Setelah Papa Pergi

1.4K 164 26
                                    

Seminggu setelah kepergian sang Papa, perasaan anak-anaknya masih tak kunjung membaik. Masih merasa sedih, hancur, dan terpukul. 7 bersaudara itu kini benar-benar kehilangan sosok Ayah untuk selama-lamanya. Mungkin sekarang, sang Papa sudah bertemu dengan Mama di surga. Barang kali, Papa juga sudah menyampaikan salam rindu anak-anaknya kepada sang istri tercinta yang telah lama meninggal. Lalu mereka saling menjaga satu sama lain, serta menjaga 7 anaknya dari atas langit.

Hari ini adalah hari minggu. Weekend yang ditunggu-tunggu, sebab menjadi hari santai untuk beristirahat semua orang yang telah melakukan banyak kegiatan di hari-hari sebelumnya. Namun sayangnya, pagi ini hujan turun dengan deras. Membuat sosok yang tadinya masih tertidur dengan nyenyak, praktis terbangun karena suara hujan menganggu tidurnya.

Ricky berdecak dan mengubah posisi menjadi duduk. Mengerjapkan mata beberapa kali, setelah tersadar dia langsung meraih baju yang ia taruh asal di atas ranjang dan memakainya. Kemudian turun dari kasur, ia berjalan dengan gontai keluar dari kamar. Melewati tangga, bocah itu melihat Shaka sedang duduk sendirian di ruang makan di temani dengan secangkir kopi hitam andalannya. Ricky berdecak pelan.

"Kopi terooss! Masih pagi juga."

Shaka langsung mengalihkan atensinya, menatap Ricky dengan alis terangkat sebelah. "Minimal cuci muka dulu anjirr!! Jorok banget ilernya belom ilang, udah keluyuran aja!"

"Banyak bacot, bapak-bapak!"

"Nggak sopan lo!"

Ricky hanya menjulurkan lidahnya, kemudian duduk di samping Shaka. Menuangkan air untuk ia minum dan meneguknya langsung sampai habis.

"Yang lain mana, Mas?" Tanya Ricky kemudian.

"Kak Harris sama bang Ray maen ps, kak Lean sama si kembar hujan-hujanan di depan rumah."

Mata Ricky langsung melotot begitu mendengar kalimat terakhir yang Shaka ucapkan. Hujan-hujanan? Pagi-pagi begini?

"Orang gila mana yang main hujan-hujanan pagi-pagi begini? Cuma kak Lean sama Kakak kembar doang!"

"Kalo mau ikut kesono aja."

"Ogah, dingin lah kocak!!"

Shaka hanya mengangkat bahunya acuh. Kemudian menyeruput kopi yang sisa setengah cangkir.

"Kalo Papa masih ada, pasti mereka udah di marahin. Nggak di bolehin main hujan pagi-pagi begini, soalnya Papa nggak mau anak-anaknya sakit. Apalagi kak Valen, anaknya gampang drop."

Shaka melirik Ricky, bocah itu terlihat menundukkan kepala. Shaka menghela napas. Ia tahu, Ricky masih belum bisa merelakan Papa sepenuhnya. Sebab hampir setiap hari, Ricky selalu membawa-bawa Papa dalam obrolannya. Lelaki itu langsung menepuk pundak adik bungsunya.

"Bang Ray nggak ngomel emangnya, Mas?"

"Ngomel kenapa?"

"Ya mereka main hujan pagi-pagi begini? Bang Ray kan cerewet bangeeettt?"

"Ya menurut lo? Mau ngomel-ngomel sampe mulut berbusa juga dia bakalan kalah kalo ada Milo, apalagi ketambahan kak Lean juga. Nggak bakal mempan omelan dia."

Ricky langsung terkekeh. "Iya juga."

"Sarapan lo."

"Nanti."

Kemudian hening antar keduanya. Beberapa saat kemudian, Rayyan datang dari arah ruang tv diikuti Harris di belakangnya.

"Shaka, tolong panggil si Lean sama si kembar suruh udahan main hujannya, entar masuk angin." Perintah Rayyan.

Shaka yang mendengar itu langsung mengerutkan dahi. "Jarak ruang tv sama depan rumah tuh deket, Bang. Kenapa nggak lo panggil sendiri aja tadi?"

"Males debat."

Awesome Lil' Brothers | ENHYPEN✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang