XXX

871 99 12
                                    

****

Tari membuka mata perlahan, gadis itu belum sepenuhnya sadar, dengan tenaga seadanya ia mencoba menggerakkan tangan, serta anggota tubuh lainnya untuk bangun dari pembaringan, badannya beringsut ditopang dipan besi kasur belakang, tangan kanannya naik menahan bagian kepala yang terasa berat, sedang tangan kiri bertumpu pada bagian pinggir kasur.

"Tari, kamu sudah sadar sayang?" Ibunya, Mirna. yang sedari tadi setia menunggu di dekat sana, menghampiri anaknya dengan sukacita, memeluk erat anak semata wayangnya dengan terharu.

"Mami..." Gumam tari pelan didalam pelukan hangat ibunya,

" Syukurlah sayang," Ucap Mirna sembari menghapus airmata nya , air mata penuh haru melihat sang anak sudah siuman dan baik baik saja. "Yang mana yang sakit nak?" Tanya nya lembut khawatir, seraya memeriksa kepala dan tubuh bagian lain anaknya, " kenapa kayak gitu lagi sayang? " Kembali dengan lembut Mirna Memeluk anaknya.

Tari Mengerjap pelan, Meski tidak menjawab, namun ia tahu arah pertanyaan itu. pertanyaan ibunya barusan, Cukup membuat hatinya terenyuh. Dan Kini matanya ikut berair menatap ibunya seolah meminta ribuan ampunan.

Dari sudut Mata kirinya nampak jelas seseorang tengah Berdiri memperhatikan mereka. Seorang pria paruh baya, yang tak lain dan tak bukan adalah ayahnya. Mandala.

Tari mengalihkan Pandangan nya kearah lain, hatinya masih sakit ketika memori nya mengulang kejadian sebulan yang lalu.

Flashback

" Berhenti menjadi anak yang keras kepala! Kamu pikir semua ini terjadi karena siapa dan untuk siapa!? Belum puas kamu menghancurkan nama baik keluarga? Sekarang kamu mau Mempermalukan kami? lagi?" Ucap Mandala penuh intimidasi pada anaknya. Tari.

" belum puas kamu melihat mami kamu!" Mandala menunjuk Mirna yang duduk disebelah tari, "sakit-sakitan bahkan hampir Mati Karena Memikirkan kamu? Ulah kamu? Apa dari kami berdua harus ada yang mati dulu! baru kamu sadar Hah!?" Suara berat Mandala meninggi memenuhi ruangan,

Tari Hanya diam, mendengar perkataan ayahnya. Apa pilihan nya memang salah? Apa mau dikata, memang benar ia punya pilihan, Namun semesta punya kenyataan.

" Kemasi barang barang kamu! sementara tinggallah diluar negeri, kamu akan ikut penerbangan malam ini!", selesai menasehati anaknya, Mandala bangkit dari duduknya, hendak meninggalkan ruangan itu.

" Tunggu! boleh saya bicara sebentar?" Sela Heri yang sedari tadi hanya berdiri diam disebelah kursi mandala, Dan berhasil menahan langkah Mandala.

"kenapa Tari harus dibawa keluar negeri? Kenapa tidak disini saja? Dirumah, didekat keluarga nya," lanjut Heri lancar, memberikan saran terbaiknya.

" Tidak bisa! kamu belum menjadi orang tua, kamu tidak akan mengerti, ini tentang ikatan orang tua dengan anak kandung nya, Kamu tidak perlu ikut campur! " Ucap Mandala tegas, menatap Heri didepan nya

" Mas!" Mirna spontan bangun memperingati suaminya, yang seperti nya tidak menyadari akan makna dari ucapannya barusan.

Heri Mengerjap pelan, ucapan pria tua itu berhasil meremas hati nya, Faktanya ia memang bukanlah anak kandung dari Mandala dan mirna, hanya anak angkat, yang diadopsi, karena Almarhum orang tuanya merupakan sahabat dekat dari Mandala,

Namun meskipun begitu, Sedari kecil ia sudah menganggap orang tua tari layaknya orang tua kandung sendiri, berbakti, melakukan apapun yang diinginkan oleh mereka selayaknya anak kandung, yang bahkan kadang melebihi Tari.

Dan sekarang ia Tersadar akan satu hal, bahwa sebaik-baik nya anak Angkat, tidak akan pernah bisa berubah menjadi anak kandung.

Karena Darah akan selalu lebih kental daripada Air.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ART Cantik 2 (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang