantik pada Anin yang tersenyum kepadanya.
"Sudah larut. Sebaiknya nona segera beristirahat. Saya tidak ingin nona kembali jatuh sakit"
Tanpa di sangka-sangka, Kirana mendekat hingga tubuh mereka berdempetan sekarang "Tak apa, Selagi kau ada, aku tak keberatan untuk jatuh sakit. Lagipula, kau bisa membuatku merasa baik-baik saja dalam keadaan apapun"
Anin menarik napas ketika ia merasakan hidung mancung milik Kirana menyentuh kulit lehernya, gadis itu sedikit menggigit bibir bawahnya saat Kirana dengan sengaja menggesekkan hidungnya yang mancung pada lekukan leher Anin hingga membuat gadis itu mulai merasa gugup sekarang.
"Apa nona tidak merasa panas? Kita terlalu dekat" sedikit bergerak, Anin berusaha untuk mengambil jarak di antara mereka berdua yang menempel.
Tapi, bukannya menurut pada dorongan Anin, Kirana justru semakin menempelkan diri pada gadis cantik itu hingga bibir lembut milik Kirana menyentuh lekukan bahu Anin entah secara sengaja ataupun tidak.
Bulu kuduk Anin meremang begitu cepat saat ia merasakan lembutnya bibir Kirana di pundaknya. Gadis itu terpejam dan mengambil napas panjang ketika Kirana melakukan itu lagi dengan sengaja hingga membuat deru napas Anin mulai tersenggal karenanya.
"No..na" Anin meringis saat Kirana menjilat lehernya hingga darahnya terasa mendidih sekarang. "A..apa yang n..gg. nona lakukan?"
Kirana tak merespon, ia justru mengusap punggung Anin dan tetap mengecupi seluruh bagian leher Anin yang ada di depan wajahnya. "Kau menyukainya?" ujar Kirana ketika ia berhenti.
Wanita cantik itu melirik pada Anin yang sama-sama memiliki iris yang bulat seperti dirinya, keduanya seolah tengah tersesat bersama sekarang.
Anin bahkan tak mengerti dengan alasan mengapa dirinya justru menarik Kirana mendekat lantas menyatukan bibir mereka berdua alih-alih mendorong wanita cantik itu untuk menjauh.
Tapi, ketika Kirana mengeksplor isi mulutnya menggunakan lidahnya, hati Anin meleleh karena rasa panas yang diciptakan Kirana lewat ciuman keduanya.
Dan kini, Anin sudah tak memiliki akal sehat untuk menolak perasaan cintanya pada Kirana.
Mereka.. benar-benar sedang dimabuk asmara.
~~
Saat Anin terbangun, ia bisa merasakan usapan Kirana di punggungnya. Tapi ketika gadis cantik bertubuh mungil itu menengadah untuk menatap pada si putri raja, wanita itu masih terlelap di dalam mimpi.
Kening Anin mengkerut dalam. Bagaimana mungkin wanita cantik itu bisa tetap mengusapi punggungnya meski ia tengah terlelap?
Dengan pelan, Anin mencoba melepaskan dekapan hangat Kirana di tubuhnya, tapi wanita cantik itu tak memberikan izin.
Lengan-lengan panjang yang berisi milik Kirana justru merengkuh Anin lebih dekat sehingga gadis itu hampir kehilangan napas karenanya.
"Nona" bisik Anin pada Kirana yang mengerjapkan bulu matanya yang panjang dan lentik.
Kirana menyunggingkan senyum "Ternyata aku tidak bermimpi" ujarnya dengan suara serak khas baru bangun tidur.
Ketika kelopak mata milik Kirana terbuka lantas menatap Anin, gadis cantik bertubuh mungil itu tersenyum "Saya harus segera menyiapkan pakaian dan alat mandi untuk nona"
Kirana menggeleng seraya mengecup pucuk kepala milik Anin yang tak ingin ia lepaskan dari pelukannya "Sepuluh menit lagi" ujar Kirana seraya menepuk-nepuk pucuk kepala Anin dengan lembut sambil terus-terusan menghisap harumnya.
"Saya bisa kesiangan, nona" ujar Anin, mencoba untuk kembali lagi mendorong Kirana bahkan meski hasilnya nihil belaka.
"Tak akan ada yang berani memarahimu ketika kau bersamaku"
Anin menyunggingkan senyum. Benar juga. Ujar gadis itu di dalam kepala.
Gadis cantik bertubuh mungil itu kemudian memutuskan untuk membalas pelukan Kirana dan menikmati usapan lembut wanita cantik itu di kepalanya.
Sungguh keberuntungan tak direncanakan yang berakhir dengan begitu menyenangkan.
Siapa juga yang berani menolak seseorang seperti Kirana?
Anin yakin, siapapun akan jatuh kepadanya. Bahkan meskipun itu harus melawan norma seperti dirinya.
"Kau tahu? Aku bisa saja berbaring di sini seharian penuh jika denganmu"
Anin terkekeh kecil saat ia merasakan Kirana meremas lengannya lembut. Wanita cantik itu tahu betul cara membuat isi hati Anin berbunga-bunga bahkan meski dengan sentuhan singkat.
"Apa hari ini nona tidak memiliki kegiatan?" Anin menonggak sedikit dari lekuk leher Kirana dan menatap pada wanita cantik di depannya yang masih memejamkan mata.
Kirana menggeleng kecil "Aku masih dalam masa pemulihan, jadi biarkan aku memelukmu sepanjang hari agar aku bisa cepat sembuh dan kembali beraktifitas"
~{●}~
Riska Pramita Tobing.
Kalau menurutku sih lari aja, Anil. Kirana itu buaya loh hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amarloka {FayeXYoko}
Fiksi Sejarah"Hidup tanpamu adalah kehampaan yang tak ingin aku rasakan" -Kirana Nabastala Padma