03

83 17 11
                                    

Jangan lupa vote dan comment!!!

***

Bani Hanif Ashraf

Kadang gue tuh suka kepingin nyuruh mbak Bina berhenti kerja, bukan... bukan karena dia gak boleh berkarir, atau karirnya lebih cemerlang dari gue, gak sama sekali, tapi gue cuma suka gak tega aja lihat dia yang setelah pulang kantor masih harus mengurus Keenan dan kadang pekerjaan rumah juga. Bukan berarti gue gak mau ngurus Keenan dan pekerjaan rumah ya, gue mah gapapa banget tapi kadang si nyonya ini yang kekeuh buat dia yang ngerjain dan kadang si anaknya juga yang mau sama bunannya terus, selain soal perjajanan, apapun itu selama ada bunannya, dia akan selalu pilih bunanya di atas gue, yayahnya. Gue dan Keenan ini saingan dalam perbucinan ke buna memang.

Contohnya kayak sekarang,  mbak Bina sedang mengemonh Keenan yang rewel karena pengen ikut neneknya yang tadi mampir sebentar saat gue menjemput mbak Bina di kantor, jadi dari tadi Keenan nangis terus dan sekarang mbak Bina sedang menggendong untuk menenangkannya. Padahal isteri gue itu juga baru beres mandi, belum istirahat bahkan kayaknya belum duduk deh karena setibanya di rumah yang juga bertepatan dengan kepulangan ibu, mbak Bina langsung mandi.

"Nanti kan nenek main lagi sayang," ucap mbak Bina seraya menidurkan Keenan di bahunya sambil menggendong anak itu dan menepuk-nepuk bokong si bocah.

"Sini sama aku aja, kamu istirahat gih," gue mengulurkan tangan untuk mengambil alih Keenan tapi mbak Bina menggeleng, "Bentar lagi juga dia bobok," balasnya.

Gue cuma bisa menghela napas, ya kalaupun gue ambil belum tentu mau juga sih si Keenan sama gue.

"Kamu mending makan malem gih Yah, keburu adem sotonya," ucap mbak Bina lagi. Tadi saat gue menjemput dia, kami memang mampir dulu ke warung soto untuk makan malam kami berdua.

"Nungguin kamu aja."

"Ya udah tunggu di luar sambil siapin makan malam kita boleh yah? Sebentar lagi kok ini, tuh udah diem anaknya," gue mengangguki ucapan mbak Bina sebelum keluar dari kamar dan pergi ke dapur untuk menyiapkan soto tangkar yang kami beli tadi.

Beberapa menit menunggu di ruang tengah, akhirnya mbak Bina pun keluar dari kamar. Gue sengaja membawa makanan ke ruang tengah, di atas meja di depan TV biar sekalian bersantai.

"Kok gak di meja makan?" Tanya mbak Bina.

"Di sini aja lah sambil nonton."

Isteri gue itu mengangguk sebelum bergabung duduk di lantai, tepatnya di samping gue.

"Piring nasi-nya cuma satu?" itu mbak Bina lagi yang bertanya.

"Iya, berdua aja lah kita."

"Mau minta suapin ya?" Gue terkekeh mendengar tuduhan itu. Gak salah. Biasanya emang gitu. Gue suka sengaja nyiapin makanan 1 piring berdua biar disuapin, karena gak tau kenapa kalau disuapin dia itu makanan jadi terasa dua kali lebih nikmat, makanan hambar pun jadi kayak makanan restoran bintang lima.

Cih, bucin banget.

YA MEMANK.

Tapi buat sekarang karena dari awal gue menjemputnya sudah melihat raut kelelahan dia, jadi biar gue aja yang menyuapinya untuk kali ini.

"Aku yang suapin kamu."

Mbak Bina tersenyum, "Wah, makasih loh."

Echoes (Bina & Bani 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang