Jatuh cinta lagi

65 8 0
                                    

Dua malam menginap di kamar ini, aku sudah merasa lebih baik. Walaupun kepalaku masih terasa pusing, setidaknya aku tidak lagi merasa panas dingin khas orang sakit. Perutku yang tadinya terasa penuh sesak juga sudah terasa lebih baik. Walau sedikit, sekarang perutku sudah bisa menerima makanan dan minuman. Semoga saja aku bisa secepatnya bebas dari tempat ini. Ternyata menginap di rumah sakit dengan keadaan sakit, rasanya lebih buruk dari yang kubayangkan.

Untung saja, selalu ada yang menemaniku di sini. Mama dan Elea selalu bergantian menungguku. Kebetulan sekali sedang libur sekolah akhir semester, jadi adikku itu selalu memiliki waktu luang untuk menemaniku. Mama juga tidak perlu repot membuat surat ijin untukku.

Mama bahkan hampir tidak pernah meninggalkanku lebih dari satu jam. Aku jadi sedikit merasa bersalah karena marah padanya, menghakiminya, menganggap mama orang yang paling bersalah dalam kekacauan hidupku. Ya, sekarang aku tidak lagi hanya menduga-duga, tapi mama memang tidak seburuk itu. Aku merasa mama benar-benar mamaku. Dan aku memang benar anaknya.

Selain itu, yang lebih mengejutkan semalam papa datang. Aku bahkan merasakan tangan besarnya menyentuh keningku. Walaupun saat bangun tidur pagi tadi aku jadi tidak yakin itu nyata atau hanya mimpiku saja. Apa aku berharap terlalu banyak?

Tak hanya mereka, siang ini gadis yang tak pernah kudengar kabarnya dua hari ini tiba-tiba muncul di hadapanku dengan situasi yang sangat tidak kuharapkan. Menunjukkan sisi lemahku padanya, sesuatu yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Namun, gadis itu malah tersenyum lebar menatapku dengan tatapan teduhnya.

"Anna?" tanyaku memastikan. Siapa tahu aku hanya berhalusinasi, kan. Aku baru bangun tidur setelah minum obat sehabis sarapan tadi. Saat membuka mata, senyuman yang secerah matahari itu menyambutku.

"Iya. Aku di sini. Kamu udah mendingan?" Mendengar lembut suaranya membuatku tersenyum senang kemudian mengangguk sebagai jawaban.

Dia benar-benar Anna. Vianna, pacarku. Aku berusaha bangun dari posisiku agar lebih mudah berinteraksi dengannya. Aku sangat merindukannya ngomong-ngomong. Dia dengan sigap membantuku duduk dengan nyaman. Menawarkan bantuan lain seperti air minum atau yang lainnya.

"Mama?"

Gadis itu terkekeh mendengar pertanyaanku. "Dasar anak mama. Baru bangun langsung nanyain mamanya."

Bukan begitu maksudku, hanya terbiasa selalu melihat mama atau Elea saat terbangun. Jadi, agak aneh tak melihat keduanya di sini. Apalagi ada tamu, bagaimana bisa ditinggal sendirian menungguku yang masih tertidur.

"Aku cuma--"

"Lucu. Pacarku gemesin banget, padahal lagi sakit," ucapnya sambil mencubit pelan pipiku. Oh god, aku ini pacarnya, bukan adiknya. Mengapa dia memperlakukanku begitu. Sebenarnya aku tidak suka ketika orang-orang menganggapku lucu, karena aku laki-laki dan sudah dewasa. Tapi, kalau itu Anna tidak masalah. Aku akan menganggap itu sebagai love language.

"Mama kamu lagi makan di kantin sama adek kamu. Aku diminta jagain kamu di sini," jelasnya. Aku mengangguk-angguk saja.

"Kamu udah makan?" Ini bukan pertanyaan basa basi. Aku sungguh akan marah kalau ternyata dia belum sarapan sama sekali. Gadis itu seringkali mengabaikan pola makannya. Bagaimana kalau dia sakit sepertiku. Sungguh, sakit ini tidak nyaman sekali. Biar aku saja yang merasakannya.

"Udah, sebelum ke sini makan dulu, kok. Diajakin Liam tadi."

"Liam ke sini?" tanyaku celingukan mencari sosoknya yang biasanya kalau datang suka keroyokan.

"Iya. Sama temen-temennya juga. Tapi, barusan keluar. Bosen di sini katanya." Aku mengangguk paham. Anak-anak itu memang tidak bisa diam untuk waktu yang lama. Mana mungkin betah di tempat seperti ini. Bisa kena tegur perawat nanti karena terlalu berisik.

Anak MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang