Dia siapa?

49 8 0
                                    

Jaraknya kurang lebih sepuluh kilo meter. Dari rumah yang kutinggali selama ini sampai ke rumah lama nenek dari pihak mama. Kami pindah hari ini. Maksudku, aku, mama, dan Elea. Anak itu memutuskan untuk ikut dengan kami. Walaupun papa sempat melarang, tapi mau bagaimana lagi. Anak itu bersikeras ingin ikut dengan mama. Dengan janji akan berkunjung sesekali ke tempat tinggal papa, akhirnya papa melepaskannya. Walaupun dengan berat hati.

Saat baru sampai, rasa rindu pada nenek dan kakek langsung terasa. Dulu, meski terbilang sangat jarang, aku sangat senang saat datang ke rumah ini. Karena kakek dan nenek sangat baik, tidak seperti kakek dan nenek yang sering berkunjung ke rumah hanya untuk membuat keributan. Di tempat ini aku merasa dianggap dan dihargai.

Rumah ini masih terlihat sama. Bahkan warna catnya masih cokelat muda dikombinasikan dengan abu-abu dan sedikit warna putih. Sedikit perbedaan, halaman rumah sebelah kanan tidak ada lagi bunga-bunga yang tumbuh di dalam pot. Hanya ada rumput hijau di sana. Meski luasnya hanya beberapa meter, dulu nenek suka sekali merawat bunga-bunga kesayangannya di sana.

Saat membawa barang-barang masuk tadi, aku tidak begitu memperhatikan sekitar. Setelah meletakkan semua barang di tempatnya, akhirnya aku bisa merebahkan diri di kamar. Ruangan yang biasa kutinggali saat berkunjung kemari dulu. Ruangan ini juga tidak banyak berubah. Sepertinya nenek berkata jujur saat mengatakan kamar ini dibuat khusus untukku. Karena nyatanya semua yang ada di ruangan ini hanya tentang diriku, tidak ada jejak-jejak orang lain. Tidak ada barang apapun yang bukan milikku.

"Jidan?" Aku segera terduduk saat mendengar mama mengetuk pintu.

"Iya?" Mendengar sahutanku, mama membuka pintu yang memang tidak ku kunci. Terlihatlah mama yang masih memakai baju dengan rapi, ditambah tas jinjing di tangannya.

"Mama mau belanja, beli kebutuhan dapur sama yang lainnya. Kamu mau titip sesuatu?"

"Aku anterin mama aja. Pake motor, mau?"

Mama berpikir cukup lama. Yah, kalau diingat lagi sepertinya mama tidak pernah naik motor. Pakaiannya juga sepertinya tidak cocok dibawa naik motor. Tapi, hanya itu kendaraan yang kami punya. Mobil yang biasa untuk mengantar jemput Elea disita. Motorku itu kubeli dengan tabunganku sendiri, jadi tidak ada yang bisa merampasnya dariku.

"Atau pesen taksi aja--"

"Naik motor nggak papa, kok. Ayo!"

"Ikut!" Tiba-tiba suara melengking Elea terdengar.

"Yaudah, pesen taksi aja." Akhirnya mama memutuskan menuruti permintaan anak perempuannya, karena sudah effort sekali menatapnya dengan tampang memohon sambil menggoyangkan lengan mama.

"Kamu ikut juga?"

"Iyalah ...." Aku segera bangkit dari posisiku. Meraih hoodie yang sebenarnya baru saja ku lepaskan beberapa menit yang lalu. Sebenarnya masih lelah, tapi sepertinya akan menyenangkan.

Akhirnya kami pergi bersama. Kalau dipikir-pikir sepertinya ini pertama kalinya kami bepergian bersama. Karena sebelumnya aku terlalu sibuk belajar sampai tidak ada waktu untuk menghabiskan waktu bersama. Kalau si bungsu mungkin sudah biasa menghabiskan banyak waktu dengan mama. Wajar saja kalau menempel sekali dengan mama.

Peranku di sini sebenarnya bukan apa-apa. Hanya mendorong troli mengikuti langkah dua wanita beda usia itu. Membantu mengambil barang yang sulit dijangkau. Bukan hal besar. Tapi, rasanya menyenangkan. Aku merasa akhirnya kehadiranku ini berguna bagi mama. Dan kebersamaan kami, membuatku merasa bahwa kami benar-benar keluarga. Keluarga kami memang tidak sempurna, tapi kami bahagia.

Tunggu sebentar lagi. Aku akan menghasilkan banyak uang dan akan membelikan apapun yang kalian mau. Aku akan berusaha keras demi kalian. Aku pasti akan berhasil. Harus.

Anak MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang