Aku tidak iri

141 15 1
                                    

Dengan langkah lebar aku melangkah keluar dari kamar dengan mencangklong tas sekolahku. Turun melewati tangga dengan dua atau tiga anak tangga sekaligus. Aku sangat terburu-buru sekarang karena saat ini hanya tinggal tiga puluh menit sebelum jam pelajaran di sekolah dimulai. Padahal hari ini aku tidak bisa berangkat dengan motorku karena masih menginap di bengkel sejak semalam. Mengingat jalan ibukota, kemungkinan besar aku akan terlambat walaupun sebenarnya tempatku menimba ilmu tidak begitu jauh. Jam segini juga sangat sulit mencari kendaraan umum. Sial, aku tidak punya aplikasi ojek online karena selalu pergi dengan motorku sendiri. Aku tidak yakin bisa langsung menggunakan aplikasi yang sama sekali belum pernah ku unduh itu.

"Kak Ji, nggak sarapan?" tanya seorang gadis yang sedari tadi menatapku heran sembari memakai sepatunya duduk di sofa ruang tamu.

Dia adik perempuanku, namanya Elea. Saudaraku satu-satunya. Meski begitu kami tidak begitu dekat. Entahlah untuk alasan apa, mungkin karena aku terlalu banyak menyimpan rasa iri padanya.

Dia benar-benar seperti tuan puteri. Mama selalu memanjakannya, mungkin karena anak bungsu. Sikap papa juga jauh berbeda padanya. Pria super sibuk yang hanya mementingkan perusahaannya itu masih sempat menelpon anak perempuannya sesekali. Sedangkan aku yang seringkali merasa seperti anak pungut tidak pernah sekalipun mendapatkan panggilan telepon dari pria itu. Lea juga mendapatkan uang saku dari papa padahal mama sudah memberikan jatah setiap minggunya. Sedangkan aku, tentu saja hanya mendapat jatah setiap minggu dari mama. Walaupun nominal yang mama berikan padaku sedikit lebih banyak, tetap saja aku merasa tidak adil. Bukankah papa terlalu memperlihatkan pilih kasihnya?

Dan lihatlah, ketika aku terburu-buru untuk pergi ke sekolah dengan kendaraan umum gadis itu terlihat sangat santai karena ia selalu diantar sopir setiap harinya. Walaupun aku laki-laki, tapi apa salahnya memfasilitasiku dengan hal serupa?

"Jidan, sarapan dulu!" celetuk mama dari arah dapur terdengar tak dapat dibantah. Meski kesal, aku menurut. Mengambil sedikit nasi dan lauk sekedar untuk memenuhi perintah mama. Aku menyantap sarapanku tanpa menikmati rasanya. Kalau boleh, aku ingin langsung menelannya tanpa perlu lama-lama mengunyah.

"Motor Kakak dimana? Kok, nggak ada di garasi?"

Aku sedikit terkejut melihat Lea duduk di sebelahku. Kukira anak itu sudah berangkat ke sekolah. Biasanya, anak itu selalu ribut takut terlambat kalau kesiangan sedikit saja.

Sebelum menjawab, kutelan dulu makanan di dalam mulutku.
"Di bengkel. Kemarin mogok," sahutku seadanya. Setelah itu lanjut makan. Tolonglah, aku buru-buru. Tidak ada waktu untuk mengobrol sekarang.

"Ayo, kita berangkat bareng. Kita jarang banget berangkat bareng. Temenku penasaran tau, kakakku kayak apa." Anak itu menatapku penuh harap. Aku tidak tahu apa motif yang dia sembunyikan, kenapa tiba-tiba sekali mengajakku berangkat bersama.

"Jadi, kamu minta berangkat bareng buat pamerin kakakmu ke teman-temanmu?" celetuk mama ternyata ikut mendengar obrolan kami. Ternyata mama memang lebih mengerti tentang Lea. Jadi, itu alasannya.

"Hehe …, kata temenku, kakak ganteng. Mereka suka banget kalo aku upload foto atau video bareng kakak."

"Terus? Apa urusannya sama aku?" tanyaku setelah menyelesaikan acara makan yang sengaja dipercepat. Segelas air putih pun sudah ku tandaskan.

"Kak Ji yang ganteng banget, ayo berangkat bareng. Lagian searah, daripada kakak telat, kan?" tanyanya sembari menggoyangkan lenganku dengan tatapan matanya yang dibuat semenggemaskan mungkin. Ku akui, adikku itu memang menggemaskan. Dan aku tidak pernah bisa menolak permintaannya kalau sudah begitu.

"Iya, deh. Demi adek yang cantik." Walaupun sering menyimpan rasa iri, tentu aku tetap menyayangi adikku satu-satunya itu. Aku selalu berusaha agar tidak pernah menunjukkan rasa iri padanya. Bagaimanapun, itu bukan kesalahannya. Itu hanya bisikam setan yang hanya akan membuat ikatan persaudaraan kami hancur.

Anak MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang