Mataku hampir terbuka sepenuhnya ketika sinar matahari terasa seperti menusuk ke retina. Silau sekali, pasti semalam aku lupa menutup gorden jendela. Terlalu malas, kupejamkan lagi mataku. Menaikkan selimut hingga menutup seluruh tubuh. Kenyamanan ini, aku enggan meninggalkannya. Kapan lagi bisa tidur sampai siang kalau bukan akhir pekan.
Hampir saja aku kembali menyelami alam mimpi jika dering ponsel tidak mengagetkanku. Dengan sedikit kesal aku meraih benda pipih persegi panjang yang ku letakkan di nakas. Effort sekali si penelpon ini, aku mematikan data seluler supaya tidak mengganggu waktu tidur, tapi dia menelpon via pulsa.
Keherananku hilang ketika melihat nama yang muncul di sana-- pacar. Pantas saja seniat itu, karena dia pacarku. Gadis yang susah payah kubujuk kemarin karena lagi-lagi aku tidak bisa mengantar ia pulang. Sepertinya acara ngambeknya sudah benar-benar selesai. Buktinya sekarang sudah mau memberikan usaha sebesar itu untuk menelepon sekedar untuk membangunkanku. Sebenarnya membujuk dia yang sedang merajuk itu tidak terlalu sulit. Itulah kenapa aku masih betah dengannya meski orangnya baperan parah. Mudah sekali merajuk.
"Udah bangun?"
Aku mengangguk sambil bergumam pelan. Terlalu malas mengeluarkan kata-kata ketika mata saja masih merem melek. Oh iya, aku mengangguk atau menggeleng juga dia tidak akan melihat. Kenapa aku melakukan itu?
"Jangan tidur terus. Bangun, mulai aktifitas. Aku aja udah beres bantuin mama masak. Kamu masih belum bangun juga?"
Aku menjauhkan ponsel dari telinga sesaat, hanya untuk melihat jam. Ternyata sudah hampir pukul sembilan. Pantas Anna sudah selesai memasak. Pacarku itu lumayan rajin soal pekerjaan rumah ngomong-ngomong. Walaupun sekedar membantu mamanya, setidaknya dia mau belajar. Salah satu poin plus menurutku.
"Cepetan mandi!" ujarnya dengan sedikit berteriak. Dia pasti mengira aku tidur lagi karena tidak menjawab pertanyaannya.
"Iya …." Ah, malas sekali sebenarnya. Tapi, kalau bukan sekarang kapan lagi aku akan bangun. Kalau ditunda pasti akan lebih malas lagi.
"Jangan lupa sarapan!"
"Iya."
"Abis itu kita pergi kencan!"
"Iy-- enggak. Please, maafin aku nggak bisa ngedate sama kamu kali ini. Aku pengen stay di rumah soalnya papa aku libur hari ini." Aku baru ingat semalam papa pulang dan seingatku Lea bilang papa libur hari ini.
"Iya … kamu udah jelasin kemarin. It's okay. Aku ngerti, kok." Walaupun ngambekan, pacarku itu kadang cukup pengertian. Karena itu, aku sulit memahaminya. Tentang apa saja yang bisa ia toleransi. Tapi, kata bang Haikal cewek memang begitu. Sulit dimengerti.
"Thanks."
"Have a nice day! Bye Ji!" ucapnya dengan ceria sebagai penutup panggilan kami pagi ini.
"Bye Anna!" Iya, kami saling memanggil nama tanpa ada panggilan khusus. Malu saja rasanya saat mengatakannya. Toh, Anna juga baik-baik saja dengan hal itu.
Sudah terlanjur bangun, aku menyibak selimut. Menarik napas dalam, mempersiapkan diri untuk menjalani hari ini. Semoga hari ini menyenangkan, atau setidaknya semua berjalan dengan baik dan tidak ada hal buruk yang terjadi. Setiap pagi sebelum mulai beraktivitas aku selalu berharap begitu, tapi tidak dapat dihindari masalah pasti akan tetap datang. Biarlah terjadi, itu wajar saja terjadi dalam hidup. Jadi, aku juga akan menguatkan diri untuk mengahadapi apapun yang akan terjadi.
Setelah selesai membersihkan diri kemudian mengenakan pakaian santai-- kaos lengan pendek dan celana training panjang, aku langsung keluar dari kamar. Turun ke lantai bawah untuk sarapan, walau kemungkinan sudah terlambat karena sudah terlalu siang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Mama
FanfictionKata orang, aku terlalu penurut. Menjadi penurut juga melelahkan sebenarnya, aku hampir menyerah. Tapi, apa salahnya menuruti ucapan orang tua? Hanya karena mama selalu mengaturku dan aku menurutinya lalu mereka akan memanggilku anak mama? Pedul...