Beberapa kumpulan remaja tampak meramaikan lapangan yang tak begitu luas itu. Mereka bermain dan mengobrol satu sama lain. Senyum lebar itu, terlihat tulus sekali.
Melihat mereka yang duduk di sekitarku melebarkan senyumnya, aku turut menaikkan ujung bibirku. Mereka semua kawanku. Beberapa merupakan teman dari masa lalu, yang mana sulit sekali bagi kami untuk kembali bertemu. Beberapa dari mereka adalah teman terdekatku, kami selalu bersama hampir setiap saat.
Entah bagaimana takdir akhirnya mempertemukan kami. Rasanya seperti kembali ke masa lalu. Masa kanak-kanak dulu, ketika kami masih menempuh pendidikan sekolah dasar. Masa ketika badai berlabel dewasa belum datang menerpa.
Sembari bernostalgia, kami bermain bersama-sama. Bermain apa saja tanpa memikirkan apapun. Berlari kesana kemari tanpa lelah.
Hingga suara familiar terdengar memanggil namaku beberapa kali. Itu suara mama. Kemudian semuanya menjadi terasa semu. Tunggu, ini hanya mimpi?
Ketika aku membuka mata perlahan, akhirnya kusadari bahwa itu memang mimpi. Tapi, suara mama--
"Jidan!"
Aku tersadar bahwa mama benar-benar memanggilku, bukan hanya di dalam mimpi. Dengan cepat, aku menegakkan tubuh. Menoleh dengan ragu ke arah mama yang ternyata sudah berdiri di sebelahku.
Secangkir teh di tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya bertengger di pinggang. Dahinya mengerut. Setelah itu, berbagai kalimat pasti akan segera dikeluarkannya.
"Berapa kali mama bilang, jangan tidur sebelum menyelesaikan jam belajarmu! Kamu pikir kamu sudah hebat sampai malas-malasan begitu?! Nilai ulangan harian kemarin aja masih belum sempurna. Bagaimana kalau ujian nanti. Materi yang dipelajari banyak, tapi kamu malah malas-malasan."
"Maaf, Ma. Aku ketiduran," ucapku pelan.
Berharap alasanku masih cukup logis untuk bisa diterimanya. Mau bagaimana lagi, namanya juga ketiduran. Aku sudah berusaha agar tetap terjaga, tapi kelopak mataku rasanya sudah berat sekali. Nyatanya rasa kantuk mengalahkanku. Aku bahkan tidak menyangka akan tertidur sampai bermimpi pula. Entah berapa lama aku tertidur.
"Tambahkan 30 menit. Jangan tidur sebelum jam setengah dua belas nanti." Nada bicara mama sedikit melunak. Mungkin alasanku bisa dipahaminya. Beliau meletakkan secangkir teh hangat di meja. "Cuci wajahmu dan lanjutkan belajar. Minum tehnya agar tidak mengantuk."
"Aku sudah minum kopi tadi."
Padahal aku sudah se-berusaha itu agar tidak tertidur. Saat pulang setelah les tadi, aku sengaja mampir membeli kopi karena memang sudah mengantuk. Tapi, apa daya rupanya ice americano pun tidak mampu mengalahkan kantukku.
"Jangan terlalu banyak minum kopi, tidak baik untuk kesehatanmu. Jangan sampai sakit di masa ujian, belajarmu nanti terganggu."
Aku menghela napas setelah mama keluar dari kamar ini. Ucapan mama barusan cukup melukai hatiku jujur saja. Wanita itu selalu saja mengutamakan nilai, bahkan lebih daripada kesehatanku. Hampir saja aku merasa sedikit tersentuh saat mama memberi pesan agar tidak sakit. Tapi, kata selanjutnya membuatku sadar akan kenyataan. Sudah tujuh belas tahun hidup bersama mama, seharusnya sudah lebih dari cukup untuk mengenalnya. Seharusnya aku tidak terlalu banyak berharap.
'Belajarmu nanti terganggu.' Yah, memang hanya itu yang mama pedulikan.
Dengan mata yang masih mengantuk, aku memandangi secangkir teh buatan mama yang entah apa artinya. Dalam hati ingin meyakinkan diri bahwa itu merupakan bentuk perhatian kecil dari mama. Namun, sepertinya mama memberikannya hanya agar aku tetap terjaga dan bisa fokus belajar.
Setetes cairan berwarna merah pekat jatuh di tangan membuatku tersadar dari lamunan. Aku menutup hidung dengan tangan dan segera berlari ke kamar mandi. Membersihkan darah yang keluar dari hidung meski tak seberapa banyak. Setelahnya aku membasuh wajah seperti perintah mama beberapa saat lalu.
Menatap pantulan wajah di cermin, lalu kuhela napas panjang. "Nggak papa Ji, semua orang juga capek. Bukan lo doang," ucapku pelan seolah berkata pada bayangan diriku sendiri.
Pasti bukan hanya aku, kan. Pusing berpikir keras, belajar, sampai tiba-tiba mimisan. Yah, walaupun lelahnya orang-orang nggak harus mimisan juga, sih. Sudahlah, berhenti meratapi hidup. Just do it. Setelah meyakinkan diri, kulangkahkan kakiku keluar dari kamar mandi. Kembali duduk di depan meja belajar, menghadapi soal-soal latihan. Kulirik jam weker di samping, masih satu jam lagi waktuku untuk belajar. Tidak akan lama. Setelah itu aku bisa pergi tidur.
Baru saja kuraih pensil, suara notifikasi beruntun dari ponsel mengalihkan perhatianku. Isinya hanya pesan semangat hari seseorang yang sudah mulai kurindukan. Padahal kami baru bertemu tadi sepulang sekolah. Ya ampun, mengingatnya saja sudah membuatku tersenyum. Semangatku untuk belajar jadi kembali.
"Let's get it!"
7/7/24
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Mama
FanfictionKata orang, aku terlalu penurut. Menjadi penurut juga melelahkan sebenarnya, aku hampir menyerah. Tapi, apa salahnya menuruti ucapan orang tua? Hanya karena mama selalu mengaturku dan aku menurutinya lalu mereka akan memanggilku anak mama? Pedul...