XVII

681 100 25
                                    

~{●}~

Ketika terdiam bersama dengan Madira, Kirana melirik pada kedua adiknya yang tengah menikmati teh bersama di ruang keluarga.

Wanita cantik itu melirik pada Ibundanya yang tengah membaca koran di pagi hari seperti ini. Beliau baru saja pulang dari luar kota malam tadi. Jadi, sekarang Kirana memutuskan untuk bercengkrama dengan ratu kerajaan Padma bersama dengan adik-adiknya yang tengah libur sekolah di penghujung minggu.

"Apa perjalannya menyenangkan, nyai?" ujar Kirana memulai pembicaraan setelah ia menyimpan cangkir berisi teh yang masih mengepulkan asap itu dari tangannya.

Madira melirik sekejap pada putri sulungnya lantas tersenyum ketika ia membuka halaman selanjutnya dari koran yang tengah ia baca "Seperti biasanya. Perjalanan memang selalu saja menyenangkan namun melelahkan di satu waktu yang bersamaan" jawab si wanita cantik dengan senyum keibuan yang khas.

Kirana terkekeh kecil menanggapi Madira yang kini tengah memotong kue menggunakan sendok berukuran kecil di tangannya "Bagaimana keadaanmu sekarang?" ujar wanita cantik itu kemudian.

Kirana tersenyum sedikit "Sudah sangat jauh lebih baik semenjak kepulangan dayang Anin. Sepertinya saya begitu senang karena Anin pulang kemari hingga rasa sakit yang saya derita hilang begitu saja" jawab Kirana seadanya dengan disertai senyum dari telinga ke telinga.

Anala terkekeh sedikit "Saya bersyukur raka sudah merasa jauh lebih baik sekarang" ia menarik napas sekejap sebelum melanjutkan kalimatnya dengan senyuman menyungging "Sepertinya raka sangat merindukan dayang Anin" imbuhnya dengan nada menggoda yang tepat.

Dengan malu, Kirana mengangguk "Tidak ada yang mengurus raka sebaik dayang Anin. Dia sangat mengerti seluk beluk raka hingga membuat raka betah berdekatan dengannya"

Indira terkekeh guna menganggapi kakak tertuanya "Sepertinya dayang Anin memang mengerjakan pekerjaan dengan baik sehingga raka tidak ingin melepas dayang Anin bahkan untuk satu hari saja"

Madira mengangguk pertanda setuju pada putri bungsunya "Belakangan ini, kalian juga terlihat sering bersama kemana-mana. Ibu pikir, kalian sudah terlihat seperti saudara. Itu menggemaskan" imbuh Madira pada putri sulungnya yang hanya mampu terkekeh saja.

"Dayang Anin memang melakukan segalanya dengan baik sehingga saya tak sanggup berjauh-jauhan dengannya" gumam Kirana cukup keras sehingga Ibundanya tersenyum "Syukurlah kalau kalian seakrab ini. Ibu rasa, Ibu tak harus khawatir jika dayang Anin melakukan segalanya dengan sempurna"

Kirana mengangguk cepat "Nyai tak perlu menghkawatirkan apapun soal dayang Anin. Saya sendiri yang menjamin kebenaran pekerjaannya"


~~



Kirana tengah asik belajar memotong sayuran ketika ia melihat dayang Janita melewat tak jauh di depannya.

Wanita cantik itu mengerutkan kening ketika mendapati si putri sulung kerajaan Padma berada di dapur sepagi ini.

"Loh? Nona?" Janita mendekat pada Kirana yang tengah mengiris wortel hingga sayuran berwarna oren itu berubah menjadi kecil-kecil di atas tatakan "Nona sedang apa?" lanjutnya masih terheran-heran.

Kirana menunjuk hasil potongan wortelnya yang rapi menggunakan pisau yang ia genggam di tangan kanan "Anin sedang mengajarkanku untuk memotong sayur dengan baik, Ibu" ia terkekeh kecil "Anin bilang, hasil masakanku memang enak. Tapi bentuknya terlihat aneh"

Dengan geli, Janita menghampiri si putri raja lantas menatap lurus-lurus pada hasil potongannya yang sudah dimasukkan ke dalam air dingin.

"Sayurnya disimpan di dalam air supaya tidak berubah kehitaman?" ujar Janita seraya menunjuk beberapa potong kentang dan wortel yang sudah dimasukkan Kirana ke dalam sebuah bejana berukuran sedang yang diisi oleh air.

Kirana mengangguk "Airnya juga sudah ditambahi oleh sejumput garam supaya rasa asinnya menyerap sampai ke dalam" imbuh si cantik kemudian dengan bangga pada dayang Janita yang mengangguk mengiyakan.

"Dimana dayang Anin?"

Kirana melirik ke belakang, tepatnya pada tumpukan kayu yang sedang di susun oleh para dayang.

Kayu-kayu itu biasanya diperbarui tiap dua hari sekali. Isinya adalah berbagai sayuran segar serta daging-daging hasil kebun dan pembelian para dayang di pagi hari.

"Sedang mencarikan potongan daging ayam yang baik untuk dimasak pagi ini, bu" jawab Kirana sebelum kemudian telunjuknya terarah pada seorang perempuan cantik bertubuh mungil yang datang dengan sewadah potongan daging segar yang tampak sudah bersih.

"Ibu" ujar Anin menyapa Janita yang tersenyum pada dirinya.

"Silahkan lanjutkan. Saya akan mengecek pekerjaan orang lain dulu"

Anin serta Kirana mengangguk secara hampir bersamaan dengan posisi membungkuk yang begitu berbeda sehingga Janita melirik pada keduanya dan membungkukkan badan guna membalas salam sapa secara sopan dari anaknya serta si putri raja secara sekaligus.

Sepeninggal Janita, Anin melirik pada Kirana yang masih saja fokus pada potongan wortel terakhir "Tinggal satu lagi?" ujar si gadis cantik bertubuh mungil pada Kirana yang mengangguk di antara jemarinya yang tengah fokus pada pisau, potongan wortel dan tatakan tipis berukuran sedang.

"Setelah ini, kita tinggal memotong-motong ayamnya dengan potongan dadu" Anin mendekat ke arah Kirana dan mengambil satu pisau berukuran besar yang biasa digunakan untuk memotong daging.

Gadis cantik bertubuh mungil itu kemudian berjongkok sekejap guna mengambil tatakan yang lebih tebal dibanding milik Kirana sebelum kemudian menaruh beberapa potong paha dan dada ayam berukuran besar yang akan ia cincang menjadi potongan kecil-kecil.

Gadis cantik bertubuh mungil itu mengiris daging di hadapannya dengan pelan namun pasti. Tangannya tidak gemetar ketika pisau bahkan hampir menyentuh kuku jemarinya yang sedikit runcing. Gadis itu terlihat lihai dan tenang.

Berbeda sekali dengan Kirana yang lebih sering terlihat gugup daripada Anin yang sepertinya sudah tak asing lagi dengan irisan pisau.

"Setelah ini, apa yang kita lakukan?" ujar Kirana ketika ia melirik pada Anin yang tengah fokus mengiris.

"Nona bisa menyalakan tungku kalau nona mau" jawab Anin dengan kekehan yang tepat --terkesan sedikit meremehkan dan menantang di satu waktu yang sama.

Kirana memajukan bibirnya sesaat "Kau tahu kalau aku tak bisa menyalakan tungku" ia cemberut sekarang. Bak bocah berusia tiga tahun yang tidak diperbolehkan memakan permen oleh Ibunya.

Dengan geli, Anin terkekeh pada tingkah kekanakan si putri raja "Nona tak akan pernah bisa jika tidak terus mencoba" Anin sedikit melirik pada Kirana yang masih memonyongkan bibir.

Gadis cantik bertubuh mungil itu kemudian melepaskan pisau besar di tangan kirinya untuk menjawil hidung mancung milik si putri ratu "Kalau nona berhasil melakukannya, saya akan memberikan hadiah untuk nona"

Iris mata berwarna kecoklatan milik Kirana bersinar ketika ia mendengar kata 'hadiah' dari Anin. "Hadiah apa?" ujarnya dengan nada semangat yang tepat.

"Nona akan mengetahuinya setelah nona berhasil" jawab Anin dengan senyum menyungging guna menantang.

Kirana menggigit bibirnya sesaat "Kalau aku ingin kau menjadi hadiahnya, apa kau bersedia?"

"Eh?"

~{●}~

Riska Pramita Tobing.

Amarloka {FayeXYoko}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang