XXIX

1.4K 127 20
                                    


***

Terlihat jelas disepanjang koridor, Orang-orang berlalu lalang sibuk dengan aktivitas nya masing-masing. Seragam putih khas rumah sakit seakan menjadi ikon di setiap sudutnya, Dari arah luar Beberapa orang berlari tergesa mengikuti stretcher. Diatasnya terbaring lemah seorang perempuan tak sadarkan diri dengan infus terpasang sempurna pada pernapasannya.

Mereka diminta menunggu di luar ruangan oleh petugas rumah sakit, setelah pasien berhasil dibawa masuk keruangan UGD untuk diperiksa. Panik beserta cemas ter gurat jelas di wajah orang-orang itu, meski hanya saling menatap sekilas, Namun memiliki harapan yang sama. Yaitu berharap orang yang mereka sayang baik-baik saja.

Heri, furi dan Lexa, mereka bertiga menunggu dengan gusar didepan pintu , sedangkan Nando dan Jack tak nampak Disana, mereka mendadak ada urusan yang harus diselesaikan.

Lexa mondar-mandir tak menentu, lengan kemeja Dongker tergulung tak rapi batas siku, rambutnya di kuncir asal,  sedang tangannya bersedekap kuat di dada, wajahnya pucat, tegang tanpa senyum, hanya matanya yang sembab menjelaskan bahwa ia habis menangis.

Sesekali ia mengintip dari balik kaca kecil di pintu, meski tidak menampilkan apapun , namun setidaknya ia sudah berusaha.

Tak jauh dari Lexa berdiri, Furi dan Heri memilih duduk dibangku barisan kanan, mereka hanya diam, tanpa obrolan. Sibuk dengan pikiran masing-masing, Dengan kekhawatiran yang sama, mungkin.

Ponsel Heri bergetar memecah kesunyian, dengan gontai ia membuka sebuah pesan yang baru saja masuk, lalu menyimpan ponsel itu kembali ke sakunya." Orang tuanya sedang menuju kemari," Ucap Heri pada furi disebelahnya.

Furi menoleh sedetik, tak langsung menjawab. matanya menyipit melirik tajam Heri disebelahnya, ada yang ingin ia Utarakan sedari tadi, dan sudah tidak bisa ditahan.

"Sebenarnya apa yang terjadi pak Heri? Kenapa Tari sampai begitu? " Jeda Furi menatap Heri serius, " Bunuh diri?" Tekannya keheranan.

Heri menggeleng lemah, tangan kanannya mengusap wajahnya kasar, "Saya tidak tau Bu furi." Jawab Heri apa adanya. "Saya tidak menyangka akan se fatal ini," keluhnya frustasi.

Heri menelan Saliva nya berat, kerongkongannya serasa kering, mungkin akibat lari-lari beberapa waktu yang lalu,

Terlihat ia akan melanjutkan ceritanya.
Lexa yang sebelumnya nampak cuek, bergerak mendekati keduanya, tubuhnya bersandar pada tembok sambil bersedekap manis di sebelah kiri koridor,tepatnya didepan Heri dan furi duduk saat ini, posisi itu membuatnya dapat mendengar dengan jelas semua ucapan Heri.

"Orang tua Tari, Lebih tepatnya ayah Tari, Om Mandala." Tekan Heri melanjutkan, " sejak kalian ketauan punya hubungan," Heri menatap Lexa sekejap didepannya. "beliau marah besar, bahkan mereka sempat bertengkar hebat, parahnya beliau sempat mengancam akan mencelakai keluarga Bu Lexa , jika tari masih nekad dengan pilihannya." Ucap Heri menunduk.

"Gila," celetuk furi. " orang tua macam apa yang mengancam anaknya, "  furi menggeleng tak percaya, Dan Lexa hanya menunduk diam di posisinya, tanpa komentar apapun.

" Hingga malam itu ," Heri melanjutkan, pikiran nya kembali pada kejadian sebulan yang lalu.

"Om Mandala menerima laporan, kalau Bu Lexa akan membawa tari pergi dari Indonesia," lagi Heri menatap ke arah Lexa yang masih menunduk,  entah apa yang ada dipikiran nya, hanya dia yang tau. namun yang pasti mata indahnya mulai kembali basah, siap menetes kapan saja.

"Malam itu juga , om Mandala langsung meminta uncle John untuk membawa Tari ke Roma, Tari akan mendapatkan perawatan intensif disalah satu rumah sakit Disana. " Jelas Heri.

ART Cantik 2 (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang