Lo Sembunyiin Dari Gue

356 22 0
                                    

"Jenaaa" Gabriel baru saja datang langsung merengek pada sahabatnya itu.

"Kenapa lagi lo?" Tanya Jena dengan bingung.

"Steviee" Gabriel semakin merengek, mendudukkan pantatnya di bangku samping Jena.

Firasat Jena buruk, apa jangan-jangan Stevie menolak Gabriel. Kemarin kan katanya mereka mau teleponan lagi.

"Stevie nolak elo?" Tanya jena dengan berhati-hati.

"Apa?!" Gabriel melotot.

Alis Jena berkerut "Kok jadi elo yang kaget sih, harusnya kan gue" Ucapnya heran.

Gabriel tertawa garing "Iya ya, Jena sih bikin kaget" Ucap Gabriel menyalahkan Jena.

"Makannya jelasin, jangan cuma merengek doang" Timpal Jena dengan kesal.

"Iya iyaa, ini Iyel jelasin."

Gabriel memposisikan dirinya dan mulai menceritakan apa saja yang terjadi kemarin. Tapi Gabriel bercerita seolah percakapannya dengan Stevie hanya terjadi lewat handphone saja. Dia tidak menceritakan tentang mereka yang pergi ke cafe retro semalam.

*

*

*


"Berarti lo bakal ngedate sama Stevie weekend nanti" Tanya Jena memastikan.

Gabriel mengangguk kecil dengan wajah yang bersemu merah.

"Gila, gacor juga lo" Jena menatap tak percaya, ternyata temannya yang dia kira boti ini bisa juga merayu wanita. Tapi memangnya Stevie bisa disebut sebagai wanita apa? Memikirkan hal itu membuat Jena sedikit tertawa.

"Terus, rencananya lo mau ngapain nanti" Tanya Jena.

Gabriel seolah mengingat sesuatu "Itu dia Jena, Iyel bingung. Makannya tadi mau nanya Jena tapi malah lupa"

"Yailah, gue kira apa"

"Jena kan udah berpengalaman" Gabriel menempatkan dua jari telunjuknya saling bertemu "Iyel kan belum pernah pacaran" lanjutnya dengan pelan.

Jena kembali tertawa "Lo pikir gue udah pacaran berapa kali?"

"Gue pacaran juga baru sekali, itu pun masih jalan dua minggu" tambah Jena dengan kesal.

"Tapi kan pengalaman Jena lebih banyak dibanding Iyel yang belum pernah pacaran" Balas Gabriel.

Jena menghembuskan nafasnya. "Okay, Tapi gue gak bisa ngasih lo jawaban. Karena... ya, gue baru kencan sama Matt dua kali dan itupun Matt semua yang nentuin tempatnya" Jena mengendikkan bahunya "Gue mah tinggal dandan cantik aja"

Gabriel mengangguk ngangguk paham.

Jena nampak berpikir sejenak "Kalo kata gue sih, coba lo cari di internet aja."

Jena mengeluarkan handphonenya lalu mengetikkan beberapa kata di kotak pencarian google "Nih, rekomendasi... tempat... kencan... romantis"

Layar handphone Jena berganti menunjukkan website yang berisikan 99+ rekomendasi tempat kencan. "Tuh" Tunjuk Jena pada handphonenya "Banyak, kan"

Sesekali Jena mengscroll tampilan handphonenya.

"Eh stop Jena" Gabriel merasa dia baru melihat tempat yang familiar.

"Ini" Tunjuk Gabriel dengan semangat "Iyel tahu tempat ini!"

Gabriel mengambil handphone Jena untuk memastikan lebih dekat "Hu'uh iya bener, ini tempat Iyel ketemu Stevie semalem. Cafe gaya retro"

Jena kembali dibuat terkejut "Maksud lo?" Dia merebut handphonenya dari tangan Gabriel "Lo pernah kesini?, sama Stevie? berdua? Like for real?"

Gabriel menutup mulutnya dan sesekali memukulnya pelan "Ah bodoh, Iyel"

"Lo, seberapa banyak yang lo sembunyiin dari gue!" Jena menunjuk Gabriel tak percaya "Jangan bilang sebenernya lo berdua udah-"

Gabriel panik karena suara Jena yang keras mulai menarik perhatian mahasiswa lain "Ah, J-jena" Gabriel langsung menutup mulut Jena "Jangan keras-keras!"

Jena menepis tangan Gabriel "Ceritain semua!" Titahnya "Atau gue gak mau temenan lagi sama lo" Ancam Jena.

yah, sebenarnya hanya ancaman belaka saja. Karena Jena kepalang kesal dan Gabriel nampaknya juga takut kalau Jena sahabat satu-satunya itu beneran ninggalin dia.

Gabriel menceritakan segalanya ke Jena. Untung saja timing kelas mereka pas banget sedang di reschedule.

"Bangsat tu orang" Celetuk Jena sambil berdiri menunjuk ke arah angin sesaat setelah Gabriel menyelesaikan ceritanya.

Gabriel nampak sedikit takut, baru kali ini dia melihat Ekspresi marah Jena yang benar-benar marah. "J-jena jangan marah" Pinta Gabriel sembari memegang ujung baju Jena.

"Siapa yang gak marah kalo temennya dilecehin gitu! Yel"

Gabriel segera menggeleng "Gabriel nggak apa-apa kok, lagian masalahnya juga udah clear. Stevie juga langsung minta maaf waktu itu, dia juga tanggung jawab nganterin Iyel pulang" Jelas Gabriel panjang lebar.

"Bagus" Timpal Jena segera. "Emang itu yang harus dia lakuin"

Gabriel hanya terdiam sambil menunduk. Dia tak pernah memperkirakan Jena akan semarah ini.

Jena memijit pelipisnya "Tapi meski gitu lo masih suka sama Stevie?" Tanya jena seolah tak percaya "Jangan bilang kalo lo malah suka sama dia karena digituin?" Pertanyaan Jena semakin kemana-mana. "Lo, nggak suka bds-"

Gabriel kembali menutup mulut Jena "Jenaa, nanyanya kok ngelantur sih, Gabriel nggak suka"

Jena pikir dia sudah sedikit keterlaluan. Dia kembali duduk dan meminta maaf.

"Ternyata bener Stevie sebrengsek itu" Ucap Jena tak percaya. "Selama ini gue selalu denger cerita soal Stevie yang macem-macem, tapi gue gak percaya"

Gabriel sebenarnya ingin membela Stevie. Jujur saja walau memang yang dilakukan Stevie padanya itu salah, tapi jika sudah kenal lebih lanjut Stevie benar-benar baik orangnya.

Atmosfer canggung sedikit menyelimuti mereka. Jena terus mencaci maki Stevie, sementara Gabriel hanya diam mendengarkan. "Lo pulang sekarang! Kelas juga di reschedule kan, jangan kemana-mana"

Melihat Jena yang berdiri hendak pergi, Gabriel segera menahan lengannya. "Jena mau kemana? Jena nggak pulang?"

Jena melepas tangan Gabriel pelan "Gue ada urusan sebentar, lo pulang! Okay"

Gabriel melepas genggamannya, "Okay" Jawabnya dengan lesu mengambil totebag kanvasnya "Iyel, tunggu pak supir di depan ya Jena."

"Bye Jena" Salam Gabriel sebelum meninggalkan Jena yang masih sibuk merapikan barang-barangnya.

"Bye, take care!" Teriak Jena begitu Gabriel mulai menjauh.

Jena menghembuskan nafasnya kasar. Dia tampak sedang men-dial salah satu kontak whatsappnya.

"Halo, Mer. Bisa kita bicara bentar"

Cewek Ganteng dan Cowok Cengeng || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang