Kali ini gakan maksa
Vote dan komen ymma (yang mau mau aja)
***
Bani Hanif Ashraf
Akhir-akhir ini gue jadi punya ketakutan sendiri kalau malam udah datang. Entah takut untuk tidur atau takut gak bisa tidur. Kalau tidur gue bisa mimpi buruk, kalau gak tidur juga gue takut halusinasi lagi. Gue tau keadaan gue semakin mengkhawatirkan, sebenernya suara-suara itu gak sekali aja gue dengar, beberapa kali gue mendengar itu tapi gue gak bilang aja sama mbak Bina, gue cuma bilang saat pertama kali gue mengalaminya. Kenapa? Karena gue gak mau isteri gue itu khawatir, tatapan mbak Bina ke gue aja udah beda, selalu ada guratan khawatir di sana, ketimbang gue, setelah gue bangun tidur tadi, mbak Bina juga jadi lebih banyak melamun, mungkin dia kepikiran sama cerita tentang mimpi gue yang melihat dirinya bahagia hanya bersama anak-anak kami tapi tidak ada gue.
Malamnya mbak Bina bahkan gak mau tidur duluan sampai gue tidur, yang mana gue baru bisa tidur itu di jam 2 malam. Segitunya dia khawatir sama gue. Dan bukannya senang karena dikhawatirkan olehnya, gue justru membawanya jadi beban. Masalahnya adalah mbak Bina lagi hamil, banyak pikiran dan bahkan begadang bukanlah hal yang baik untuk ibu hamil. Jadi setelah ini kalian mungkin bisa paham kenapa gue mulai menyembunyikan apapun yang gue rasakan, karena gue gak mau menyulitkan isteri dan anak-anak gue.
Dan apa gue bakal diem aja? Apa gue gak mau berkonsultasi terkait keadaan gue? Enggak gitu. Gue mau kok. Seperti yang gue bilang kalau gue hanya mau ke psikiater yang pernah menangani gue dulu dengan begitu gue gak perlu menceritakannya lagi dari awal, dan beliau juga udah sangat mengerti gue tapi sayangnya beliau udah pindah tugas di luar kota.
"Emang gak bisa di reschedule sayang?" tanya gue pada isteri gue di sebrang sana karena gue sedang berbicara dengannya melalui telpon.
"Gak bisa, Bani. Ini aja biasanya pagi kan, tapi dokternya bisanya agak siang hari ini, abis makan siang."
Gue menghela napas kasar, hari ini harusnya gue mengantar mbak isteri untuk check-up kandungan ke dokter, biasanya pagi-pagi, tapi si dokter mengabari kalau untuk hari dia bisanya siang, setelah jam makan siang, jadilah mbak Bina pergi ke kantor dulu, tadinya bakal gue jemput untuk pergi ke dokter, tapi di jam mendekati makan siang, tepatnya jam 11, gue yang ada di rumah malah dihubungi orang Kafe gue bahwa ada hal urgent dan gue harus memastikannya langsung ke sana.
"Gimana ya? Orang kafe tiba-tiba hubungin nih ada hal urgent."
"Hal urgent apa? Ada yang dateng lagi?" Kan... Nada khawatir mulai terdengar darinya.
"Bukan-bukan, ini soal kualitas bahan baku bun, ini aku harus cross-check langsung ke sana dan takut lama," jawab gue menjelaskan sesuai fakta.
"Gapapa, kamu nyusul aja nanti."
Iya bisa sih, tapi mbak Bina gak bawa mobil. Pergi ke kantor pun tadi gue yang mengantarnya, dan gue gak mau dia pergi sendirian ke dokter.
"Kamu jangan sendirian ke sana.""Sama siapa dong? Janu?"
Ada jeda beberapa saat, sebelum gue jawab, "Iya gapapa sama Janu."
"Bener boleh sama Janu?"
"Iya sayang, anterin kamu aja, jangan ikut masuk dia, nanti dikira suami kamu."
"Ya udah, kabar-kabarin ya."
"Iya, ya udah, aku mau siap-siap berangkat ke Kafe, Keenan di sini sama mama."
"Loh? Mama dateng?"
"Iya, dapet kabar dari ibu kalau kalau kita sakit, kesini katanya mau jenguk, eh kamunya malah udah ke kantor. Aku diomelin nih bun gara-gara gak ngabarin kalau kita sakit," jawab gue jujur, karena iya... sekarang di rumah ini ada mama lagi ngemong Keenan di ruang tengah, beliau ke sini karena seperti yang gue jelaskan pada mbak Bina bahwa Mama dapat kabar gue dan mbak isteri sakit dari ibu, makanya mama ke sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Echoes (Bina & Bani 2)
FanfictionEach tragedy, each echo, shatters their fragile peace, plunging them into a relentless cycle of grief and guilt.