Semuanya berlalu begitu saja. Aku memilih untuk tidak menghadapi masalah. Biarkan masalah datang menghantam, akan kuterima tanpa adanya perlawanan. Biarkan waktu yang menyelesaikan segalanya. Karena aku tidak mampu melawan.
Fakta bahwa papa bukanlah papa kandungku tidak pernah mengubah apapun. Tidak mungkin papa yang tak acuh padaku menjadi sedikit perhatian setelah fakta itu terungkap. Justru semuanya menjadi mudah bagi papa. Semua sikap dan perilakunya padaku bukan tanpa alasan. Jika ada sedikit perhatian yang ia tunjukkan, maka itu pasti atas permintaan mama. Seperti hari itu, ketika papa meluangkan waktu untuk mengantarku pulang dari rumah sakit. Rupanya ada mama, dalang dibalik semua itu. Info itu kudapat dari Elea yang keceplosan memberitahuku kemarin. Lagipula aku tidak terkejut lagi dengan fakta itu.
Dan ya, mama masih berambisi ingin menjadikanku calon pewaris perusahaan papa. Sejak awal semester genap dimulai, mama semakin menekanku belajar untuk persiapan SNBT. Walaupun sebelum itu aku tetap mendaftar SNBP, tapi tampaknya mama sama sekali tidak menaruh harapan padaku.
Tapi, sepertinya papa sedikit tertarik dengan rencana mama. Beberapa kali pria itu bertanya padaku tentang rencanaku untuk masuk ke UI. Sepertinya keberhasilanku nanti akan sedikit menguntungkan papa. Tentang citranya di mata orang-orang, bahwa ia berhasil membesarkan anaknya menjadi seseorang yang dapat dibanggakan. Cih, membesarkan apanya, dia bahkan tidak memiliki kontribusi secuilpun.
"Pak ketos!" Suara melengking milik gadis berambut pendek itu membuatku tersentak, tersadar dari lamunan panjang. Ditambah tangan berukuran kecil itu menggebrak meja di hadapanku yang menimbulkan efek tidak biasa. Kuat juga. Dia Ajeng, si bendahara kelas yang suaranya memang melengking tinggi. Sengaja dipilih karena alasan itu. Setengah tahun lebih kelas ini dipenuhi suaranya itu, menagih kas kepada setiap anggota kelas.
"Anj--" kata-kataku kembali tertelan mendengar seseorang mengumpat dengan lebih fasih.
"Anjing!" Kedua mata Liam terbuka lebar sembari menggertakan giginya. "Gue udah bukan ketua OSIS!"
Tapi, sepertinya gadis itu sama sekali tak goyah. Marahnya Liam bukan apa-apa. Paling menggertak sebentar, habis itu juga cengengesan lagi.
FYI, sejak acara serah terima jabatan dilaksanakan beberapa bulan lalu, kami anggota OSIS kelas dua belas sudah benar-benar lepas tangan dengan segala tanggung jawab organisasi itu. Iya, akhirnya aku pensiun dari organisasi yang menguras baterai sosialku.
"Yaudah, mantan ketos! Emang iya, nanti lulusan nggak ada prom night? Tahun kemaren, kan ada! Nggak seru banget sumpah!"
"Mana gue tau! Bukan gue panitianya!" sewot Liam.
"Kan, anak buah lo yang ngurusin!" seru Ajeng tak mau kalah.
"Gue nggak nyuruh! Nggak ada urusannya sama gue. Udah sono tanya Azka aja, ganggu banget lo!" Liam mengibaskan tangannya kemudian kembali fokus dengan ponselnya. Menonton video penampilan band kami yang sudah cukup banyak diunggah di berbagai sosial media. Sepertinya dia sesuka itu melihat penampilan band kami, terutama dirinya sendiri. Dia bahkan tidak berhenti memuji dirinya sendiri. Terkadang menemukan sedikit kekurangan, dia akan memperbaikinya di masa depan.
"Ada, kok." Liam dan Ajeng menoleh menatapku bersamaan.
"Bang Marvin udah di calling, suruh ngisi di acara prom night di sini," lanjutku.
"Anjir! Band kalian bakal tampil di prom night?!" tanya Ajeng tampak sangat bersemangat. Senyumnya lebar sekali.
Aku mengangguk yakin. Baru tadi pagi bang Marvin memberitahuku lewat chat. Katanya memastikan saja aku mau ikut bergabung. Soalnya beberapa kali terakhir band kami tampil, aku terpaksa absen karena sibuk belajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Mama
FanfictionKata orang, aku terlalu penurut. Menjadi penurut juga melelahkan sebenarnya, aku hampir menyerah. Tapi, apa salahnya menuruti ucapan orang tua? Hanya karena mama selalu mengaturku dan aku menurutinya lalu mereka akan memanggilku anak mama? Pedul...