Villa pt.1

47 8 0
                                    

Stevie menyetujui untuk pindah mobil, dirinua juga baru mengetahui kalau ternyata Yudha sudah punya lisensi mengemudi.

Tahu begitu dia lebih memikih berkendara menggunakan motor saja.

"Lo mau di depan apa belakang?" Rico bertanya pada Stevie sebelum mereka berangkat.

Stevie melirik ke arah Gabriel yang sudah lebih dulu duduk di bangku belakang. Entah kenapa sejak bertemu mery Gabriel jadi pendiam.

"Gue belakang aja, mau tidur" ucap Stevie setengah bercanda "Lo bantu liat jalan buat Gerald, mata dia sipit"

Rico tertawa sambil memukul pundak Stevie cukuo keras "Bisa aja lo"

Gerald mulai menjalankan mobilnya, dengan Rico yang asyik memakan sebungkus snack keripik kentang kesukaannya.

Sementara Gabriel begitu masuk mobil tadi langsung memandangi jendela hingga sekarang.

Stevie mencoba untuk tidur hingga sstu jam perjalanan berlalu, mata Stevie masih terbuka lebar. Justru Rico dan Gabriel yang sudah tertidur pulas.

"Lo tahu Rico ngantukan, kenapa dibiarin duduk depan" ucap Gerald yang masih terfokus pada setirnya.

Stevie menyandarkan kepalanya pada kaca "Gabriel kelihatan badmood dari tadi, gue pikir ini bisa buat dia sedikit tenang"

Gerald tertawa sarkas "Lo gatau apa pura-pura ga tau sih"

"Kapan hari lo jagain dia dari mery sampai segitunya, lah hari ini malah lo biarin gitu aja mery nempel-nempel ke elo" lanjut Gerald, membuat Stevie mengernyit.

"Mery cewek bro, gue gak suka cewe" sanggah Stevie merasa heran.

Gerald membuang nafasnya merasa lelah dengan Stevie "lo tahu Mery suka sama lo"

Stevie langsung menyanggah "She's obsessed. Bukan suka... dia butuh gue sebagai sahabatnya"

"Bullshit" tawa Gerald. "Lo selalu ngeliat orang kayak gitu ya, jangan-jangan lo juga sebenernya nggak ngeliat Gabriel sebagai pacar lo"

Ucapan Gerald membuat rahang Stevie mengeras, dia memilih untuk diam tak menjawab.

Gerald tahu ucapannya tadi sedikit keterlaluan, sepanjang jalan hingga sampai ke villa tidak ada obrolan lagi di dalam mobil itu.

Hingga akhirnya mereka sampai di villa. Yang ternyata team mobil Yudha sudah sampai lebih dulu.

"Gila!, gue nggak mau lagi disetirin nih anak uwekk" Jena baru saja muntah untuk kedua kalinya.

Melihat sahabatnya dalam kondisi kurang baik, Gabriel segera menghampiri Jena dengan khawatir.

"Kenapa?" Tanya Stevie pada Mathew yang baru saja mengikat muntahan Jena di kantong kresek.

"Dia baru ambil lisensi ya? Nyetirnya parah banget" Mathew menjawab sekenanya lalu pergi membuang muntahan Jena ke tong sampah.

Gerald mengeluarkan beberapa koper dan tas dsn tas dsri bagasinya "Kalian masuk dulu aja biar gue, Stevie sama Yudha yang angkat barang-barang ke dalam"

Tentu hal itu disetujui oleh yang lainnya.

Rico membukakan gerbang dan menunjukkan kamar untuk istirahat, Jena yang hampir tepar dibantu Gabriel dan Mathew berjalan ke dalam diikuti Mery di belakangnya.

"Lo kuat kan ngangkat" Gerald bertanya pada Stevie.

Stevie langsung mengangkat dua tas sekaligus "Lo mau gue angkat sekalian ke dalam?"

Gerald tertawa sejenak lalu meminta maaf "Sorry soal tadi"

"Gue nggak denger lo ngomong apa-apa di dalem mobil" balas Stevie dengan senyumnya lalu pergi menenteng dua tas ke dalam.

Sekitar dua kali bolak balik akhirnya semua barang sudah masuk.

"Wah daging!" Teriak Rico dengan heboh "Siapa yang bawa??"

Jena yang sudah mulai siuman mengangkat tangannya, diikuti Matew  yang menjawab "Ada soda juga di kardus. Buat ucapan terima kasih udah nraktir villa"

Rico senang sekali rasanya dia segera membuka bungkusan makanan-makanan yang ada dibantu oleh Yudha.

"Gue juga bawa bir, di kardus obat nyamuk" bisik Mery dengan kedipan satu matanya.

Senyum Rico semakin mengembang "Gue cari pemanggang dulu ya"

Mereka terlihat bersemangat sekali, padahal tas berisikan baju-baju mereka masih berserakan di ruang tamu.

"Stev, gue mah ngomong bentar" Gerald sedikit berbisik.

Stevie tentu menyetujuinya, mereka berjalan ke lantai atas.

***

"Potong dagingnya yang tipis aja bego! Ini gak mateng-mateng dalemnya" Sewot Mery pada Rico dan Mathew yang sedang memotong daging.

Jena memeriksa kardus kardus yang dia bawa, ternyata dia lupa membeli air minum.

"Matt, kamu nggak bawa air minumnya?" Tanya Jena sedikit berteriak.

Mathew masih dengan tangan yang amis bekas daging itu menepuk jidatnya "Ah, lupa honey"

"Kyaa jorok, jangan nepok jidat pake tangan kotor nanti jerawatan Matt" Jena menggerutu.

Gabriel yang hanya diam setelah menyiapkan meja dan kursi, dia melihat teman-temannya yang sibuk akhirnya mencoba menawarkan diri "Jena butuh air? Mau Iyel beliin ke supermarket?"

Jena nampak berpikir, supermarket cukup jauh dan mereka tidak punya motor. Kalau jalan kaki harus lewat tongkrongan abang-abang di pinggir pantai tadi.

"Ajakin Stevie ya! Sekalian baikan sana, lo badmood tiba-tiba karna gue ngajak Mery kan."

Sejujurnya mood Gabriel sudah lumayan membaik, dia juga tidak mau terus-terusan badmood gak jelas seperti tadi.

"Iyaa" Jawab Gabriel.

"Yaudah kalo gitu... kak Yud tadi Stevie kemana?" Tanya Jena pada Yudha yang baru saja menaruh sepiring daging matang ke meja.

"Coba cek ke atas, kayaknya dia tadi ke atas" Jawab Yudha sekilas sebelum kembali memanggang daging bersama Mery.

"Okay makasih kak, belinya yang ukuran besar agak banyak ya. Gue mau ngelap jidat Matt dulu" pesan Jena pada Gabriel.

Gabriel mengangguk faham. "Okay"

Cewek Ganteng dan Cowok Cengeng || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang