Weekend Yang Ditunggu

119 7 0
                                    

"Inget ya! Gue udah ceritain ke elo!" Jena mengucapkan kalimat ini mungkin sudah yang kesepuluh kalinya dalam hari ini.

"Soal lo mau lanjut atau enggak itu keputusan lo!" Gabriel menirukan ucapan Jena bersamaan dengan Jena yang mengulang kembali kalimatnya.

Dengan kesal Jena mencubit lengan Gabriel "Awas aja lo nangis di akhir!" Ancam Jena lalu pergi meninggalkan Gabriel dengan langkah yang berbunyi keras.

Gabriel hanya tertawa melihat sahabatnya yang over itu. Yah memang hari dimana Gabriel dan Stevie akan kencan tinggal menghitung jam saja.

Gabriel melihat jam yang melingkar di lengannya "Hmm, sudah jam 4 aku harus segera pulang dan memilih lokasi yang bagus" monolog Gabriel sambil berjalan menuju gerbang.


*

*

*


Stevie sudah bertengger di atas motor hitamnya dengan balutan jaket kulit yang berwarna hitam juga.

Dia mengunyah permen karet sambil bermain handphone. Sudah sekitar 5 menit Stevie berada di depan gerbang rumah Gabriel, tapi dia enggan menelpon dan membuat Gabriel terburu-buru karena memang salah Stevie yang sedikit terlalu cepat datangnya.

"Loh siapa ini"

Stevie segera memutar kepalanya mengarah ke sumber suara.

Mereka saling bertatapan, alis Stevie terangkat satu. Siapa paman paruh baya dengan setelan baju lusuh ini?.

"Ngapain kamu diam di depan rumah orang?" Tanya pria paruh baya itu lagi.

Stevie menggaruk tengkuk lehernya. Dia tak tahu apakah dia perlu menjawab pertanyaan paman yang bahkan tidak jelas identitasnya ini.

"Papa!" Suara Gabriel terdengar dari dalam pagar.

Papa? Jangan bilang kalau... Stevie melirik pria paruh baya itu sambil tersenyum kikuk.

"Kenapa papa gak bilang kalau pulang? Biasanya kan tidak pulang secepat ini" ucap Gabriel dengan tergesa berlari hendak membuka gerbang.

Papa Gabriel menunjukkan sms dari mama Gabriel yang mengatakan bahwa dia harus segera pulang karena akan ada kejutan malam ini.

Gabriel nampak bingung, kejutan apa memangnya? Begitu dia berhasil membuka gerbang, Gabriel langsung menyadari kehadiran orang lain di luar.

"Hai" sapa Stevie.

Gabriel terkejut, dia masih belum siap jika ketemu Stevie secara tiba-tiba begini.

"A-ah papa cepat masuk" Gabriel segera menarik lengan papanya ke dalam gerbang. Dan memberikan kode pada Stevie seolah mengatakan tunggu 5 menit.

Stevie terkekeh dan mengangguk memberikan kode 'oke'.

~~~

Tapi nyatanya Gabriel baru keluar setelah 10 menitan Stevie menunggu.

"Maaf, papa menginterogasinya lama banget" ucap Gabriel begitu keluar dari gerbang.

Stevie tersenyum "Nggak apa-apa" dan menyerahkan helm hitam glossy kepada Gabriel. "Pakai ini"

Gabriel mengambil helm itu dan segera memasangnya, Dengan bantuan Stevie tentunya.

Mereka sudah melaju cukup jauh dari rumah Gabriel, dan Gabriel baru teringat tujuan tempat kencannya yang belum sempat dia sampaikan pada Stevie.

"Ah Stevie kita mau kemana?" Tanya Gabriel.

Stevie hanya melirik Gabriel dari kaca spion lalu merubah pegangan Gabriel pada jaketnya menjadi memeluk perutnya.

Gabriel langsung terdiam dengan telinganya yang berangsur memerah. Seketika dia lupa tentang tempat kencannya.

Sekitar 20 menit mereka berkendara. Akhirnya merrka sampai di sebuah apartemen, apartemen mewah yang terletak jauh dari keramaian. Tapi masih berada di area tengah kota.

Gabriel tak henti-hentinya mengedarkan pandangan sambil menatap dengan kagum.

"Lo belum pernah kesini?" Tanya Stevie yang baru turun dari motornya itu.

Gabriel menggeleng, walau dia bisa dibilang dari keluarga menengah ke atas tapi tetap saja ini kan area elit. Biasanya yang tinggal disini hanya pebisnis dan artis.

"Lo bisa kesini sebanyak yang lo mau" ucap Stevie lagi, lalu secara tiba-tiba menarik lengan Gabriel "Ayo" ajak Stevie.

Gabriel tidak sukarela ikut begitu saja, "K-kita mau kemana?" Tanyanya memastikan.

"Ada orang yang pengen ketemu elo" jawab Stevie kembali menarik Gabriel sedikit lebih kuat.

Gabriel tak bisa melawan, dia mengikuti langkah Stevie dengan degup jantung yang tak karuan. Siapa? Siapa yang mau ketemu aku? Mery? Pikirannya kalut hingga tanpa dia sadari mereka sudah berada di lift.

"A-aku pikir kita akan ke cafe" ucao Gabriel, berusaha menenangkan dirinya sendiri dengan mengalihkan fokusnya.

Stevie melirik Gabriel dan meneliti pakaian Gabriel dari atas hingga ke bawah. Sedetik kemudian Stevie terkekeh "Jadi itu alasannya lo make pakaian gelap hari ini?"

Wajah Gabriel memerah karena malu, Stevie benar-benar sulit ditebak. Dia kan sudah prepare untuk pergi ke cafe metal.

"Cocok kok" celetuk Stevie setelah pintu lift terbuka. "Tapi gue lebih suka liat lo pake baju colorful" lanjut Stevie.

Gabriel mengekor langkah Stevie dengan senyuman mengembang di wajahnya, senang karena Stevie mengatakan kata 'suka'.

Mereka kini berdiri di depan pintu menunggu pintu dibuka setelah Stevie memencet tombol bel.

"Jangan dengerin ucapannya, dia biasa mengatakan omong-kosong" peringat Stevie sembari menunggu pintu itu dibuka.

Gabriel menelan ludahnya, dia kembali dibuat takut setelah mendengar peringatan Stevie barusan.

Tak lama suara pintupun terbuka, seorang wanita cantik keluar dengan balutan lingerie bermotif macan.

"Halooo~ eh-" sapaanya terhenti saat melihat Gabriel.

"Katanya kau akan membawa teman laki-laki!" Ketus wanita itu.

Gabriel masih belum sadar, dia masih merespon apa yang terjadi? Kenapa ada wanita matang dengan pakaian yang seksi seperti ini di sinj? Apa mungkin selera Stevie begitu?.

"Ngomong apa sih" kesal Stevie pada wanita itu.

Wanita itu kembali meneliti Gabriel dan dia baru sadar kalau Gabriel adalah laki-laki.

Cewek Ganteng dan Cowok Cengeng || On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang