Satu minggu. Hanya dalam waktu satu minggu video penampilan soloku bermain gitar diunggah, ternyata sudah ditonton satu juta kali. Bahkan, video lain yang sudah lama diunggah di akun kami tiba-tiba viewers-nya menambah pesat. Apa yang terjadi?
Kami sama sekali tidak menduga hal ini. Bang Haidar hanya iseng merekamku waktu itu, katanya sayang kalau dilewatkan begitu saja. Bang Navis juga tidak terlalu banyak mengeditnya, katanya sayang kalau dibuang jadi diunggah saja. Tidak ada yang menyangka kalau reaksinya akan seheboh ini.
Caffe bang Jo juga menjadi selalu penuh, baik siang maupun malam. Tak sedikit pula hadiah yang dititipkan untuk anggota band kami. Meski sebenarnya sungkan, kami menerimanya dengan penuh rasa syukur.
Pacarku yang sering mengatakan tidak akan cemburu kalau fansku menambah seribu dalam sehari, tiba-tiba sedikit merasa jengkel dengan banyaknya cewek-cewek yang datang menghampiriku. Walaupun bibirnya kekeuh mengatakan bahwa dia baik-baik saja dengan hal itu, aku mengerti sebenarnya dia masih belum rela kekasihnya ini menjadi milik semua orang. Bukan lagi miliknya seorang. Untuk itu aku susah payah mencari cara untuk menunjukkan padanya bahwa dia selalu yang paling spesial untukku.
Atas usulan ide dari bang Navis, malam ini aku menyanyikan satu lagu khusus untuknya. Syukurlah, dia terlihat sangat senang. Kedua matanya bahkan terlihat berkaca-kaca. Setelah selesai, aku sudah hampir pergi mengantarnya pulang. Sampai tiba-tiba tamu tak terduga muncul. Terpaksa aku memesankan taksi online untuknya. Tak lupa mewanti-wanti gadis itu agar segera menelpon kalau ada masalah.
Seorang pria berumur tigapuluhan datang berkunjung ke caffe, khusus untuk menemui anggota 7dream. Katanya, dia perwakilan dari sebuah perusahaan entertainment yang namanya cukup familiar. Perusahaan entertainment di negeri ini tidak begitu menonjol sebenarnya, tapi mendengar nama yang cukup familiar itu sepertinya bukan perusahaan kecil.
Beliau bermaksud ingin merekrut band kami agar dapat berkembang lebih besar lagi. Perusahaan juga akan membantu kami untuk merilis album dan segala persiapannya. Tawaran yang sangat bagus sebenarnya, tapi kami tak bisa gegabah untuk langsung memberikan keputusan. Beliau pun mengerti, memberikan kami waktu untuk berdiskusi. Sebelum pergi, pria itu meninggalkan kartu namanya dan meminta kami menghubunginya bila sudah membuat keputusan.
Menjadi anggota band yang terkenal, tampil di atas panggung dengan lagu kami sendiri, lalu menggelar konser dengan ribuan penonton. Wahh, aku sepertinya sudah menemukan impianku. Setelah delapan belas tahun hidup, akhirnya aku menemukan sesuatu yang ingin kulakukan. Ini pertama kali aku memiliki mimpi. Apapun yang terjadi, aku pasti akan mengejarnya.
Sepanjang perjalanan pulang, susah payah aku menahan senyuman lebar ku-- takut dikira gila. Perasaan yang menggebu-gebu tak kunjung hilang. Hormon serotonin? Dopamin? Apapun itu yang membuatku menjadi se-bahagia ini, sepertinya meningkat pesat. Kakiku bahkan tak berhenti bergerak mengetuk-ngetuk pijakan dengan irama yang tak menentu. Aku sampai bertanya-tanya apakah boleh se-bahagia ini?
Rupanya perasaan berbunga-bunga itu hilang ketika aku baru saja membuka pintu rumah. Remote TV melayang ke arahku. Tidak tepat sasaran karena aku begitu terkejut sampai refleks menepi sambil menutupi kepala. Namun, air muka mama benar-benar menyeramkan. Aku sudah menduga. Cepat atau lambat, mama pasti akan tahu. Bagaimana tidak, videonya se-viral itu.
"Ngerasa hebat karena bisa main musik?!"
"Tutup pintunya!" Aku menurut, menutup pintu lalu duduk di seberang mama. Mari kita dengarkan dulu ceramah mama kali ini. Jadi, inilah kenapa orang-orang bilang jangan terlalu bahagia.
"Kamu pikir karir penyanyi itu panjang? Paling kalo udah tua juga udah nggak laku! Kerjaan kayak gitu nggak bisa bertahan selamanya. Pikirin masa depan kamu!"
Kata siapa, masih banyak, kok musisi yang masih berkarya sampe tua. Meski target pasarnya mungkin akan berbeda, tapi masih bisa menemukan penikmatnya. Meski mungkin tidak sampai selamanya, setidaknya sudah cukup menikmati hidup. Memangnya pekerjaan apa yang ada jaminan bisa bertahan selamanya.
Walaupun mama menganggapku masih kecil, tapi aku sudah cukup dewasa untuk bisa berpikir jauh ke depan. Setiap malam aku selalu berpikir, bagaimana kalau aku bekerja di kantor setiap hari lembur sampai melupakan keluarga seperti papa. Bagaimana aku bisa bertahan hidup jika selalu dihadapkan dengan urusan kantor sepanjang hari. Itu sangat melelahkan. Darimana aku akan mendapatkan kebahagiaan lewat pekerjaan seperti itu. Melewatkan kehangatan keluarga, siapa yang ingin menjadi seperti itu. Hanya mama. Aku jadi bertanya-tanya, memangnya selama ini mama bahagia?
"Kehidupan artis juga nggak semulus itu. Semakin terkenal, orang semakin banyak yang benci. Kamu siap, semua privasi kamu diganggu sama semua orang? Orang-orang akan selalu mencampuri urusan privasimu. Kamu mau hidup kayak gitu?"
Bukan hanya artis. Semua orang juga begitu. Namanya juga manusia, pasti ada yang suka maupun benci. Dan mencampuri urusan orang lain adalah hobinya. Hanya saja, kalau banyak dikenal orang maka semakin luas pula privasi akan tersebar. Tentu hal itu juga masih kupertimbangkan. Aku bukannya tak berpikir sama sekali dalam mengambil langkah seperti yang mama kira.
Kali ini, aku tidak akan goyah hanya karena mama yang memerintahkan. Kalaupun aku memilih untuk tidak melanjutkan karirku, maka itu adalah pilihanku sendiri. Bukan pilihan mama. Aku tidak akan melepaskan mimpiku hanya karena mama tidak mengizinkan. Lihat saja, kalau aku sudah memutuskan, bagaimana pun caranya aku akan mendapatkan izin mama. Aku akan membantah mama, tapi aku tidak akan meninggalkan mama. Aku hanya perlu membuatnya berpihak padaku. Apapun akan ku usahakan.
"Daripada main nggak jelas, bergaul sama orang nggak jelas, mending kamu belajar! Kamu belum terlambat, Jidan …. Demi masa depan kamu."
Aku memberanikan diri untuk menatap sepasang mata yang penuh kekhawatiran itu. Hampir saja aku luluh, tapi aku harus bertahan. Kalau mama tidak tahu aku harus diberi kesempatan untuk berbicara, biar aku yang langsung berbicara selagi ada kesempatan.
"Mereka bukan orang-orang nggak jelas. Mereka temenku. Aku tahu dengan siapa aku bergaul. Aku tahu pergaulan seperti apa yang aku ikuti. Aku tahu mana yang benar dan mana yang salah. Mama sendiri yang nge didik aku sampe sekarang. Mama nggak yakin sama didikan mama sendiri?"
Memangnya dengan didikan mama yang seketat itu aku bisa jadi apa. Aku sudah cukup mendapatkan banyak pelajaran tentang batasan-batasan yang tidak boleh dilewati dari mama.
"Mama bener, bahagia tanpa uang mungkin terdengar seperti omong kosong. Tapi, mama harus tahu aku bener-bener bahagia saat bermain musik. Mama nggak perlu khawatir aku akan kesulitan atau kekurangan. Apapun itu, aku akan hadapi. Manusia mana yang hidup tanpa ada kesulitan? Sesulit apapun, kita cuma perlu bangkit lagi, semangat lagi. Dan aku butuh mama buat semangatin aku. Selagi ada mama, aku baik-baik aja tanpa papa. Aku emang bukan anaknya, nggak masalah kalo papa nggak mengakui aku. Aku cuma perlu mama."
Buktinya selama ini tanpa hadirnya papa aku masih baik-baik saja bersama mama. Untuk apa lagi mengejar pengakuan dari papa. Kehidupan seperti papa, aku sama sekali tidak menginginkannya.
"Terserah! Capek-capek mama ngurusin kamu, malah semaunya sendiri." Wanita itu pergi dengan kaki dihentakkan. Menaiki tangga tanpa menoleh sedikitpun meski aku memanggilnya. Sibuk mengoceh sendiri dan menulikan pendengarannya.
"Ma …."
"Nggak ada gunanya gedein anak. Disuruh nurut doang ada aja alesannya. Ngerasa udah pinter, udah bisa ngelawan mamanya," tanpa sedikitpun menghiraukanku, mama terus saja bergumam sampai tubuhnya menghilang dari pandanganku. Masuk ke kamar dengan pintu yang ditutup dengan kencang.
Tidak apa-apa nanti mama pasti mengerti. Aku tahu, yang mama inginkan hanya aku bahagia dan hidup terjamin sampai tua nanti. Orang tua mana yang ingin anaknya celaka, tidak ada. Aku hanya perlu meyakinkan mama bahwa jalan yang kupilih itu yang terbaik untukku.
Aku sudah berusaha semaksimal mungkin
Dan hasilnya seperti ini
Mana malem banget selesainya6/8/24
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Mama
FanfictionKata orang, aku terlalu penurut. Menjadi penurut juga melelahkan sebenarnya, aku hampir menyerah. Tapi, apa salahnya menuruti ucapan orang tua? Hanya karena mama selalu mengaturku dan aku menurutinya lalu mereka akan memanggilku anak mama? Pedul...